Ini adalah kali pertama Kimmy mengunjungi salah satu tempat paling cantik yang pernah ia lihat. Tempat yang juga terkenal dengan rumah-rumah penghasil anggur terbaik di dunia. Walau Kimmy bukan penikmat anggur tapi Kimmy suka Tuscany. Kimmy suka jalanan tanahnya yang berkelok menuruni lembah dan perbukitan yang indah bak hamparan surga yang di sajikan di depan mata. Barisan pohon cemara berjajar rapi di kanan kiri jalan dengan pemandangan perkebunan anggur yang membentang hingga sejauh mata memandang. Tempat yang tenang tanpa kebisingan, benar-benar seperti mimpi untuk dapat di singgahi.
Tristan sengaja mengendarai mobil dengan kap terbuka agar Kimmy bisa ikut menikmati keindahan tempat kelahiran kakeknya. Tristan suka Tuscany, meski dulu dia hanya diperbolehkan berkunjung sekali dalam setahun namun semua momen di tempat ini memang tidak akan pernah terlupakan baginya. Ayah Tristan tidak pernah akur dengan sang kakek, karena itu Tristan hanya di beri waktu terbata
Tristan sudah memperhatikan Kimmy sejak pertama kali gadis itu di bawa masuk ke dalam barnya dengan belahan gaun merah menggoda dan jemari yang tidak pernah lepas dari genggaman erat kekasihnya. Tristan menyukai wanita itu dan harus mendapatkannya. Memang hanya Tristan yang tahu apa alasannya, atau jangan -jangan selama ini dia sendiri juga tidak menyadari keinginannya sendiri. Tristan masih berusian tujuh belas tahun ketika salah seorang teman wanita ayahnya menyusup masuk ke kamarnya. Seorang wanita muda yang kira-kira seumuran Kimmy sekarang, dengan rambut gelap dan kulit eksotik yang indah. Tristan masih setengah tertidur ketika wanita itu tiba-tiba sudah menyentuhnya. Awalnya Tristan hanya terkejut, karena walaupun ia sudah biasa menyaksikan ayahnya mergumul dengan banyak wanita. Tapi Tristan sendiri memang belum pernah disentuh
Akhirnya Tristan membawa Kimmy pulang ke rumah keluarganya, dan Kimmy sepertinya juga menyukai semuanya. Kimmy suka dengan rumah tiga lantai dengan disain klasik tersebut, dari kejauhan saja sudah terlihat cantik seperti castel di atas bukit. Sama seperti kebanyakan bangunan di tempat ini, dinding luarnya terbuat dari batu bata coklat yang tidak di plester dan seperti dibiarkan alami seperti itu tapi nampak elok dengan tanaman rambat yang daunnya juga sedang menguning. Ada pekarangan yang sangat luas karena rumah tersebut memang agak terpisah dengan rumah-rumah penduduk. Walaupun agak sepi tapi nampak terawat, terlihat dari pagar-pagar tanaman yang di pangkas rapi bahkan bunga-bungan yang menempel di dinding pagar."Tristan, ada berapa orang di rumah ini?" tanya Kimmy masih agak heran karena rumah tersebut nampaknya memang terlalu besar jika hanya di huni satu keluarga.
Kimmy sempat duduk sebentar untuk memastikan apa ponselnya masih berfungsi. Setelah memasang baterainya yang sempat tercecer ia segera menghidupkannya lagi. Kimmy lega karena ternyata layarnya berhasil kembali menyala. Buru-buru dia keluar menyusul Tristan dan belum sempat membalas chat dari tunangannya. karena jujur saja Kimmy masih belum sempat berpikir dan tidak tahu harus membalas apa."Kemarilah, Kim."Tristan menarik Kimmy untuk menciumnya sebentar sebelum kemudian mengijinkan gadis itu duduk di kursinya sendiri."Kau mau teh atau kopi?" Tristan tahu Kimmy tidak minum anggur jadi tristan juga berusaha untuk tidak menyentuh minuman jenis itu ketika bersama Kimmy."Aku bisa minum kopi di pagi hari.""Biar kusuruh pelayan untuk membuatkannya untukmu." Tristan sudah hendak mengetik pesan di ponselnya saat Kimmy menghentikannya."Tidak usah aku bisa minun yang ini saja." Kimmy sudah meraih cangkir Tristan dan ikut meminumnya sedikit. Kemudi
