Share

Bab 2

"Maafkan anak Mama ya Sayang!" ucap Ambar malam itu, sambil menangis, memeluk menantu kesayanganya itu.

Drajat Papa Farhan juga hanya dapat menghela nafasnya kasar, sambil menatap iba, ke arah  Aisyah, menantunya.

"Farhan benar-benar keterlaluan, dia bahkan tak mendengarkan nasihat Papa dan Mama. Dia ngotot akan tetap menikahi Gendis." raung Ambar, merasa kecewa dengan keputusan putra sulungnya.

"Aisyah tidak apa-apa kok Ma.." jawab Aisyah berusaha tidak menangis di depan mertuanya.

Ia ingin bersikap tegar, dengan masalah yang sedang ia hadapi.

"Mama benar-benar malu kepada Abah dan Umi kamu, Nak. Juga keluarga besar kamu yang lain, apa yang akan mereka katakan, jika tahu dengan masalah ini?!" ucap Ambar, masih berderai air mata.

"Padahal dulu Mama yang ngotot untuk menjodohkan kalian kepada Ummi Salma, tapi sekarang? Ya Allah.. mereka pasti sangat kecewa kepada kami Nak.." ucap Ambar lagi, menggenggam kedua tangan sang menantu.

Aisyah hanya dapat tersenyum getir mendengar itu.

Ia memang tidak menceritakan masalah ini kepada kedua orangtuanya.

Aisyah tidak mau membebani pikiran Abah dan uminya yang sudah mulai sepuh.

Jadi untuk sementara ini, ia masih menyimpan rapat-rapat, semuanya sendirian.

"Farhan mana?" tanya Drajat, Papa Farhan.

"Mas Farhan belum pulang Pa, katanya malam ini dia harus lembur." jawab Aisyah, berusaha tenang dan baik-baik saja.

Drajat dan Ambar saling berpandangan dengan tatapan kesal. 

Berarti Farhan belum berkata jujur kepada istrinya, jika sebenarnya mereka sudah melaksanakan pernikahan secara Sirri, karena permintaan Gendis, yang tidak mau menunda pernikahan mereka.

Ya Allah Aisyah..kami jadi semakin merasa bersalah kepadamu.. Ambar menatap wajah menantunya iba. Tapi ia juga tidak sanggup untuk mengabarkan berita itu, kepada Aisyah.

"Umi, ayo kita makan..Akbar sudah laper .." seru Akbar, yang tadi asik dengan mainan yang di bawakan oleh kakek neneknya, kini mulai merengek karena lapar.

"Kebetulan Papa dan Mama ada disini, kita makan malam bareng yuk, Aisyah sudah masak tadi." Ajak Aisyah, sembari tersenyum.

Tak mau mengecewakan menantu kesayangan mereka, Ambar dan Drajat bangkit dari duduknya, mengikuti Aisyah ke ruang makan.

"Masya Allah..ini semua kamu yang masak Nak?" tanya Ambar saat melihat hidangan di meja makan, yang sudah penuh dengan masakan lezat, dan terlihat begitu menggugah selera.

Aisyah terkekeh pelan.

"Tadi di bantuin Mbok Jum kok Mah, waktu masak." jawab Aisyah, menyebut nama pembantu rumah tangganya, yang selalu datang pagi, dan pulang sore.

Sebenarnya Aisyah tak terlalu membutuhkan bantuan pembantu, untuk ukuran rumah nya yang tak terlalu luas.

Tapi karena kasihan dengan wanita yang memiliki 4 anak itu, akhirnya Aisyah menerimanya bekerja.

"Farhan itu benar-benar sudah di butakan oleh si Gendis! sudah punya istri cantik, Sholeha, pintar masak pula! tapi masih saja tertarik dengan perempuan lain!" gerutu Ambar sangat kesal.

Drajat segera mencolek pinggang istrinya, untuk tidak membahas itu di depan anak-anak.

Tapi sayangnya, Arash sudah paham dengan kondisi yang sedang terjadi di rumahnya.

Abinya yang mulai jarang ada waktu untuk mereka, dan sering pulang terlambat.

