Bab 2
Aku terpaksa meletakkan ponselnya kembali, dan ikut tidur di sebelahnya. Sebab, ponselnya dikunci, aku tak mampu melakukan apa-apa. Namun, dari sini saja seharusnya aku mencurigainya. Kenapa segala dikunci handphonenya?
Sudah delapan tahun lamanya kami menikah, tapi baru kali ini aku mengintai semua yang dilakukan Mas Dafa, itu semua dikarenakan kecurigaan bonus yang ia sebutkan jauh berbeda dengan yang didapatkan temannya.Anak kami sedang berada di rumah neneknya, seperti biasa jika sudah liburan sekolah, Kiana selalu diajak neneknya untuk tinggal di sana hingga liburan selesai.***Pagi telah mengeluarkan sinarnya, aku pun mencoba merayu Mas Dafa untuk ikut dalam touring hari ini.
"Mas, aku mau ikut touring boleh, nggak?" tanyaku sambil merapikan tas yang akan ia bawa."Ngapain si? Ke rumah Mama saja, kamu nggak kangen sama Kiana?" tanya Mas Dafa balik sambil menyisir rambutnya yang klimis. Aku perhatikan ia memang sedikit genit, setiap hari setelah mandi ia sisiran hingga terlihat rapi sekali layaknya bujang yang mengalami pubertas."Aku kan kepengen liburan, Mas," sahutku lagi."Sudahlah, Aura, kamu di sini saja, sebentar lagi Mama datang nememin kamu," ucap Mas Dafa membuatku terkejut. Mertuaku hingga didatangkan ke sini? Untuk apa? Kan Kiana ada di rumah neneknya.Akhirnya aku tak mampu menahan ia pergi maupun turut ikut dalam touringnya. Hanya bisa pasrah dan berusaha menepis rasa curiga.Ting ... tong ....Suara bel telah berbunyi, ini pasti mertuaku datang. Mas Dafa yang telah bersiap-siap pun berdiri."Aku saja yang buka pintunya, itu pasti Mama," ucapnya sambil berdiri. Kemudian melangkahkan kakinya dan membuka pintu lebar-lebar."Mah, temani Aura, ya. Kiana di rumah neneknya," pesan Mas Dafa sambil merangkulnya."Manja istri kamu minta temani, tapi cuma sampai siang ya, sore ini Mama ada arisan, nanti malam juga Papa kamu ngajakin keluar, besok ada pengajian pula," jawab mama diiringi dengan celetukan sederet kegiatannya."Mah, seharusnya tak usah repot-repot ke sini, aku sudah biasa sendirian kok," ucapku sembari meraih punggung tangannya."Itu Dafa tadi subuh-subuh nelponin Mama terus untuk temani kamu pagi ini, biar kamu nggak ikut," celetuk Mama Kinan."Mah, ember banget sih mulutnya," celetuk Mas Dafa dengan raut wajah sinisnya."Sudah sana pergi, nanti keburu macet," suruh mama pada anaknya. Aku hanya menghela napas berat, dan memasrahkan semuanya. Aku yakin rahasia sekecil apapun akan terbongkar pada waktunya.***Aku bercermin di depan kaca, delapan tahun menikah akhirnya ia mulai bosan denganku, apa karena tubuhku yang semakin hari kian melebar?
Aku berdiri di depan kaca sambil berputar-putar mengukur lekuk tubuh ini. 'Tubuhku biasa saja, tidak gemuk-gemuk amat, alasan bosan dari lekuk tubuh yang tak indah lagi, rasanya itu mustahil, sebab aku tetap menjaga tubuh ini sesekali untuk perawatan,' gumamku dalam hati.Tok ... tok ...."Aura!" Mama mengetuk pintu sambil berteriak. Kemudian, aku segera membuka pintunya."Ada apa, Mah?" tanyaku setelah membuka sedikit pintu kamar."Mama pulang sekarang, ya. Teman-teman Mama sudah chat nih untuk bagi-bagi tugas bebelian untuk arisan," pamitnya. Aku sontak melihat ke arah jam dinding, ternyata memang sudah sore, pantas saja ia sudah dichat oleh teman-teman sosialitanya."Hati-hati ya, Mah." Mama mengangguk dan menyodorkan punggung tangannya sendiri lalu balik badan untuk pergi.***Mencurigai suami sendiri tapi tak dapat melakukan apa-apa karena terlalu mepet juga mengetahui apa yang terjadi. Semoga saja ada keajaiban untuk membongkar rahasia suamiku dan teman-temannya.
