Home / Romansa / BENIH 2 MILIAR / 6. Proses Surogasi

Share

6. Proses Surogasi

Author: Dwrite
last update Last Updated: 2022-12-07 13:36:11

Khalid menempatkanku di sebuah apartemen mewah di pusat Kota Batam. Sesuai kesepakatan kami tinggal di gedung apartemen yang sama, tapi unit yang berbeda. Sepertinya dia memang sengaja membatasi diri sejauh itu untuk menghindari hal-hal yang diinginkan. Sudah tiga pekan sejak kesepakatan dan aturan yang dia kemukakan. Selama itu aku menjalani hari-hari yang membosankan sebagai pengangguran. Nonton, makan, dan tiduran. Sesekali dia menghubungi hanya untuk menanyakan apakah aku sudah selesai menstruasi atau melewati masa ovulasi agar proses surogasi bisa segera dilakukan.

Seharusnya kalau dia memang benar-benar ingin tahu kenapa tidak langsung datang dan memastikannya sendiri?

Tok! Tok! Tok!

"Mbak, Mbak Nindi!"

Suara ketukan diiringi panggilan dari arah pintu menyentak lamunanku, sejak pindah ke sini aku memang sulit tidur dan seringkali terbangun lebih pagi. Padahal sebelumnya aku nyaris tak pernah menyentuh sinar matahari pagi, karena aktifitas padat yang dilakukan di malam hari.

"Bentar!" Kutendang selimut sampai teronggok di lantai. Kemudian berjalan menghampiri pintu yang masih saja diketuk tak sabar.

Ceklek!

"Ada apa? Ini masih pagi, Neli!" sentakku pada asisten pribadi yang sengaja disewa untuk membantuku selama setahun ke depan.

"Bapak udah nunggu di depan, Mbak. Katanya kalian berangkat ke Singapur hari ini."

"Dih, bukannya jadwal surrogasi masih seminggu lagi?"

Gadis seumuranku itu hanya bisa mengedikkan bahu. "Kalau itu saya kurang tahu, Mbak."

"Arrghh ... ya udahlah." Akhirnya aku hanya bisa menghentakkan kaki dan beranjak menuju kamar mandi.

"Mbak!" Masih bisa kudengar suara Neli di ambang pintu.

"Apa lagi?"

"Bisa dipercepat dikit? Soalnya bapak udah nunggu dari tadi," sambungnya hati-hati.

"Iya, iya. Suruh siapa jual mahal sampe mutusin pisah unit. Takut banget tergoda sama butiran debu ini!"

Kubanting pintu kamar mandi, lalu lekas membersihkan diri. Dalam lamunan aku mulai berpikir, betapa beruntungnya Naya mendapatkan Khalid. Dia sempurna dalam sisi mana saja. Caranya membatasi diri membuatku bertanya, apakah dia benar-benar lelaki pada umumnya?

***

"Ada yang lain?" Khalid bertanya saat aku baru saja tiba di hadapannya.

"Apanya?" Aku mengernyitkan dahi.

"Pakaian lain, Nindi!" Dia tampak geram. Entah karena menunggu terlalu lama, atau apa yang kukenakan semakin menyulut emosinya.

Menurutku tak ada yang salah, crop top dan hotpants cukup umum di kalangan anak muda masa kini. Pusar, paha, dan belahan dada itu biasa.

"Ada," cetusku dengan nada ketus.

"Apa semuanya begini?"

"Sebagian besar."

Dia menghela napas panjang.

"Ya, sudah kenakan saja yang waktu itu kamu pakai untuk menemui orangtua saya."

"Lagi di-laundry."

"Kalau begitu kita beli."

"Kenapa? Semua bajuku masih layak pake."

"Tapi nggak layak dilihat!"

Aku mendengkus keras, lalu menghentakkan kaki.

"Oke, kita pergi!"

***

Tak ada percakapan sepanjang perjalanan. Sesampainya di Mall kita bahkan langsung ke tempat yang dituju tanpa ada sedikit pun basa-basi. Hampir semua belanjaanku dia yang tentukan. Atasan, bawahan, sweater, hoodie, dress, bahkan gamis. Oh, ayolah ... ini semua menggelikan.

Sampai akhirnya aku menemukan satu stan toko yang mencuri perhatian. Tanpa persetujuan bergegas aku menariknya menuju toko pakaian dalam milik brand terkenal VS.