Dan juga ia yang sering memergoki uminya, yang menangis diam-diam.

Arash yang sudah mulai beranjak remaja, mulai mengerti, jika sekarang Abinya telah mempunyai perempuan lain, selain uminya.

Arash memang tidak pernah mengatakan apapun kepada Uminya, apalagi bertanya tentang Abinya.

Ia hanya dapat meringankan beban uminya, dengan bersikap patuh, dan membantu menenangkan Akbar, yang terkadang masih suka rewel.

Akhirnya mereka pun makan malam dalam diam.

Hanya ada suara sendok dan garpu, yang berdenting, beradu dengan piring yang berisi makanan, sesekali terdengar suara Akbar yang merengek menanyakan Abinya, yang tak kunjung pulang.

"Mama mohon, jangan berpisah dari Farhan ya Sayang.. Mama janji, akan selalu mengingatkan Farhan, supaya terus bersikap adil terhadap kalian nantinya." ucap Ambar sebelum pulang.

Aisyah hanya tersenyum getir, mendengar permintaan mama mertuanya itu.

Aisyah mengantar kedua mertuanya sampai teras, dan kembali masuk,  begitu mobil mereka telah benar-benar pergi, dan menghilang di kegelapan malam.

Suara mobil terdengar berhenti di dihalaman, Aisyah melirik ke jarum jam, yang telah menunjukkan pukul 11 malam.

Bergegas ia bangkit dari pembaringan, untuk membukakan pintu suaminya.

"Belum tidur?" sapa Farhan yang wajahnya terlihat begitu lelah.

"Belum Bi, nungguin Abi dari tadi, takut Abi belum makan malam." Jawab Aisyah, masih tetap bersikap biasa saja, dan tetap melayani suaminya.

"Kebetulan Abi memang lapar Sayang, ada makanan?" tanya Farhan, yang tadi tidak sempat makan, setelah menghabiskan waktunya bersama dengan Gendis, di ranjang kehangatan mereka.

 "Ya sudah, Abi ganti baju saja dulu, biar Umi siapkan.." jawab Aisyah.

"Terimakasih Sayang..." jawab Farhan menyunggingkan senyum manis, di wajahnya yang selalu terlihat tampan.

Inilah yang membuat Farhan tidak siap kehilangan Aisyah, walau hatinya sudah terpaut pada Gendis, wanita yang lebih modern dari Aisyah istrinya.

Aisyah sangat berbeda dari Gendis, yang usianya terpaut jauh dari Gendis.

Gendis sepantaran dengan dirinya, sedangkan Aisyah 7 tahun lebih muda dari dirinya 

Gendis adalah sosok perempuan ceria dan suka berkegiatan di luar rumah.

Sedangkan Aisyah lebih kalem, dan lebih suka menghabiskan waktunya di rumah, dan memasak, atau membuat camilan.

Sedangkan Gendis, dia sangat payah di bidang perdapuran.

Oleh karena itu jugalah, secapek apapun, Farhan selalu berusaha pulang untuk makan di rumah, karena ia sudah benar-benar ketagihan dengan masakan istrinya itu.

"Masak apa Sayang?" tanya Farhan yang sudah terlihat segar, dengan rambutnya yang sedikit basah.

"Masak sup kerang kesukaan kamu Mas, tapi maaf tinggal sedikit lauk pauk nya, karena tadi Mama dan papa kemari, dan ikut makan malam." ucap Aisyah, membuat Farhan seketika kaget dan tersedak mendengar itu.

"Pelan-pelan Bi..." Aisyah segera menyodorkan air putih, dan duduk di sebelah suaminya, menemani makan.

Aisyah memang selalu menemani sang suami makan selama ini, walau hanya sekedar mengajak ngobrol saja, dan itu juga sangat Farhan sukai.

"Oh ya? terus Mama bilang apa!" tanya Farhan sedikit ketar ketir, takut Mama dan Papanya mengungkap kebenaran yang telah terjadi..

Bahwa dirinya telah melakukan akad secara sirri, dengan Gendis ..

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status