Ting ... tong ....Lagi-lagi bel berbunyi, kuharap bukan mama yang balik lagi karena ada yang tertinggal. Kulangkahkan kaki ini menuju pintu lalu membukanya dengan lebar.
"Sore," ucap wanita cantik yang berdiri tepat di hadapanku. Rambutnya terurai, make up bak artis ibukota, dan usia sepertinya seumuran denganku."Sore, maaf Anda siapa, ya? Sepertinya kita pernah ketemu sebelumnya," ucapku sambil mengingat wajah wanita cantik yang kini ada di hadapanku.BersambungBab 3"Saya ... boleh saya masuk dulu, Mbak," pintanya pelan. Aku yang sedang banyak memikirkan masalah Mas Dafa pun sedikit terkejut."I-iya, boleh, silakan masuk," suruhku sambil membentangkan tangan ini. Kemudian, menyuruhnya duduk dengan menyodorkan tangan ini ke arah kursi."Terima kasih banyak, Mbak. Perkenalkan nama saya Yuri, saya istri dari Aditya, temannya suami Mbak," ucapnya membuatku bernapas lega. Rupanya ia juga seorang istri dari teman kerja suamiku."Oh, pantas saja saya seperti tak asing dengan wajah kamu, rupanya istrinya Adit," jawabku dengan senyum mengembang. Ada perasaan bahagia, ternyata yang datang bukan selingkuhan Mas Dafa, tapi ada rasa cemas juga, khawatir ia ke sini membawa kabar buruk.Aku bangkit hendak ingin menyediakan minuman untuknya. Namun, ia mencegahku dengan menarik lengan ini. "Mbak, tidak usah repot-repot, saya tahu Mbak Aura mau mau ambil minum untuk saya, kan?" tanyanya.
Bab 4[Kita di grup ini sudah biasa melakukan kegiatan ini. Kita lelaki jangan mau berdiri di ketiak istri. Setuju? Untuk yang belum punya selir, dan minat monggo japri.]Salah satu chat di grup yang terlihat bernama Adli.[Emang ada yang batal ikut gara-gara istrinya nggak izinin? Si Dafa apa ya? Dia nggak muncul-muncul dari tadi, padahal dah ditungguin sama ....]Sebuah ledekan dari Dani. Aku ingat kembali, lelaki itu sepertinya memang sering main ke sini.[Kagak, gue ikut, cuma dah ngantuk nih, tambah lagi bini gue juga dah di kamar. Udahlah gue tidur dulu.] Pesan terakhir dari Mas Dafa yang dikirim ke grup club mobil yang ia ikuti.[Ini foto cewek untuk besok, bening kan?] Chat ini yang kubaca ketika Mas Dafa sudah tengah terlelap.Baiklah, lebih baik aku sudahi saja scroll chat mereka. Rasanya malah membuat hati hancur saja, tak ada gunanya menghancurkan hati sendiri, yang terpenting untu
Bab 5"Video sedang joget bersama biduan dangdut, mana bisa ini dijadikan bukti bahwa suami kita selingkuh," cetusku pada Yuri. Ia pun terkejut mendengar penuturanku."Loh, hanya video sedang joget? Aduh bagaimana sih Raka, bukankah aku suruh cari bukti yang dapat menguatkan kita. Nanti kucoba suruh Raka telusuri lagi," ujar Yuri juga turut kesal dengan apa yang kami dapatkan.Yuri meletakkan ponselnya kembali, ia tidak bicara apa-apa pada mata-mata yang telah ia sewa untuk mengintai suami kami yang tengah asik liburan."Emm, kamu tidak berusaha hubungi mata-mata kamu lagi?" tanyaku agak sungkan. Kemudian, Yuri tersenyum sambil melihat ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya."Masih sore, aku yakin sekali mereka masih menikmati suasana dingin bersama teman dan biduan itu, belum melakukan apa-apa di sana, kita tunggu agak malam, ya Mbak," tutup Yuri sembari bersandar di sofa.Aku pun
Bab 6Kulihat wanita usia kisaran dua puluh tahunan menggandeng erat lengan lelaki yang telah bersamaku bertahun-tahun. Sakit dan perih menyayat hati ini ketika wanita itu dengan beraninya bersandar di bahu suamiku. Tak terasa air mata yang sejak tadi tersimpan di sudut netraku pun mengalir perlahan.Aku menghela napas berat, kemudian menyeka air mata yang telah terlanjur tumpah. Ada bayangan sekelebat di mata ini, bahkan menguatkan agar tegar, yaitu sosok anak yang kini berada di rumah orang tuaku. Ya, aku ibu yang kuat, tak boleh cengeng menangisi orang yang tak berguna jadi kepala rumah tangga."Ini ada Adit juga, ia merangkul pinggul wanita seksi berusia muda, sepertinya baru lulus kuliah," ucapku sembari menyodorkan ponsel Yuri. Ia pun meraihnya dengan memasang senyuman kuat, Yuri terlihat tegar, aku harus seperti dia, tak boleh rapuh."Sudah kuduga, dia mencari daun muda, kita lihat saja,