Tristan benar-benar mengantarkan Kimmy sampai ke Singapore untuk menemui tunangannya."Maukah kau menemaniku minum sebentar?" tanya Tristan. "Hanya menemaniku, untuk yang terakhir.Kimmy tidak tahu kenapa rasanya bisa begitu sakit hanya dengan menatap Tristan. Kimmy mengangguk.Tristan menyuruh sopir yang menjemput mereka untuk langsung ke salah satu klub malam miliknya di kawasan Marina Bay Sands. Sebenarnya Kimmy juga baru tahu jika salah satu klub malam terbesar di Asi Tenggara itu adalah miliknya. Jujur saja Kimmy agak pusing jika harus masuk ke tempat hiburan seperti itu. Walaupun begitu banyak macam hiburan yang di sajika di klub malam tersebut, termasuk biang lala dan beberapa permainan dewasa yang agak luar biasa untuk berada di dalan sebuah klub malam, tapi tetap saja tidak pernah cocok dengan gaya Kimmy yang memang lebih suka suasana tenang. Dia lebih suka suasana seperti minum berdua di balkon atau di sofa ruang keluarga yang hangat. Dunia Tristan mem
Hanif yang akhirnya mengantarkan Kimmy pulang ke Indonesia dan sekaligus kembali menemui kedua orangtua Kimmy. Hanif bercerita jika setelah menikah nanti dia juga akan keluar dari perusahaan dan akan mulai merintis miliknya sendiri. Dia meminta doa dari kedua orang tua Kimmy dan meminta ijin untuk mengajak putri mereka berjuang bersama merintis dari awal.Hanif memang bukan anak yang terlahir dari keluarga kaya raya seperti Tristan Murai, tapi dia adalah pria yang gigih. Karena itu Kimmy selalu percaya dan yakin jika Hanif akan tetap sukses di manapun ia berada. Jika pria seperti itu mengharapkan dukungan darinya, tentu bertapa sangat beruntung dirinya sekarang."Kuharap kau tidak keberatan?" kata Hanif setelah mereka hanya berdua."Kadang aku masih merasa tidak pantas mend
"Buatkan aku minuman seperti yang diminum Tristan!" perintah Kimmy pada Bartender muda di depannya.Sepertinya pemuda itu masih terkejut mendapati kedatangan Kimmy yang hanya seorang diri. Tapi dia masih ingat jika wanita itu adalah wanita yang kemarin datang bersama Tristan Murai. Wanita cantik bergaun merah yang terlalu disayangkan untuk datang seorang diri ke dalam bar.Kimmy sendiri juga tidak mengerti bagaimana dirinya tiba-tiba bisa berada di tempat itu. Sebenarnya Kimmy tidak pernah tahu seperti apa rasanya minuman berbuih aneh itu tapi Kimmy memang sedang tidak perduli. Mungkin dia hanya sedang ingin melupakan semuanya. Kimmy baru tahu jika sebuah sakit hati bisa membuat seseorang ingin hilang ingatan, mungkin seperti ini juga yang di alami Tristan kemarin ketika hilang ingatan."Buatkan semua yang biasa di minum Tristan!"Bartender itu mendongak untuk memperhatikannya sebentar sebelum kemudian mengangguk dan melanjutkan kegiatannya. Pemuda itu me
Pagi harinya Kimmy bangun dengan sakit kepala yang luar biasa. Kimmy mulai menggeliat sambil mengeluh mencengkram kepalanya yang seperti ditindih beton."Minumlah dulu agar kau bisa bangun."Kimmy masih tidak terlalu memperhatikan siapa yang sudah menyodorkan kapsul dan air mineral. Kimmy hanya langsung meminumnya dengan patuh karena cuma ingin rasa berdenyut-denyut di kepalanya segera lenyap. Dia coba memejamkan matanya sejenak dan baru setelah itu ia sadar jika Tristan Murai yang sedang duduk di depannya. Sepertinya pria itu baru mandi karena rambut di kepalanya masih basah dan juga masih mengenakan jubah mandi. "Bagaimana aku bisa berada di sini?" tanya Kimmy sambil melihat ke sekeliling, dia langsung tahu jika mereka sedang berada di kamar hotel.
Kimmy sedang duduk di sofa ruang tengah apartemen tunangannya, masih dengan mengenakan jubah mandi. Karena memang hanya benda itu yang dia temukan untuk membungkus tubuhnya dan kabur dari hotel mengunakan taksi. Kimmy memiliki akses untuk masuk ke apartemen tersebut dan saat dia datang tempat itu sedang sepi. Hanya ada kaus kaki anak perempuan dan topi bulu kuda poni yang masih tergeletak di sofa. Kimmy sengaja menunggu, entah untuk apa jika sebenarnya dia sudah tahu jika hanya akan membuat dirinya marah. Perasaannya sedang campur aduk dan tidak bisa ditata lagi.Setelah menunggu hampir satu jam akhirnya Hanif datang. Kimmy melihat bang Hanif sangat terkejut ketika melihatnya. Sepertinya mereka tadi memang tidak sadar jika ada Kimmy yang sedang menunggu karena itu mereka masih terdengar bercanda ketika baru membuka pintu.Mereka datang bertiga, terlihat manis seperti keluarga sempurna yang baru pulang dari pantai mengajak putrinya bermain pasir. Kimmy melihat mer