Share

BAB 17: Tiba di Singapura

Penulis: TenMaRuu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-20 08:34:27

Singapura menyambut mereka bukan dengan ramah, tapi dengan kemewahan yang terasa dingin dan serba teratur.

Gedung-gedung pencakar langit yang tinggi seolah menjadi pepohonan beton, menggantikan pepohonan di pulau yang baru saja mereka tinggalkan.

Sebuah ekosistem yang sama sekali berbeda, di mana Alina merasa dirinya adalah spesies asing yang tidak akan bisa bertahan lama.

Helikopter itu mendarat, dan dalam sekejap, mereka sudah berada di dalam sebuah mobil sedan hitam yang meluncur mulus di jalanan yang rapi.

Tidak ada percakapan.

Revan sibuk dengan ponselnya, sementara Alina hanya diam, menatap keluar jendela.

Pikirannya masih tertinggal di atas helikopter, mencoba menyambungkan potongan-potongan teka-teki yang dilemparkan Revan padanya.

Mereka tiba di sebuah hotel bintang lima yang lobi-nya lebih mirip galeri seni daripada tempat menginap. Semuanya berkilauan, semuanya terasa mahal, dan semuanya terasa jauh.

Revan, yang berjalan di sampingnya, seolah menyatu dengan kemewahan itu. Langkahnya mantap, dagunya terangkat, seolah tempat ini adalah perpanjangan dari kantornya.

Sementara Alina, merasa seperti pemain tambahan yang salah kostum, berusaha keras agar tidak terlihat terintimidasi oleh semua kemegahan itu.

Di dalam kamar suite mereka yang luar biasa luas, Revan tidak membuang waktu.

Ia melepas jasnya, lalu menatap Alina. Tatapannya seolah memindai, memastikan "aset"-nya siap untuk tugas berikutnya.

"Bersiaplah," katanya singkat. "Kita ada janji makan malam penting satu jam lagi. Pakai gaun yang sudah disiapkan di lemari."

Setelah memberi perintah, ia langsung masuk ke ruang kerja yang terhubung dengan kamar itu, menutup pintu di belakangnya.

Meninggalkan Alina sendirian dengan kebingungan, sebuah gaun yang tidak ia pilih, dan perasaan bahwa ia adalah sebuah pion yang sedang digerakkan di atas papan catur yang tidak ia pahami.

Satu jam kemudian, Alina menatap pantulan dirinya di cermin.

Gaun berwarna merah anggur yang memeluk tubuhnya dengan pas. Simpel, elegan, dan lagi-lagi, sangat mahal. Kainnya terasa berat, seolah ditenun dari ekspektasi dan tekanan.

Ia merasa seperti sedang memakai baju perang.

Mempersiapkan diri untuk sebuah pertempuran, tapi ia sama sekali tidak tahu siapa musuh yang akan ia hadapi.

Seorang investor tua yang akan meremehkan usianya? Atau klien asing yang akan menertawakan portofolionya yang belum seberapa? Apa pun itu, ia harus siap memasang wajah profesionalnya.

Ia mengambil napas dalam-dalam, mencoba menemukan pusat ketenangannya.

Apapun itu, aku siap. Ini juga bagian dari pekerjaanku.

Restoran itu berada di puncak sebuah gedung, dengan pemandangan lampu kota Singapura yang berkelip seperti lautan permata di tengah kegelapan.

Mereka diantar menuju sebuah private dining room. Sebuah ruangan pribadi yang didominasi oleh kayu gelap dan cahaya temaram, begitu sunyi hingga Alina bisa mendengar detak jantungnya sendiri.

Di dalam, seorang pria sudah duduk menunggu, membelakangi mereka.

Punggungnya tegap, memakai setelan jas yang terlihat dibuat khusus. Dari posturnya saja, Alina bisa merasakan rasa percaya diri yang kuat, nyaris arogan sih.

Saat pria itu mendengar langkah kaki mereka dan berbalik, dunia Alina seolah berhenti berputar. Udara di paru-parunya terasa lenyap.

Napasnya terasa sesak.

Jantungnya seakan jatuh ke lantai.

Aliran darah seolah berhenti di tubuh Alina.

Pria itu... Wajah yang sama yang pernah menertawakan maketnya di depan dosen pembimbing.

Senyum congkak yang sama saat namanya disebut sebagai pemenang kompetisi desain tahun terakhir.

Leo.

Nama itu terasa seperti duri di tenggorokannya. Musuh bebuyutannya kini duduk di sini, terlihat seratus kali lebih sukses dan lebih menyebalkan.

