Sesampainya di rumah, kebetulan rumah sedang sepi. Kimmy lega karena tidak perlu menjawab pertanyaan atau berbohong pada siapapun, dia langsung masuk ke kamar dan menjatuhkan dirinya sejenak di atas tempat tidur sambil memandangi langit kamar dan berpikir.
Mustahil, Kimmy benar-benar sudah tidak ingin lagi bertemu Tristan, apa lagi bekerja untuknya. Sudah cukup bagi Kimmy. Seharusnya sekarang dia lega karena ini sudah berakhir, tapi kenapa rasanya tetap ada yang tidak benar?
Karena masih saja gelisah akhirnya Kimmy kembali bangkit untuk berjalan ke kamar mandi. Setelah mandi untuk membersihkan tubuhnya yang serasa semakin menjijikkan dan tetap terasa kotor meskipun sudah ia gosok dan ia cuci berulang-ulang akhirnya Kimmy menyerah. Dia terduduk di atas penutup toilet cukup lama untuk berpikir namun tetap tidak juga membuatnya lega.
Bagaimana Kimmy bisa mengusir semua bayangan kotor itu dari kepalanya. Kimmy bi
Hanif, Kimmy, dan Tristan duduk di beranda sambil menyaksikan anak-anak yang sibuk bermain dengan kuda poni. Al juga sudah lama tidak bertemu Sofia, nampaknya mereka juga sudah sangat rindu hingga sepertinya belum mau berpisah ketika Hanif hendak mengajak putrinya untuk pulang. "Menginaplah, Bang, mereka sudah lama tidak bertemu biarkan lebih puas bermain dulu." Tristan juga menawarkan kamar tamu yang dekat dengan kamar putranya di lantai dua, karena Al juga merengek ingin tidur bersama bang Hanif. Dulu Kimmy memang sering membiarkan putranya menginap di tempat Bang Hanif jika dirinya sedang bepergian untuk pekerjaannya. Meski bukan darah dagingnya sendiri tapi Hanif tetap menyayangi Al seperti putranya dan bocah laki-laki itu juga sudah biasa bermanja-manja padanya sejak bayi. Bang Hanif akhirnya setuju untuk kembali ke hotelnya beso
Menjelang akhir musim semi udara malam terasa semakin hangat, bercinta bisa menjadi kegiatan yang semakin menyenangkan karena mereka tidak perlu merasa khawatir bakal menggigil kedinginan meskipun tidur tanpa pakaian sampai pagi. Tristan sengaja membuka semua pintu balkon dan membiarkan udara malam ikut masuk menemani mereka berdua bergelung dalam gairah. Kimmy sudah terasa begitu lembut dan manis, menyambut dengan antusias setiap sentuhannya dengan begitu menyenangkan. Lenguhan rendahnya terlalu menggoda untuk di abaikan, Tristan tahu di mana wanita itu paling suka untuk di sentuh dan di manjakan. Tristan kembali menekan pinggul Kimmy yang sedikit terangkat karena sama-sama sedang tidak sabar ingin segera diselesaikan."Sabar, Sayang." Tristan baru saja hendak memasukinya ketika tiba-tiba Kimmy menjentikkan jari menyuruhnya untuk berhenti.
Sudah hampir tengah malam ketika hujan akhirnya reda, Kimmy dan Tristan sampai harus mengendap-ngendap masuk kerumah mereka sediri seperti pencuri yang takut tertangkap basah. Tristan membawa Kimmy melewati tangga putar dari samping menara ruang kerja kakeknya. Dari situ ada lorong sempit yang akan berujung pada pintu darurat dari kamarnya. Bahkan Kimmy sendiri tidak tahu jika ada pintu keluar lain dari kamar mereka. Karena jarang di lewati jadi lorongnya gelap tanpa penerangan dan agak berdebu. Belum apa-apa Kimmy sudah terbersin-bersin dan membuat Tristan menciumnya kemudian tertawa."Jangan berisik nanti kita ketahuan" seolah mereka berdua benar-benar remaja nakal yang sedang menyusup keluar dari kamar.Kimmy terbersin lagi dan Tristan menciumnya sekali lagi sebelum buru -buru menarik Kimmy melewati lorong.
"Siapa Arneta Seymour?" tanya Tristan pada Philippe yang baru duduk di depannya. "Maaf Tuan, apa maksud Anda?" Kelihatanya Phillippe langsung panik dengan pertanyaan mengejutkan tersebut, apa lagi dengan cara Tristan menatapnya kali ini. Mereka sedang berada di ruang kerja tuan Murai yang pastinya Tristan juga tidak sedang main-main sampai sengaja memanggilnya kemari. "Wanita yang dimakamkan tepat di sebelah kakekku." "Dia putri Sharlote," gugup Phillippe. "Apa hubungannya dengan kakekku?" Tristan tidak bodoh dan tahu jika kakeknya tidak akan menempatkan orang sembarangan di sebelahnya. Philippe merasa jika dirinya semak
Sudah lewat tengah hari ketika mereka semua tiba di Tuscany dan langsung menuju rumah keluarga Murai. Kedua orangtua Kimmy sepertinya juga nampak terkagum-kagum dengan keindahan perbukitan dan ladang-ladang anggur yang mereka lihat di sepanjang perjalanan tadi. Al juga tidak berhenti berceloteh sendiri sambil bernyanyi-nyanyi riang. Kimmy lega karena putranya tidak rewel, karena ini merupakan perjalanan jauh pertama baginya."Nanti akan kuajak berkeliling perkebunan dan gudang anggur," bisik Tristan pada putranya yang mengintip dari jendela.Tristan memiliki warisan perkebunan yang sangat luas dan sebuah rumah penghasil anggur ternama yang sekarang di kelola oleh beberapa teman kepercayaan kakeknya. Karena Tristan sendiri sudah tidak memiliki waktu untuk mengurus semua itu.Begitu mereka sampai para pengurus rumah berbaris menyambut mereka di halaman. Tristan memperkenalkan mereka satu-persatu karena sudah menganggap mereka semua layaknya keluarga. BibiSha
Hari masih pagi ketika keributan kembali terjadi. Philippe datang ke rumah Kimmy bersama seorang pria bersetelan rapi yang katanya petugas KUA. Baru kemarin Tristan membahas perkara pernikahan dan tentu saja Kimmy tidak menyangka Tristan serius dengan ucapannya tentang menyuruh Philippe."Tristan ini pernikahan kenapa kau tidak bicara dulu denganku?" protes Kimmy."Sepertinya aku sudah bicara padamu kemari."Kimmy langsung menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Ya, tapi..." tiba-tiba Kimmy jadi tidak bisa melanjutkan kata-katanya sangking keterlaluannya pria itu.Umumnya orang memang akan ribet jika membahas pernikahan tidak seperti Tristan Murai yang cuma hanya seperti sekedar membahas liburan di akhir pekan. Tapi masalahnya dari dul