Sejenak kemudian, maka Ki Tumenggung yang membawa pertanda kuasa Prabu Wijaya Kusuma itu-pun telah membawa Pangeran Ardhakusuma dan memasuki ruang dalam lewat seketheng sebelah kiri.
Tumenggung Wiragiri itu sama sekali tidak menghiraukan, ketika seorang Senapati yang berada dihalaman itu berdesis, “Kenapa dengan Ki Tumenggung itu?,”“Tumenggung Wiragiri mendapat perintah untuk menangkap Pangeran Ardhakusuma” jawab seorang prajurit.“Kenapa?” bertanya Senapati itu pula.“Pangeran Ardhakusuma telah mengganggu ketenangan keluarga Tumenggung Wiragiri. Pangeran Ardhakusuma melepaskan seekor harimau di halaman Tumenggung itu” jawab prajurit yang sudah mendengar persoalan yang terjadi di rumah Tumenggung Wiragiri.Senapati itu mengerutkan keningnya. Namun ia-pun justru telah tertawa tertahan. Katanya, “Dan Tumenggung Wiragiri melaporkannya kepada ayahanda Pangeran Ardhakusuma?”“Ya. Dan Sri Baginda telah memerintahkan Tumenggung Wiragiri untuk menangkap, bahkan dengan pertanda kuasanya” jawab prajurit itu.Senapati itu tertawa semakin keras. Tetapi Senapati itu-pun telah meninggalkannya.Dalam pada itu, setelah melaporkan kepada seorang pengawal dalam yang menyampaikannya kepada Prabu Wijayakusuma, maka Tumenggung dan orang yang menjadi tawanannya dipersilahkannya masuk keruang dalam.Beberapa saat lamanya Ki Tumenggung itu menunggu. Dengan dada tengadah sekali-sekali ia memandangi Pangeran Ardhakusuma yang duduk dengan kepala tunduk. Dilehernya masih tersangkut kain cinde, pertanda bahwa ia adalah seorang tahanan yang menunggu keputusan namun yang berasal dari keluarga terdekat raja. Dibelakangnya dua orang prajurit mengawalnya dengan kebanggaan sebagaimana Tumenggung bahwa mereka telah berhasil menjalankan tugas mereka dengan baik.Mereka menjadi berdebar debar ketika seorang pelayan dalam memberitahukan bahwa Prabu Wijaya Kusuma akan memasuki ruang dalam.Sejenak kemudian, maka Prabu Wijaya Kusuma itu-pun memasuki ruangan yang menjadi hening. Semua orang menundukkan kepalanya, Prabu Wijaya Musuma kemudian duduk diatas sebongkah batu hitam yang dibentuk persegi yang dialasi dengan kulit harimau loreng yang garang.Sejenak kemudian setelah suasana hening mencengkam ruangan itu, terdengar Prabu Wijaya Kusuma bertanya kepada Tumenggung Wiragiri, “Agaknya kau berhasil menangkap Ardhakusuma, Ki Tumenggung?,”“Hamba Sri Baginda,” jawab Tumenggung Wiragiri, “sebagaimana Sri Baginda ketahui, hamba telah menghadapkan puteranda. Pangeran Ardhakusuma yang sebagaimana Sri Baginda perintahkan.”Prabu Wijaya Kusuma mengangguk-angguk. Namun kemudian ia-pun berpaling ke arah putranya dan berseru, “Ardhakusuma. Ternyata kau telah melakukan kesalahan lagi. Sebelumnya aku telah memberimu peringatan. Bahkan aku sudah mengancammu. Karena kau ternyata masih juga berbuat, maka aku akan mengetrapkan ancaman yang pernah aku ucapkan. Kau akan dikurung selama sepekan. Jika kau berusaha untuk melarikan diri karena kau merasa mampu melakukannya, maka aku akan mengulangi hukuman itu dengan kelipatan dua dan bahkan tiga, menurut caramu melarikan diri. Kau memang berkemampuan tinggi, dan bahkan terlalu tinggi bagi umurmu dan kenakalanmu. Tetapi jangan menyangka bahwa kau akan luput dari hukuman.”Pangeran Ardhakusuma mengerutkan keningnya. Namun ia tidak akan dapat membantah. Apapun yang diperintahkan oleh Ayahandanya