"Mbak, tolong ambilin lingerie yang merah itu satu, yang ijo satu, yang kuning satu!"

"Nindi, saya sudah bilang tentang atu--"

"Ye, siapa bilang aku mau pake semua ini di depan kamu? Orang aku beli buat koleksi pribadi."

Dia terbungkam. Tak lagi bersuara. Bisa kulihat pramuniaga itu senyum-senyum sendiri memerhatikan kami.

"Oh, iya. Celana dalamnya yang item itu satu, ya."

"Buat apa? Bukannya stok kamu masih banyak di lemari?" Setelah sekian lama akhirnya Khalid nyeletuk lagi.

"Kok situ tahu?" Aku mengernyitkan dahi.

"Ng, itu ... saat Neli mengemasi barangmu saya tak sengaja melihat barang-barang itu dikeluarkan dari dalam koper besar."

"Oh." Aku memutar bola mata, lalu mengedikkan bahu tahu peduli.

"Ini notanya, ya, Bu. Barang bisa ambil di kas--"

"Eh, yang daleman item tadi mau langsung saya pake!" potongku pada sang pramuniaga.

"Nindi!" Khalid memelototiku.

"Apesih?"

"Kan bisa buat nanti."

"Ya udah, kalau gitu aku pergi tanpa CD."

"Apa?" Sontak matanya membelalak sempurna.

"Aku lupa pake."

"Astagfirullah, Nindi."

"Ya, maaf. Kebiasaan soalnya."

***

From : Roy Kimoci

[ Nin, gue baru dapet kabar kalau Bu Nia udah dapet donor ginjal. Harus diakui duit emang bisa mengendalikan segalanya, buktinya pendonor cepet banget datang padahal sebelumnya mertua lo pasien antrian ke sekian. ]

Di ruang ganti, masih dengan ponsel dalam genggaman tangan, aku menatap pesan yang Roy kirimkan. Dia mengatakan bahwa Bu Nia berhasil mendapatkan donor ginjal. Wanita tua yang menjadi alasan aku rela menyewakan rahim pada pasangan suami-istri yang mendambakan keturunan. Setelah operasinya selesai mungkin aku akan benar-benar terbebas dari beban. Terlepas dari segala keterikatan dengan lelaki yang mengumpankanku ke kandang macam.

"Nin, Nindi!" Suara berat itu mengambil perhatianku dari ponsel di genggaman tangan.

"Ya." Kuseka air mata yang entah sejak kapan lolos dari pelupuk mata. Menatap Khalid yang sudah berdiri menunggu di depan ruang ganti.

"Are you oke?" Dia bertanya saat menyadari ada yang berbeda. Kuakui kepekaannya di atas rata-rata.

"Iya." Lagi, hanya jawaban singkat itu yang bisa kuberikan.

"Kalau begitu bisa kita berangkat sekarang? Soalnya saya masih ada pertemuan."

"Oke."

***

Setelah menempuh kurang lebih satu jam perjalanan laut dari Batam Center, kami tiba Harbour Front, Singapura. Kemudian melanjutkan perjalanan sekitar delapan belas menit hingga sampai di Rumah Sakit bertarap International yaitu Mount Elizabeth menjelang siang.

Ini adalah kali kedua aku berada di ruang yang sama, tapi tempat berbeda. Berhadapan dengan dokter obgyn muda dan satu dokter bule lainnya dengan keadaan yang bisa dibilang cukup memalukan.

Kenapa kubilang memalukan? Karena aku melebarkan kaki tepat di depan wajahnya yang tampan. Sementara dia memasukan alat asing ke dalam jalan lahir yang bisa mendeteksi kondisi kesehatan rahim yang tampak di dalam layar.

"Sangat sehat, dan sudah siap dibuahi," ujar Dokter Antoni dengan senyum simpul.

Aku menoleh ke arah Khalid yang terdiam. "Udah jelas, kan, Ganteng? Atau perlu memastikannya sendiri?" cibirku yang membuatnya mengusap tengkuk malu.

Aku tahu dia masih meragukanku. Makanya dia meminta Dokter Antoni untuk memastikannya lagi. Wajar, permintaan istrinya memang bisa dibilang diluar nalar. Menggantungkan satu-satunya harapan pada seorang p3lacur? Apa itu masuk akal? Sampai saat ini aku masih belum tahu apa alasan Naya memilihku dari sekian banyak wanita di luar sana.

