Nayla merebahkan diri di atas ranjang. Wajahnya dia tenggelamkan pada sebuah bantal di atas wajahnya.Wajahnya terlihat sangat lelah sekali meski seharian tak ada pekerjaan berarti baginya.Air matanya telah lolos membanjiri pipi tanpa diminta. Hatinya merasa sedikit lega setelah menyampaikan semua yang menjadi beban di dalam dada. Namun, tetap saja dia tak bisa menahan Alvin agar tetap bersamanya. Suaminya itu sungguh sangat egois, lalu untuk apa dia dulu melamar kemudian menikahinya jika Nayla hanya menjadi istri pajangan saja. Seorang istri yang hanya untuk melengkapi status Alvaro pada kartu identitasnya.Di saat kesedihan melanda seperti ini. Wanita cantik yang masih lengkap dengan pakaian kantor yang melekat pada tubuhnya itu biasanya akan melampiaskan kekesalannya kepada Alvaro. Entah dia akan memarahi tanpa sebab pria itu, ataupun hanya meminta dirinya untuk berkeliling kota sampai rasa kesal dalam hatinya sedikit mereda.Akan tetapi, kali ini sungguh sangat berbeda. Alvaro p
Nayla bangun dengan terburu-buru ketika melihat matahari mulai meninggi. Rupanya semalaman dia tertidur di sofa. Laptop Alvin pun masih setia menyala seperti saat sebelumnya.Untung saja hari ini hari libur. Sehingga wanita itu tidak perlu meminta izin ke pihak kantor sebab keterlambatan dirinya yang sungguh sangat tidak disengaja.Nayla kembali teringat akan niatnya semalam. Seharusnya dia mendatangi Viona malam tadi untuk meminta klarifikasi. Namun, rupanya rasa lelahnya mengalahkan segalanya.“Aku harus segera pergi ke apartemen itu. Aku harus memastikan jika inisial V itu adalah Viona atau bukan?”Setelah membersihkan diri. Dengan cepat, Nayla menyambar tas selempangnya. Wanita itu segera menuju apartemen Viona dengan menggunakan jasa sopir.Bukan tanpa sebab Nayla menggunakan sopir rumah Alvin. Biasanya wanita itu selalu pergi sendiri, tanpa bantuan siapapun.Namun, berbeda kali ini. Entah kenapa, perutnya kala itu mengalami sedikit kram. Tumben sekali calon anaknya itu seolah re
Seorang pria berhidung mancung dengan model rambut sedikit kribo itu telah bersandar di ambang pintu ruang kerja Alvaro.Tatapannya seolah mengejek ditambah dirinya yang sedang mengunyah permen karet.Vano, nama orang tersebut. Dia adalah keturunan dari keluarga Orlando. Salah satu rival bisnis keluarga Rayes.Vano perlahan berjalan lebih dekat ke arah Alvaro. Dengan salah satu tangan berada di saku celananya. Tatapannya tidak berubah, meski telah mendapat balasan lebih sengit dari Alvaro.“Anda tidak diizinkan untuk masuk ke ruangan ini!” cegah Daniel dengan memajukan salah satu tangannya ke arah Vano.Tanpa sedikitpun merasa takut, pria dengan iris mata cokelat terang itu menatapnya remeh.“Seorang Alvaro Rayes, pengusaha muda yang terkenal akan kesuksesannya hanya mampu membayar pegawai kelas bawah seperti ini?” Vano menghina Daniel dengan menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kakinya.Daniel hanya menatap penuh siaga terhadap tamu Alvaro yang tidak diundang itu. Dalam hatinya
Nayla masih setia berada di depan pintu kamar itu. Setelah memencet bel beberapa kali, penghuni kamar tersebut tak kunjung menampakkan diri.Hatinya kembali dibuat gusar. Dia mondar mandir menunggu sang pemilik kamar tersebut.Tidak lama, pintu yang berwarna putih keperakan itu perlahan terbuka. Wajah seorang wanita cantik yang terlihat sangat kelelahan itu menyembul di sela pintu.Nayla merasa sangat senang ketika mengetahui pemilik kamar tersebut adalah benar orang yang dia cari.Mata keduanya sempat beradu pandang. Berbeda dengan sorot mata yang ditampilkan Nayla. Viona tampak terkejut mengetahui istri Alvin itu berada di depan kamar apartemennya.Lidahnya mendadak kelu dengan tubuh yang mematung.“Na-Nayla?” ucapnya terbata. Bulir keringat kini telah membanjiri keningnya.“Hai! Senang bertemu denganmu,” balasnya Nayla dengan raut wajah ceria.“Kamu sedang apa di sini? Apa kamu juga membeli salah satu unit di sini? Kau akan tinggal di sini.” Tanpa jeda, Viona memberondong begitu ba