yang juga penguasa di Saung Galuh, harus dijalaninya.Dalam pada itu, Prabu Wijaya Kusuma pun berkata kepada Tumenggung Wiragiri, “Ki Tumenggung. Serahkan Ardhakusuma kepada yang berkewajiban mengurungnya atas perintahku. Ia dapat ditempatkan dimana saja, karena ia tidak akan melarikan dirinya, diawasi atau tidak diawasi.”Pangeran Ardhakusuma mengeluh di dalam hati. ia sadar, bahwa dengan demikian ia tidak akan dapat berbuat apa-apa. Yang dikatakan oleh Ayahandanya adalah satu ancaman apabila ia berusaha untuk melepaskan diri dari kurungannya.Tumenggung Wiragiri pun kemudian menunduk hormat sambil menyahut, “Hamba akan melakukan segala titah Sri Baginda.”Dengan nada datar Prabu Wijaya Ksuma pun berkata, “Aku ambil kembali pertanda kuasaku.”Tumenggung Wiragiri pun kemudian menyerahkan tunggul kerajaan. Selanjutnya bersama Pangeran Ardhakusuma ia bergeser ke luar dari ruang dalam, diikuti oleh prajurit yang semula mengawal Pangeran Ardhakusuma menghadap.Demikian mereka sampai di luar bilik itu, terdengar Pangeran Ardhakusuma tertawa tertahan. Agaknya sudah terlalu lama ia berusaha untuk mencegah agar ia tidak tertawa, namun demikian mereka sampai di luar pintu, maka terlalu sulit baginya untuk tetap berdiam diri dengan dada yang sesak.“Maaf Tumenggung Wiragiri,” berkata Pangeran Ardhakusuma, “tingkah laku Tumenggung Wiragiri memang sangat menggelikan. Setelah baru saja mengalami kesulitan melawan seekor harimau mabuk. Ki Tumenggung telah melaporkan aku kepada Ayahanda karena Ki Tumenggung merasa tidak akan bisa mengalahkan aku,"Apalagi Tumenggung Wiragiri itu pun pernah mendengar apa saja yang pernah dilakukan oleh Pangeran Ardhakusuma sebagai seorang anak nakal yang kadang-kadang memang tidak masuk akal.Karena itu, maka Tumenggung Wiragiri pun kemudian berkata, “Sudahlah Pangeran. Aku harus segera membawa Pangeran kepada para petugas yang akan mengurung Pangeran untuk waktu sepekan. Pangeran akan dapat berbuat sesuka hati Pangeran di dalam kurungan itu. Tetapi ingat akan pesan Ayahanda Pangeran, bahwa kurungan itu akan dapat berlipat menjadi dua atau tiga kali jika Pangeran berusaha untuk melepaskan diri, diawasi atau tidak diawasi.”“Jangan takut aku lari Ki Tumenggung” jawab Pangeran Ardhakusuma, “aku akan dengan taat melakukan semua perintah Ayahanda. Adalah menyenangkan sekali berada didalam kurungan untuk waktu yang sepekan. Jika tidak demikian, maka bagiku akan sulit sekali mencari waktu untuk beristirahat.”Ki Tumenggung mengerutkan keningnya. Anak ini memang anak yang menjengkelkan sekali. Karena itu, maka ia tidak mau terlibat dalam pembicaraan lebih panjang lagi, yang mungkin akan dapat melepaskannya dari kendali.Karena itu, maka katanya, “Sudahlah Pangeran. Kita akan kehabisan waktu.”Namun, justru Pangeran Ardhakusuma lah yang kemudian berjalan cepat-cepat diiringi oleh dua orang pengawal.Demikianlah Pangeran Ardhakusuma pergi untuk menjalankan hukumannya untuk sepekan dikurung disuatu tempat di dalam istana Saung Galuh.Seorang remaja tampak berjalan agak terburu-buru menyusuri sebuah jalan di tengah rimba. Namun, ia langsung menghela nafas dalam-dalam ketika seorang remaja tanggung mencegat perjalanannya."Pangeran," desisnya"Kau ini lambat sekali, Pawana. Sampai-sampai aku harus menyusulmu hingga keluar gerbang Kota Raja,"ujar Pangeran Ardhakusuma."Apakah Pangeran membebaskan diri dari hukuman Pangeran ?" Pawana malah bertanya."Hukuman itu sudah lewat beberapa hari yang lalu. Sehingga sekarang aku bisa bebas menunggumu disini,"Pawana mengangguk-angguk pelan.