Alina membeku. Kakinya terasa seperti dipaku ke lantai. Semua persiapan mental yang ia lakukan di kamar, hancur berkeping-keping.

Revan, yang berjalan di sampingnya, seolah tidak merasakan gelombang kejut yang baru saja menghantam Alina.

Atau mungkin ia merasakannya, dan ia menikmatinya—seperti seorang master catur yang menikmati ekspresi lawannya saat sadar telah masuk ke dalam jebakan.

Dengan senyum tipis yang dingin, ia berjalan mendekati meja.

"Hei Leo, lama tidak bertemu," sapa Revan dengan nada santai, seolah ini adalah pertemuan teman lama.

Lalu, ia menoleh ke arah Alina, yang masih diam seperti patung di dekat pintu.

"Ah.. Kenalkan, ini istriku, Alina."

Leo menatap Alina dari ujung kepala hingga ujung kaki, sebuah tatapan menilai yang membuat Alina merasa seperti sebuah spesimen di bawah mikroskop. Senyum di wajahnya melebar, penuh dengan kemenangan yang tak perlu diucapkan.

Alina Cantika Dewi. Tentu saja aku kenal.

Masih suka membuat desain-desain idealis yang indah tapi mustahil dibangun? Aku masih ingat karyamu di kompetisi tahun terakhir. Sayang sekali, ya.

Revan kemudian kembali menatap Alina, yang masih berusaha keras untuk tidak terlihat hancur.

Revan kemudian kembali menatap Alina.

Ia sengaja memberi jeda sesaat, membiarkan Alina merasakan semua tekanan di ruangan itu, sebelum akhirnya melempar bom yang menghancurkan sisa pertahanannya.

"Dan Alina, kau pasti kenal Leo."

"Dia adalah arsitek utama dari pihak investor Singapura untuk proyek resort di Bintan."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 26 : Pertolongan Pertama

    Dan begitulah akhir dari drama babak pertama.Satu bantingan pintu yang keras.Setelah itu? Hening. Tapi ini bukan hening yang biasa. Ini adalah hening yang punya bobot, yang terasa menekan bahu, yang membuat udara di dalam suite mewah itu terasa sulit untuk dihirup.Alina masih berdiri mematung di balik pintu kamarnya, tangannya yang gemetar masih mencengkeram gagang pintu. Jantungnya berdebar begitu kencang, memompa campuran antara rasa takut dan adrenalin ke seluruh tubuhnya.Ia mendengar langkah kaki Revan yang menjauh dari pintu utama, lalu berhenti.Dengan napas yang tertahan, Alina memberanikan diri. Ia membuka pelan pintu kamarnya.Revan berdiri di tengah ruangan, memunggunginya. Bahunya terlihat tegang.Saat pria itu berbalik, tatapan mereka bertemu.Dan di sanalah Alina melihatnya. Wajahnya yang pucat, tangannya yang sedikit gemetar. Revan, yang seolah bisa membaca setiap detail kecil, pasti menyadari bahwa pertahanannya telah runtuh.Alina sudah siap untuk apa pun. Siap

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 25 : Jangan Sentuh Dia

    Perjalanan kembali ke suite hotel di dalam lift terasa begitu berbeda.Jika tadi pagi lift ini terasa seperti sebuah kotak sempit yang menyesakkan, kini lift yang sama terasa seperti podium kemenangan yang sunyi.Alina tidak berkata apa-apa. Revan pun diam.Tapi keheningan di antara mereka tidak lagi canggung. Ada sebuah pemahaman baru yang menggantung di udara. Sebuah pengakuan tanpa kata bahwa mereka baru saja melewati sebuah pertempuran bersama.Dan mereka menang.Begitu pintu suite tertutup di belakang mereka, Alina akhirnya bisa bernapas dengan lega. Adrenalin yang sejak tadi membuatnya berdiri tegak kini mulai surut, meninggalkan perasaan lelah yang memuaskan.Ia melepaskan sepatunya yang berhak tinggi dan berjalan ke arah jendela, menatap lampu kota Singapura yang kini terasa lebih ramah."Kerja bagus," sebuah suara tiba-tiba memecah keheningan.Alina menoleh.Revan berdiri di