"Kita bisa mulai percobaan pertama dengan menggabungkan sample sel telur Bu Naya dan sperma Pak Khalid. Setelah embrio berhasil dibuahi kami akan memindahkannya dalam rahim ibu pengganti."

Aku hanya bisa mangut-mangut setelah mendengar penuturan Dokter Antoni walaupun tak sepenuhnya mengerti.

"Mari, Pak Khalid! Saya tunjukkan ruang m4sturbasi. Santai saja, saya tahu bapak cukup kesulitan un--"

"Loh, emangnya dokter nggak simpan samplenya, sampe harus ngedadak kayak gini?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutku.

Kedua lelaki berbeda profesi itu menoleh bersamaan.

"Nindi ...." Suara Khalid terdengar rendah tanda memeringati. Namun, aku tak peduli.

"Begini Bu Nindi, Pak Khalid ini sedikit kesulitan ejakulasi bila tanpa sang istri. Beliau juga nyaris tak pernah m4sturbasi."

"Serius? Beneran ada laki yang nggak pernah col--"

"Nindi!" Suara Khalid semakin meninggi.

"Sulit dimengerti, tapi kenyataannya memang begini," tutur Dokter Antoni.

Aku tersenyum penuh arti, lalu menatap Khalid yang berdiri kaku di ambang pintu.

"Saya tahu pikiran kamu, Nindi!" sentaknya panik.

"Udah, nggak usah malu-malu. Aku tahu kamu butuh bantuanku." Aku turun dari brankar pemeriksaan, lalu berjalan menghampiri.

"Tidak, saya bisa sendiri!" Dia berlalu dengan wajah bersemu, sementara aku tertawa ditemani Dokter Antoni.

.

.

.

Bersambung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Yuli Laura
bagus cerita nya
goodnovel comment avatar
Achmad Mudhofir
amat menghibur
goodnovel comment avatar
Pastama Tama
seperti nama novelya,bagusssssdd
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • BENIH 2 MILIAR   Kebahagiaan Sebenarnya

    "Silakan diminum dulu, Mas. Mumpung masih hangat." Mulut Khalid terbuka setengah, matanya nyaris tak berkedip saat mengitari seisi rumah mewah ini. Dia bahkan tak menanggapi seorang perempuan bercadar yang tengah hamil besar, sedang menyodorkan minum padanya.Di sebuah rak khusus dia melihat tumpukan brosur catering dan dekorasi, matanya juga tak berhenti menatap foto-foto pernikahan Roy yang terpajang di beberapa titik dalam ruangan. Saat melihatnya ternyata Khalid juga baru ingat kalau 'Berkah catering & decoration' adalah perusahaan WO yang sedang naik daun beberapa tahun belakangan. Jasanya banyak digunakan artis dan orang-orang penting, karena harga, rasa, kualitas, serta pelayanannya yang sama sekali tak mengecewakan."Kenalin, ini istri saya Ainun!" Ucapan Roy membuat Khalid kembali tersadar. Dia menatap pria yang tak percaya akan menyambutnya selayaknya tamu, setelah apa yang terjadi pada sahabat baiknya sewindu lalu.Namun, tak bisa dipungkiri. Tatapan Roy terlihat begitu taj

  • BENIH 2 MILIAR   Trauma dibayar Karma

    Roy berdiri terpaku di dekat brankar yang ditempati Nindi pasca persalinan yang perempuan itu jalani. Kedua tangannya terkepal, sementara air matanya terus mengalir memerhatikan perempuan yang berkaca-kaca menatap kedua bayi kembarnya dalam gendongan.Seolah masih lekat dalam ingatan Roy fakta demi fakta yang Nindi ungkapkan seiring dengan perutnya yang semakin membuncit"Setelah keguguran gue dan Bang Khalid pisah ranjang kurang lebih satu bulan, jadi sebelum sidang putusan cerai gue bisa dengan mudah mengidentifikasi dari mana benih yang mulai tumbuh di rahim gue berasal. Lucunya hidup ini ketika akhirnya gue sadar tengah mengandung anak dari keparat yang udah gue enyahkan. Kebetulan di hari yang sama saat tragedi itu terjadi, ternyata gue lagi ovulasi." Nindi menghela napas panjang sebelum melanjutkan. "Entah anugerah atau kutukan ketika Tuhan memberikan gue kesuburan, meski hanya dengan satu atau dua kali penetrasi ... benih-benih janin yang tak diinginkan tumbuh dengan mudah di r