“Sudahlah. Kita akan kembali ke Kota Raja. Tetapi Kita tidak memasuki kota lewat gerbang utama” berkata Pangeran Ardhakusuma, “kita akan memasuki kota lewat gerbang samping.”“Kenapa?” bertanya Pawana, “apakah karena Pangeran berjalan bersama aku?”“Tidak” jawab Pangeran Ardhakusuma, “aku telah ke luar lewat gerbang itu. Biarlah para penjaga melihat bahwa aku sudah kembali bahkan bersama seseorang, sehingga para prajurit tidak mempunyai prasangka yang bukan-bukan terhadapku dan melaporkannya kepada eyang Pramanegara.” Pawana hanya mengangguk-angguk saja. Sebenarnya baginya tidak ada bedanya, apakah mereka akan memasuki kota lewat gerbang utama atau bukan.Demikianlah, sebagaimana dikatakan oleh Pangeran Ardhakusuma, maka mereka telah memasuki kota lewat pintu gerbang samping. Para prajurit yang bertugas justru nampak terkejut ketika mereka melihat Pangeran Ardhakusuma lewat di hadapan mereka.“Pangeran” bertanya perwira yang bertugas, “Pangeran pergi dari mana?”Pangeran Ardhakusuma mengerutkan keningnya. Namun ia-pun menjawab, “Sekedar melihat-lihat. Sudah lama aku tidak menyusuri pematang di antara tanaman-tanaman padi.”“Tetapi kami tidak melihat Pangeran ke luar? Apakah Pangeran ke luar dari gerbang yang lain?” bertanya perwira itu pula.“Sejak kapan kau bertugas disini?” Pangeran Ardhakusuma ganti bertanya.“Lewat fajar, kami sekelompok mendapat giliran bertugas di sini” jawab perwira itu.“Dan kawan-kawanmu yang kau gantikan tidak mengatakan bahwa aku ke luar menjelang dini hari?” bertanya Pangeran Ardhakusuma pula.“Tidak Pangeran” jawab perwira itu.“Jika demikian maka biarlah aku yang memberitahu-kan kepadamu. Aku ke luar menjelang dini hari lewat pintu gerbang ini pula. Dan sekarang aku telah memasuki Kota Raja kembali” berkata Pangeran Ardhakusuma.Perwira itu mengangguk-angguk. Jawabnya, “Baik Pangeran. Silahkan.”Pangeran Ardhakusuma tidak menjawab lagi. Tetapi beberapa langkah kemudian ia bergumam, “Ternyata para petugas di gerbang itu sudah berganti orang.”Pawana hanya mengangguk-angguk saja. Sementara kaki mereka berdua sudah mulai menyelusuri jalan-jalan kota.Ternyata Pangeran Ardhakusuma memang seorang yang sudah terlalu dikenal oleh orang-orang Saung Galuh. Di sepanjang jalan banyak orang yang menyapanya, mengangguk hormat dan bahkan berbicara sepatah dua patah kata. Anak-anak muda nampaknya menyukainya dan mengaguminya.Namun nampaknya orang-orang Saung Galuh juga sudah terbiasa melihat Pangeran Ardhakusuma berjalan sendiri atau bersama satu dua orang seperti yang mereka lihat saat itu. Tanpa pengawalan dan tanpa pertanda-pertanda apapun. Bahkan orang-orang Saung Galuh sudah terbiasa melihat Pangeran Ardhakusuma masuk ke dalam pasar dan duduk di dekat pandai besi yang sedang sibuk bekerja. Bahkan agaknya menjadi kesenangan Pangeran Ardhakusuma menunggui pandai besi yang sedang menempa bermacam-macam alat, terutama alat pertanian.Tetapi, sekali Pangeran Ardhakusuma membuat seorang pandai besi kehilangan akal ketika pandai besi itu mencari alat untuk mengambil besinya yang sudah membara untuk ditempa.