Nayla memegang kepala yang masih terasa pening. Samar dia mendengar percakapan seseorang di dekatnya.“Kalau membutuhkan sesuatu lagi, kamu bisa hubungi saya. Semoga Nyonya Nayla segera membaik,” ujar seorang pria menggunakan jas putih.Sedangkan pria lain mengantarnya sampai keluar kamar apartemennya.“Saya di mana?” Wanita itu bergumam dengan menatap langit-langit ruangan. Matanya kemudian memindai lingkungan sekeliling. Sebuah kamar dengan fasilitas mewah, dirinya terbaring di atas sebuah kasur empuk berukuran besar.“Anda sudah sadar, Nyonya?” sapa seseorang yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Nayla membeliak ketika melihat seorang pria dengan penampilan rapi. Satu stel jas berwarna navy melekat pada tubuhnya yabg kira-kira sama tinggi dengan Alvin.Ah, mengingat pria bermuka dua itu dada Nayla seketika bergemuruh. Amarahnya seolah kembali memuncak.Wanita itu menatap lekat ke arah pria yang tidak dikenalnya. Dia menduga jika pria itu adalah orang suruhan Alvin dengan suatu tuj
Dari kamar lain, Alvin sedang merasa bimbang perihal kedatangan Nayla yang tiba-tiba di depan apartemen Viona.Pria itu sungguh tak habis pikir ketika rahasia besar dia tutupi serapi mungkin dari sang istri, justru kini wanita itu sudah mengetahuinya.Alvin semakin gusar membayangkan Nayla akan menolak dirinya. Walaupun di sisi lain dirinya memiliki Viona sebagai tempat berlabuhnya. Tetap saja, rasa cinta terhadap Nayla, sang istri tidak dapat luntur begitu saja.Biarlah Alvin merasa menjadi diri paling egois ketika mengharapkan dua wanita sekaligus untuk hidupnya.Melihat kemesraan Alvin dengan Viona barusan, sudah pasti Nayla akan merasa sakit hati. Wanita mana yang rela berbagi suami dengan perempuan lain.Sungguh Alvin tidak bisa membayangkan bagaimana kemarahan wanita itu. Meski sepanjang pernikahan mereka Nayla hampir tak pernah marah apalagi berkata dengan nada tinggi sekalipun pria itu melakukan kesalahan sekalipun.Dari belakang tubuhnya dari merasakan sesuatu melingkari peru
Kali ini Alvin tak memperdulikan panggilan Viona kepada dirinya. Dalam hati kecilnya pria itu masih sangat memperdulikan Nayla, wanita yang dia nikahi hampir dua tahun lalu itu. Apalagi di dalam perut wanita itu telah tumbuh calon anaknya yang selama ini dia rindukan. Alvin segera berlari menuju sebuah unit pribadi milik sang kakak. Menyadari tak ada Anjar di depan, Alvin mengetuk pintu dengan keras. Dia tahu Nayla berada di dalam sana. Sekali, dua kali tak ada sahutan dari dalam. Namun, Alvin tak akan menyerah. Pria itu terus menggedor pintu dengan memanggil nama sang istri. Di dalam sana. Nayla kembali memasang wajah sebal. Baru saja dia ingin melepas sejenak penat dari masalah tentang rumah tangganya bersama Alvin. Seseorang telah berulah kembali untuk mengusik dirinya. Satu yang terlintas dalam benaknya adalah bayangan Viona. Mungkin saja dirinya tak terima dan merasa terganggu dengan kehadiran dirinya yang telah memergoki perselingkuhan wanita yang terlihat baik itu bersama su
Sudah satu minggu lamanya Nayla berada dalam gedung apartemen yang sama dengan Alvin. Wanita hamil itu masih tidak menyangka jika sang suami lebih memilih bersama wanita lain.Jujur saja dalam relung hati Nayla, wanita itu masih sangat mengharapkan Alvin untuk menemuinya dan menjelaskan semuanya. Mungkin saja masih ada maaf Nayla untuk pria yang masih teramat dia cintai. Nayla berharap jika Alvin akan kembali menjadi suaminya seperti dulu.Namun, sampai saat ini. Wajah pria itu seolah ditelan bumi. Sampai detik ini Alvin sama sekali tak menemuinya, bahkan pria itu sama sekali tak menanyakan kabar Nayla.“Apa Anda yakin akan pulang, Nyonya?” tanya Anjar yang kini telah berdiri di ambang pintu.“Iya. Aku tidak ingin menginap di sini terlalu lama,” balas Nayla. Tangannya dengan cekatan membereskan pakaian ke dalam koper. Pakaian yang dikirimkan oleh Mbok Asih setelah Anjar memberitahu keberadaan Nayla.“Anda sudah merasa baik-baik saja? Saya hanya ingin memastikan keamanan Anda saja sesu