  • BENIH 2 MILIAR   Memulai Hidup Baru

    Di sebuah desa kecil yang terselip di antara gemerlap hijaunya alam, anak-anak kecil berlarian di bawah langit senja, gembira dan bersemangat mengikuti tradisi yang telah diteruskan dari generasi ke generasi. Mereka melantunkan sholawat sembari menyusuri jalan berkerikil dengan langkah kecil yang penuh semangat menuju masjid terdekat.Di sela-sela ladang hijau yang melambai-lambai sejalan dengan angin, para petani yang menjadi mata pencaharian utama di desa, juga terlihat berbondong-bondong pulang dari ladang membawa hasil panen yang diangkut menggunakan kendaraan roda dua, roda empat, maupun gerobak melewati jalan utama. Peluh, lapar, serta dahaga tak lagi dirasa mengingat ada sebuah keluarga yang menunggu untuk disambung hidupnya."Mas Roy! Wes mandi langsung ke masjid ae, ya! Ditunggu karo Budhe Lala buat buka puasa bersama!"Salah satu petani yang mengangkut hasil panennya menggunakan mobil bak terbuka langsung menyenggol sang sopir untuk menghentikkan laju kendaraannya."Sek, sek!

  • BENIH 2 MILIAR   Harga Sebuah Pengorbanan

    Konflik rumah tangga antara Khalid dan Nindi berakhir di meja pengadilan agama. Setelah tiga bulan serangkaian proses berjalan, kedu belah pihak tetap tak menemukan titik terang. Mereka sudah sepakat berpisah. Hari ini, 15 Desember waktu setempat, sidang putusan perceraian mereka berlangsung di Pengadilan Agama Batam. Pengunjung yang menghadiri kebanyakan didominasi oleh pihak keluarga penggugat. Semua orang yang memenuhi ruang sidang seolah tak bisa memalingkan pandangan dari kedua pasangan yang duduk di depan meja hakim. Pasangan suami istri yang pernah saling memiliki itu terlihat menunjukkan ekspresi yang berlawanan.Nindi duduk dengan tenang di sisi kanan, wajahnya menunjukkan ekspresi datar yang sulit diartikan. Namun, mata bulatnya seolah memancarkan kepedihan mendalam yang dengan sempurna dia tutupi dalam kebungkaman.Sementara di sisi kiri, Khalid duduk dengan tegang, di tempatnya dia tampak gelisah, bahkan tak henti menoleh pada sosok di sebelahnya. Rahang kokoh itu mengeta

  • BENIH 2 MILIAR   Keputusan

    Sebuah keluarga yang terdiri dari sepasang suami-istri dan dua anak itu tengah menatap api unggun yang berkobar di depan tenda mereka. Warnanya berubah-ubah dari merah, putih, hingga oranye dengan menyebarkan kehangatan untuk orang-orang di sekelilingnya. Mereka terlihat bersuka-cita menghabiskan waktu akhir pekannya, meski hanya berkemah di belakang rumah.Suara riang sepasang anak yang hanya selisih kurang dari setahun itu memecah keheningan malam. Keduanya tampak bercanda dan berlari kecil mengelilingi api unggun. Derai tawa menggelora, kebahagiaan sederhana itu dirasakan mereka saat mengejar api kecil yang melompat-lompat dari perapian."Sayang, ya si Neli nggak ada di sini." Nindi menyenggol lengan Khalid saat keduanya tengah memerhatikan anak-anak yang asik bermain, sembari menusuki marshmallow yang siap dibakar."Bukannya lebih bagus kalau nggak ada Neli? Jadi, kita bisa bebas ngapain aja tanpa perlu denger sindirannya yang kadang bikin risi?" Khalid terkekeh sembari melingkark

  • BENIH 2 MILIAR   Mediasi

    Langit mendung menyelimuti kota Batam. Sebuah pemakaman yang tak biasa digelar, dihadiri oleh banyak kolega, teman-teman, bahkan sampai awak media. Mereka semua berkumpul untuk mengucapkan selamat jalan pada Vincent Benedict Tjahjono, pengusaha juga anak konglomerat yang telah berpulang akibat sebuah tragedi.Di tengah kerumunan, Khalid hadir, meski dia harus menjaga jarak dari keluarga mendiang. Dia tahu bahwa kedatangannya di sini adalah sebuah tindakan yang berani, mengingat situasi yang tengah dihadapinya. Namun, mengingat hubungannya dengan keluarga Vincent selama ini telah berjalan cukup baik, dia merasa perlu memberikan penghormatan terakhir.Mrs. Diane yang menyadari kehadiran Khalid di tengah kerumunan, mencoba menutupi kesedihan dan berniat menghampirinya dengan hati-hati agar tak disadari oleh sang suami.Begitu wanita paruh baya itu sampai di hadapan, Khalid langsung meraih tangannya."Bu, saya sangat menyesal atas apa yang terjadi," ucapnya dengan suara lirih dan Bahasa In