“He, dimana tanggemku?” ia bertanya kepada pembantunya.Pembantunya menjadi sibuk. Namun tiba-tiba saja sambil tersenyum Pangeran Ardhakusuma mengambil besi yang membara itu dengan tangannya.“Tempalah” berkata Pangeran Ardhakusuma.Orang itu menjadi bingung. Tetapi Pangeran Ardhakusuma berkata, “Jangan takut memukul. Biar saja jika tanganku terkena.”Tetapi pandai besi itu tidak berani mengayunkan alat pemukulnya untuk menempa besi yang telah membara yang dipegangi oleh Pangeran Ardhakusuma meskipun terletak di atas paron.Pangeran Ardhakusuma tersenyum. Sekali lagi berkata, “Tempalah.”Tetapi pandai besi itu menggeleng sambil berdesis, “Tidak Pangeran.”Pangeran Ardhakusuma tertawa. Dilepaskannya besi yang telah membara itu sambil berkata, “Itu tanggemmu berada dibawah tempat dudukmu.”“O” pandai besi itu bangkit. Tanggem yang dicarinya memang berada di bawah tempat duduknya, dan di belakang.“Bagaimana tanggem ini dapat sampai di sini.” geram pandai besi itu, “aku tidak bangkit sejak pagi.”“Tanggemmu memang dapat merayap sendiri” jawab Pangeran Ardhakusuma masih tertawa.Pandai besi itu mengerutkan keningnya. Ia tidak dapat mengerti bagaimana tanggemnya dapat berada di bawah tempat duduknya. Tetapi tiba-tiba ia teringat, ia telah meninggalkan tempat duduknya untuk minum beberapa teguk. Mungkin pembantunya telah berbuat sesuatu dan tanpa sengaja kakinya telah menggeser tanggem itu.Namun dengan demikian, pandai besi itu menjadi semakin kagum terhadap Pangeran Ardhakusuma. Jika Pangeran Ardhakusuma datang menungguinya bekerja, rasa-rasanya pekerjaannya menjadi lebih cepat selesai. Apalagi jika sekali-kali Pangeran Ardhakusuma itu telah menggerakkan tangkai ububan. Rasa-rasanya apinya panasnya menjadi berlipat.Demikianlah Pangeran Ardhakusuma ternyata sering berada diantara orang-orang kebanyakan, sehingga orang-orang itu-pun menjadi akrab dengannya. Namun orang-orang itu-pun menyadari, bahwa kadang-kadang Pangeran Ardhakusuma telah melakukan permainan yang terasa memusingkan kepala banyak orang.Wajah Ki Tumenggung Wiragiri menjadi merah. Tetapi ia tidak dapat berbuat banyak.Dalam pada itu, Pangeran Ardhakusuma dan Pawana-pun telah sampai di istana Padmanegaran. Seperti ketika mereka memasuki Kota Raja, maka mereka-pun tidak mengambil jalan lewat gerbang utama. Tetapi mereka memasuki halaman lewat pintu gerbang butulan.“Aku tinggal di bagian belakang” berkata Pangeran Ardhakusuma.“Apakah Pangeran selalu berada di sini ? Tidak di kasatrian, di istana Ayahanda?” bertanya Pawana.“Aku lebih banyak berada di sini sekarang, Ayahanda memerintahkan Eyang Pramanegara untuk membimbing aku, karena menurut Ayahanda aku adalah seorang anak yang sulit dikendalikan” jawab Pangeran Ardhakusuma.“Dan Pangeran menyadarinya?” bertanya Pawana.“Ya. Aku menyadarinya. Tetapi akupun menyadari, bahwa akupun sulit mengendalikan diriku sendiri. Sekarang aku mencoba mati-matian untuk mengekang diri.” jawab Pangeran Ardhakusuma.Pawana tidak bertanya lagi. Ia tidak ingin pada satu kali, tanpa disadarinya telah menyinggung perasaan Pangeran Ardhakusuma itu.“Nah sudahlah” berkata P