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 24 : Konsep yang Jujur

    Boardroom itu terasa dingin, bukan hanya karena pendingin ruangan yang disetel rendah, tapi juga karena atmosfer di dalamnya.Di satu sisi meja panjang yang mengilap, duduklah Leo Santoso, dengan senyum percaya diri yang seolah sudah memenangkan pertempuran bahkan sebelum dimulai.Di sisi lain, duduklah Alina. Jantungnya berdebar kencang, tapi ia memaksakan punggungnya untuk tetap tegak. Di sampingnya, Revan duduk dengan tenang, wajahnya adalah topeng netralitas yang sempurna. Ia benar-benar memposisikan diri sebagai klien, sebagai juri.Selain mereka bertiga, ada dua orang lain di ruangan itu. Dua investor dari Singapura yang mewakili pihak penanam modal.Yang pertama adalah Mr. Chen, seorang pria paruh baya dengan pembawaan tenang dan tatapan mata yang bijak.Yang kedua adalah Ms. Yuo, seorang wanita muda yang terlihat sangat cerdas dan kritis, dengan kacamata berbingkai tipis dan tatapan yang seolah bisa memindai setiap kebohongan."Baik, terima kasih atas kehadirannya," Revan mem

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 23 : Dua Jenderal

    Alina tidak bisa tidur nyenyak.Pikirannya terlalu pusing, terjebak di antara bayang-bayang Revan yang berbaring di sofa dan tulisan tangan di atas sticky note kuning itu.Pelajari musuhmu.Saat fajar pertama kali menyingsing di ufuk Singapura, Alina sudah duduk di sofa yang sama tempat Revan tidur semalam. Map tebal berwarna cokelat itu terbuka di atas pangkuannya.Ia membacanya.Bukan hanya membaca, tapi menelannya bulat-bulat.Ini bukan sekadar portofolio. Ini adalah sebuah pembedahan total terhadap Leo Santoso.Di dalamnya ada semua proyek yang pernah Leo tangani, lengkap dengan foto-foto indah, data bujet, dan daftar klien. Tapi bukan itu yang membuat Alina terpaku.Di antara data-data yang berkilauan itu, terselip analisis mendalam yang jelas-jelas bukan buatan Leo. Ada catatan-catatan kecil di pinggir halaman, ditulis dengan pulpen tinta hitam.Analisis tentang pilihan material Leo yang cenderung murah tapi dibungkus dengan fasad yang mewah. Analisis tentang bagaimana ia serin

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 22 : Pelajari Musuhmu

    Kalimat itu menggantung di udara, terasa penuh makna."...itu juga yang membuatnya tak ternilai."Setelah itu, keheningan mengambil alih. Tapi ini bukan keheningan yang dingin atau canggung. Ini adalah keheningan yang terasa rapuh, seolah sebuah gelas kristal baru saja diletakkan di tepian meja, dan keduanya menahan napas, takut jika satu gerakan yang salah akan membuatnya jatuh dan pecah berkeping-keping.Revan adalah orang pertama yang memecah kontak mata.Ia berdeham pelan, sebuah suara kecil yang terdengar begitu keras di tengah kesunyian. Lalu, ia berbalik dan berjalan ke arah jendela kaca yang besar, memunggungi Alina.Ia menatap kerlip lampu kota Singapura di bawah sana. Sebuah cara untuk membangun kembali dindingnya yang baru saja retak.Alina hanya bisa diam, mengamati punggung pria itu. Punggung yang selalu terlihat tegap dan kokoh, tapi entah kenapa, saat ini terlihat sedikit... berbeda.Apa aku sudah melangkah terlalu jauh?Pikiran itu melintas di benak Alina.Apa aku bar

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 21: Aku Menjual Cerita

    Revan berdiri menjulang di hadapannya, tatapannya menuntut, tidak memberikan ruang untuk alasan."Tunjukkan padaku strategimu."Udara di dalam suite mewah itu terasa menipis. Ini adalah momen penentuan. Momen di mana Alina harus membuktikan bahwa klausul yang ia perjuangkan mati-matian semalam bukan hanya gertakan sambal.Alina menarik napas dalam-dalam.Ia menatap tumpukan coretan dan diagram di buku sketsanya. Data, studi kasus, analisis kompetitor. Semua ada di sana. Ia bisa saja menyajikan argumen yang sangat teknis, sangat logis, sangat… Revan.Tapi ia tahu, itu adalah permainan yang tidak akan pernah bisa ia menangkan. Melawan Revan dengan logika adalah seperti mencoba memadamkan api dengan bensin.Maka, ia melakukan sesuatu yang tidak terduga.Ia menutup buku sketsanya. Dengan satu gerakan pelan yang terasa begitu final.Revan mengangkat sebelah alisnya. Sebuah gestur kecil yang menunjukkan ketertarikan.Alina bangkit berdiri, menyejajarkan tatapan matanya dengan pria itu."Str

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status