  • BENIH 2 MILIAR   Fitnah

    Hampir sebulan berlalu, proses visum sudah Nindi jalani setelah dia berhasil memberi keterangan yang meyakinkan pada pihak penyidik. Kemungkinan akan diadakan mediasi bila Vincent berhasil sadarkan diri.Hari-hari yang Nindi lewati tak berjalan semestinya. Nasibnya tak pasti, dia seperti ada di tepi jurang yang siap dilompati bisa seseorang dengan sengaja mendorongnya dari belakang. Perempuan itu seolah sudah pasrah dengan keadaan. Untuk sekarang Nindi hanya merindukan anak-anaknya, teman-teman juga waktu kebersamaan yang tak yakin bisa kembali dia lalui."Mbak, liat, Mbak!" Neli menepuk bahu Nindi. Dari balik jendela dia melihat sebuah mobil memasuki pelataran.Seketika semangat Nindi kembali saat melihat Khalid pulang setelah hampir dua minggu suaminya nyaris tak ada kabar. Nindi tak tahu apa yang sudah lelaki itu lewati selama dua pekan terakhir ini.Nindi langsung memeluk Khalid begitu lelaki itu memasuki ruangan. Dia kesampingkan ego dan menelan bulat-bulat rasa kecewanya sendir

  • BENIH 2 MILIAR   Terguncang

    Perempuan dengan pakaian serampangan dan hanya kerudung yang disampirkan itu duduk di salah satu bangku ruang tunggu sebuah rumah sakit ternama di kota Batam. Satu setengah jam lalu ambulans mengantar lelaki yang terkapar tak sadar dengan luka serius di kepala. Ruangan itu dipenuhi dengan atmosfer tegang, dan perempuan berusia 31 tahun tersebut justru tenggelam dalam kecamuk pikirannya yang kacau.Beberapa kali dia meremas kedua tangan, tubuhnya gemetar. Ibu dua anak itu tertunduk dalam memerhatikan pijakkan, mencoba menenangkan diri dan perasaan yang sulit dideskripsikan.Dia berharap semua yang terjadi hanya mimpi. Mulai dari pertemuan kembali dengan sosok dari masa lalu yang membangkitkan kenangan kelam yang coba dia kubur dalam, lalu kontrak tak masuk akal yang terpaksa ditandatangani, hingga kesepakatan yang seharusnya tak pernah terjadi. Dia merasa seperti telah terjebak dalam perjanjian yang menjadi pemicu keretakan rumah tangganya dengan sang suami.Imbas dari semua yang terja

  • BENIH 2 MILIAR   Kesalahan Fatal

    Suara hujan yang lembut mengalir di luar jendela, seperti melodi kenangan yang berputar di kepala. Di ruang tengah aku duduk sendiri, menatap benda persegi yang membawa kembali ingatan akan momen-momen tak terlupakan dalam empat tahun kebersamaan kami di Lumajang. Kusaksikan kembali tubuh kembang Alid dari mulai tengkurap, merangkak, berjalan, sampai berlari. Begitu juga dengan proses hijrahku yang dibimbing oleh orang-orang ahli yang sukarela mengajari tanpa menghakimi.Seolah masih lekat dalam ingatan saat aku dengannya berbagi tawa dan tangis dalam setiap lembar cerita. Kala itu, hidupku terasa begitu ringan, meski beban yang kupikul sangatlah berat. Kami optimis mampu mewujudkan mimpi dan harapan di tengah terpaan cobaan.Namun, kini aku duduk di sini, dengan rasa berat di dada. Hidup telah membawaku ke dalam peran yang jauh dari apa yang kumimpikan. Pernikahan yang diawali dengan cinta, kini terasa seperti penjara yang mengekangku dalam dilema. Harapan-harapan yang dulu begitu ce

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status