Tiba-tiba Pawana seperti sadar dari sebuah mimpi yang dahsyat. Dengan suara gagap ia menyahut, “Jangan berkata begitu Pangeran. Mungkin Pangeran menangkap sesuatu dengan pengertian yang kurang tepat.”“Memang mungkin. Tetapi aku mempunyai ketajaman panggraita. Biasanya apa yang terasa di dalam hati, akan terjadi sebagaimana aku lihat sebelumnya” berkata Pangeran Ardhakusuma, “demikian juga tentang diriku sendiri.”“Jangan mendahului kehendak Yang Maha Agung” berkata Pawana.“Memang pantang mendahului kehendak Yang Maha Agung, apalagi mencobainya.” jawab Pangeran Ardhakusuma, “tetapi jika isyarat itu datangnya dari Yang Maha Agung, apakah demikian itu dapat juga disebut mendahului kehendaknya?”“Tetapi apakah seseorang dapat menentukan, apakah uraiannya tentang isyarat itu pasti benar? Sebagaimana dilakukan oleh guruku Ki Waskita yang mempunyai kelebihan karena kurnia Yang Maha Agung untuk mengenali gejala dan isyarat yang mampu dilihatnya, sekali-sekali merasa bahwa keterbatasannya seb
Pangeran Ardhakusuma termangu-mangu. Namun ia-pun menjawab, “Di sini tidak pernah ada seekor buaya.”“Aku melihatnya” Pawana menjelaskan.“Dimana?” bertanya Pangeran Ardhakusuma.Pawana termangu-mangu. Namun ia tidak melihat lagi buaya raksasa itu. Kedung itu memang terlalu kecil untuk bersembunyi buaya yang besar itu, meskipun seandainya di bawah batu-batu karang itu terdapat liang yang besar.Sejenak Pawana termangu-mangu. Namun tiba-tiba ia melihat sesuatu yang bergerak di bawah air. Dalam keremangan dini hari, dan dalam suasana yang tegang maka dengan serta merta ia-pun berteriak, “Itu Pangeran. Di sebelah kiri.”Pangeran Ardhakusuma memang berpaling. Tetapi ia-pun kemudian tertawa. Ketika benda di bawah air itu kemudian mengapung, maka yang ada di sebelah Pangeran Ardhakusuma adalah sepotong balok kayu.“Inikah buaya itu?” bertanya Pangeran Ardhakusuma.Wajah Pawana menjadi tegang. Ia tidak sedang melamun ketika ia melihat seekor buaya. Tetapi yang ada kemudian adalah sebatang kay
Pangeran Ardhakusuma yang melihat Pawana termangu-mangu itu-pun kemudian berkata, “Pawana. Kita sudah sampai ke tempat yang ditunjukkan kepadaku. Aku sendiri sebelumnya baru sekali datang ke tempat ini. Tetapi ternyata bahwa aku telah mendapat petunjuk, bahwa belumbang ini akan memberikan arti kepadamu.”“Kepadaku?” bertanya Pawana.“Ya. Bukankah kau berniat untuk meningkatkan ilmumu?” bertanya Pangeran Ardhakusuma.“Ya. Aku kira setiap orang yang menekuni olah kanuragan ingin meningkatkan ilmunya” jawab Pawana.“Baiklah” berkata Pangeran Ardhakusuma, “kau harus bekerja keras untuk mendapatkan ilmu. Kau harus menjalani laku. Dengan laku maka ilmu yang tinggi itu-pun akan menjadi milikmu”Pawana mengerutkan keningnya. Sementara itu Pangeran Ardhakusuma berkata selanjutnya, “Kau tidak dapat mengalami sebagaimana aku alami. Tetapi ternyata bahwa ilmu yang aku terima di dalam mimpi itu-pun seakan-akan merupakan mimpi bagiku. Seakan-akan aku tidak berhak untuk menentukan sendiri, bagaimana
Ketika Pangeran Ardhakusuma telah berada di jalan yang agak banyak dilalui orang, maka ia-pun telah bertanya, apakah di dekat tempat itu terdapat pasar.Ternyata Pangeran Ardhakusuma tidak perlu berjalan terlalu jauh. Memang tidak terlalu jauh terdapat sebuah pasar padukuhan yang meskipun tidak begitu besar, tetapi di pasar itu ternyata telah dijual beberapa tandan pisang.Pangeran Ardhakusuma-pun telah membeli dua sisir pisang raja dan dibawanya ke gumuk kecil yang jarang sekali dikunjungi orang itu. Ia menepati janjinya, menyediakan pisang untuk Pawana. Bahkan ternyata Pangeran Ardhakusuma tidak meninggalkan belumbang kecil itu. Ia-pun telah mencari tempat untuk menunggui Pawana yang sedang berendam diri.Pangeran Ardhakusuma itu-pun telah duduk di sebuah batu yang cukup besar Ternyata meskipun ia tidak sedang menjalani laku, tetapi ia berniat untuk berada di gumuk itu sampai Pawana menyelesaikan laku selama tiga hari tiga malam Namun karena Pangeran Ardhakusuma hanya sekedar berada