Bab 7"Emm, kita akan menang, Yuri. Kertas itu akan menjadi akhir Dafa dan Adit. Mereka akan menyesal telah mempermainkan kita," tuturku pada Yuri. Ia pun menghela napas panjang sambil tersenyum tipis di hadapanku."Ide bagus, lelaki seperti mereka memang harus dimusnahkan, memang dasar lelaki tak ada puasnya," umpat Yuri terdengar sangat kesal.Setelah mendapatkan kabar dan bukti dari Raka. Kami agak sedikit lega, perlahan semua akan terkuak dan mereka akan malu dengan sendirinya."Aku pamit dulu, ya. Senin kita ke tempat kerja mereka, dan memberikan kejutan spesial untuknya," cetus Yuri sambil merapikan tas yang ia bawa."Iya, mereka akan berakhir esok hari, setelah semalaman bersenang-senang," candaku pada Yuri. Kami pun tertawa lepas seketika, beban dan sakit hati kami lupakan sejenak.Kemudian, tak lupa aku bertukar nomor kontak agar lebih mudah komunikasi nanti
Bab 8Aku segera membuka pintunya sambil menyiapkan alasan jika itu benar mertuaku yang datang.Kubuka pintu dengan lebar, dan setelah melihat sosok yang datang aku pun menghela napas lega."Mbak Kinan, ada apa Mbak?" tanyaku pada tetangga yang datang. Ternyata tetangga sebelah rumah yang ke sini. Kulihat ia membawa mangkuk yang ditutupi piring."Aku masak tumis jamur, cobain deh, Mbak," ucapnya sembari menyodorkan mangkuk tersebut. Aromanya sungguh menggugah selera, pasti enak rasanya. Ya, Kinan memang pandai memasak, tiap kali ia masak aku selalu kebagian mencicipi."Wah, dari aromanya saja sudah bikin lapar, makasih banyak ya," ucapku sambil mengendus-endus makanannya."Itu temannya Mbak Aura?" tanya Kinan. Sebaiknya aku harus
Bab 9"Apa sih teriak-teriak?" tanya Mas Dafa, ia pun bertanya dengan nada sedikit meninggi. Tiba-tiba aku teringat ucapan Yuri, besok adalah hari kehancuran para suami yang berkhianat. Sepertinya tak perlu lah tanyakan celana dalam yang kutemukan dengan memakai otot. Buang-buang tenaga saja."Mas Dafa yang katanya tampan, aku mau tanya ini milik siapa? Kenapa ada di tas kamu?" tanyaku dengan mengangkat kedua alis. Tanganku memegang celana dalam hanya dengan ujung jari. Tak lupa aku tutup lobang hidung ini dengan tangan sebelah kanan."A-anu, Sayang. A-aku pun nggak tahu itu milik siapa, hemm jangan-jangan anak-anak yang lain nih iseng biar kita ribut," elak Mas Dafa dengan terbata-bata.Sudah kuduga, ia takkan mengakui meskipun bukti ada di depan mata. Padahal ada bukti yang lebih akurat lagi sudah dipegang oleh Yuri
Bab 10POV DafaSudah hampir setahun setengah aku menjalani pernikahan siri dengan Ayumi Titta Devi. Seorang gadis desa yang dikenalkan oleh Pak Gilang, atasan di pabrik.Awalnya kami mendirikan club mobil untuk touring sekadar refreshing. Namun, Pak Gilang menyodorkan seorang wanita cantik, muda, dan baby face tentunya.Tidak hanya aku yang disodorkan, semua yang ikut club disodorkan olehnya. Namun, ada beberapa yang menolak dengan alasan belum bisa berlaku adil dengan istri pertamanya.Malam sebelum berangkat touring, ponselku berisik hingga malam. Aku sempat tertidur karena kelelahan, tapi tiba-tiba saja mata ini terbuka kembali. Lalu kulihat layar ponsel penuh dengan notifikasi grup. Kutengok ke arah Aura yang sudah terbaring, terlintas kekhawatiran bila Aura membaca sedikit pesan yang ada di jendela ponselku. Meskipun aku kunci