Pangeran Ardhakusuma yang masih mempunyai dua buah pisang lagi, telah memberikannya sebuah kepada Pawana sambil berkata, “Makanlah satu lagi. Sebentar lagi pakaianmu akan kering. Dan dengan demikian kita akan dapat berjalan. Mungkin kau akan merasa sangat letih, tetapi jika sampai di Saung Galuh, maka kita akan dapat beristirahat sepanjang kapan pun yang kita kehendaki.”Pawana menerima pisang itu dan memakannya pula. Sementara itu pakaiannya yang basah-pun telah menjadi semakin kering di panasnya matahari yang menjadi semakin tinggi.Ternyata bahwa dua buah pisang itu membuat tubuh Pawana menjadi semakin segar. Karena itu ketika pakaiannya yang basah telah benar-benar menjadi kering, maka keduanya-pun telah berkemas untuk meninggalkan tempat itu.Tetapi sementara itu Pangeran Ardhakusuma masih sempat menanyakan pendapat Pawana tentang tempat itu.“Disini banyak terdapat rusa-rusa kecil” berkata Pangeran Ardhakusuma, “tetapi tentu ada sebabnya bahwa tempat ini tidak pernah didatangi pe
Sementara itu, mereka berjalan semakin mendekati sebuah pasar sebagaimana dikatakan oleh Pangeran Ardhakusuma. Pasar yang tidak terlalu besar. Tetapi di dalamnya terdapat sebuah kedai kecil yang menjual makanan dan minuman.Dalam pada itu, sebenarnyalah bahwa Pawana memang merasa lapar. Karena itu, maka ia-pun merasa kebetulan bahwa Pangeran Ardhakusuma benar-benar mengajaknya singgah di kedai itu.Kedai itu memang hanya sebuah kedai yang kecil. Itulah sebabnya maka tempat duduknya-pun hanya terdiri dari dua buah lincak bambu wulung yang tidak terlalu panjang.Pawana dan Pangeran Ardhakusuma duduk di salah satu dari kedua lincak itu. Keduanya-pun kemudian memesan minuman dan dua pincuk nasi.Ketika keduanya sedang menunggu, maka datanglah ampat orang laki-laki yang bertubuh tegap, berwajah kasar dan keempatnya menyandang golok di lambung. Golok yang tidak terlalu panjang, tetapi cukup besar.Pawana mengerutkan keningnya melihat sikap keempat orang itu. Sementara itu, Pangeran Ardhakusu
"Anak demit." orang itu berteriak. Kemarahannya benar-benar akan memecahkan dadanya. Karena itu, maka tanpa berpikir panjang telah menarik goloknya yang besar meskipun tidak terlalu panjang.Ketiga orang kawannya menyaksikan kejadian itu dengan jantung yang terguncang. Ada keinginan mereka untuk mentertawakan kawannya. Tetapi ternyata mereka-pun telah merasa tersinggung pula oleh tingkah laku kedua orang anak muda itu.Karena itu, maka ketiganya-pun tidak menunggu lebih lama lagi. Ketika kawannya telah mencabut goloknya, maka ketiga orang itu-pun telah mencabut goloknya pula.“Jaga mereka agar tidak melarikan diri” teriak orang yang marah sekali itu, “aku sendiri akan membunuh mereka berdua.”Tetapi yang terdengar adalah suara tertawa Pangeran Ardhakusuma dan Pawana.Kemarahan telah membakar jantung keempat orang bertubuh tegap dan bertingkah laku kasar itu. Apalagi mereka telah memegang golok di tangan mereka.Yang menjadi ketakutan adalah penjual nasi itu. Ia menjadi gemetar dan tubu