Esok harinya saat aku akan pergi mengirimkan hasil rancanganku, Amara datang dengan Matteo ke apartemenku dengan wajah yang serius. “Kak, kak Amara ada apa datang kesini pagi-pagi.” tanyaku heran pada mereka. Kulihat mereka berdua saling berpandangan. Matteo menuntunku duduk, “Aku mendapatkan berita tentang ayah dan keluarga wanita itu....” kalimatnya terpenggal, “saat ini mereka ada dibandara untuk pergi dari negara ini. Kamu harus ikut menemuinya sekarang.” “Baiklah, ayo kita temuin mereka, mungkin kita tidak akan menebak-nebak siapa orang yang akan membalaskan dendam pada keluarga kita.” tapi sesaat aku teringa belum mengirimkan hasil karyaku. “Tapi sempatkah kita kalau pergi mengantarkan hasil karyaku ke Kantor Gedung Seni Pusat? Tanyaku dengan perasaan bimbang. “Kamu belum mengantarkannya?” Ucap Matteo. “Kemarin aku tidak sempat pergi.” Aku hanya menghela napas, karena kemarin aku pulang larut malam bersama Aiden. Kulihat Matteo beberapa kali melihat jam tangannya, seakan w
Setengah jam sebelum pemberangkatan pesawat yang akan ayah tumpangi kami duduk bertiga di ujung ruang tunggu. “Selama sepuluh tahun ini ayah pergi kemana? Apa tak ada keinginan ayah untuk menemui kami?” itu hal pertama yang terlintaas dibenakku untuk aku tanyakan padanya. “Apa kami tidak penting bagi ayah? Apa ayah memilih pergi kepadanya?” “Tidak ada yang terpenting bagi ayah selain kalian, namun selama ini ayah tidak berada dinegara ini. Ini pertama kalinya ayah datang kesini lagi.” Ucapnya penuh sesal. “Apa ayah tak ada waktu untuk sekedar mengunjungi kami atau memberi tahu kabar ayah!” Matteo bertanya dengan sedikit emosi, “karena ayah tahu wanita itu meninggal karena ulah ibu kan? Karena ayah malu untuk menemui keluarga wanita itu?” Matteo menatap ayah tajam, “dimana mereka sekarang, apa ayah tahu tentang keluarga wanita itu? Apa ayah pernah berpikir bahwa kejadian dulu itu mungkin menorehkan luka pada anak wanita itu dan mungkin saja mereka akan membalaskan atas sakit yang dide
Saat kami keluar dari bandara aku seperti melihat sosok yang baru saja ku kenal, dengan berpakaian rapi seperti seorang eksekutif muda dia berjalan dengan percaya diri ke arahku. “Hai, kita bertemu lagi. Memang dunia ini terlalu bermurah hati kepada kita untuk terus saling bertemu.” ucapnya seraya tersenyum menggoda. Aku yang terkejut bertemu dengan Daniel hanya mampu membalas dengan sebuah senyuman. “Siapa dia?” tanya Matteo berbisik sambil menyikut tanganku. “Kenalkan ini kakakku Matteo!” ucapku sambil menunjuk kakakku, “Kak, dia Daniel, orang yang Aiden tabrak!” ucapku polos, dan keduanya serempak menatapku dengan menautkan kedua halis masing-masing, entah apa yang membuat mereka melakukan itu. “Salam kenal!” ucapnya sambil mengulurkan tangan untuk berjabatan. Sedang Matteo hanya menatapnya dingin tak membalas uluran tangannya. “Hehmm.” Matteo hanya mengeluarkan suara lalu melengos meninggalkan Daniel yang terpaku melihat sikap Matteo yang tak peduli padanya dengan tagan masih
P.O.V Mona Chou Hari yang dinantikan para kompetitor akan segera tiba, aku sebagai tamu VVIP dan juga menjadi salah satu penilai mendapatkan undangan khusus. Hari ini adalah hari pengumpulan hasil rancangan para kompetitor, maka kami para penilai datang untuk mengadakan rapat akhir terkait acara besok malam. “Selamat pagi! Anda nyonya Mona Chou?” Tanya seorang gadis berpakaian rapih dengan kartu pengenal yang menandakan dia bagian dari panitia acara. “Ya, betul.” Jawabku singkat “Perkenalkan saya Claudy, saya ditugaskan untuk mengantar anda ke ruangan tamu VVIP yang telah disediakan, anda bisa beristirahat dulu disana sebelum acara dimulai. Mari saya tunjukkan ruangan anda.” gadis itu berjalan didepanku menuju ruangan yang dimaksud. “Silahkan anda bisa beristirahat didalam, ini kunci masuknya! Nanti akan kami hubungi jika semua sudah siap, silahkan anda bisa hubungi panitia apabila ada perlu sesuatu.” “Baik, terimakasih nona.” “Kalau begitu saya permisi.” pamitnya seraya membung
“Nyonya Mona, apa anda baik-baik? Saya lihat tadi anda tidak antusias saat karya-karya para peserta di tampilkan? Biasanya anda orang yang sangat teliti dalam menilai sebuah desain.” Tanya Tn. Smith salah satu juri yang sudah senior dalam dunia fashion sedikit heran sikapku. “Oh, tidak. Aku baik-baik saja! Cuma aku rasa semua desain yang ditampilkan tadi memang sudah baik, yang tiga desain yang aku pilih menurutku itu yang sudah memenuhi penilaian.” Jawabku sambil tersenyum padanya menutupi kecemasanku. Ingin rasanya aku cepat meninggalkan tempat ini, namun ini akan membuat reputasiku diragukan. ‘Sekretaris Koo, bagaimana? Kamu sudah mendapatkan identitas orang itu?’ sebuah pesan aku kirimkan pada sekretarisku. ‘Belum nyonya, dia sepertinya hapal dimana CCTV berada, disemua waktu yang diperkirakan datang perginya sudah ditelusuri namun tak menemukan hasil.’ balasnya. Emosiku semakin tak bisa kukendalikan, namun aku masih ingat saat ini sedang berada dimana. ‘Coba kamu teliti lagi m
Kehidupan Katarina Lee sungguh beruntung, terlahir dari keluarga Lee yang kaya dan terpandang, membuat gadis lain kadang merasa iri kepadanya, ditambah dia mempunyai seorang kakak Matteo Lee yang tampan dan sangat perhatian kepada sang adik satu-satunya itu. Belum lagi memiliki sahabat dan kekasih yang begitu mencintainya membuat kehidupan seorang Katarina sungguh sempurna. Memiliki darah seni seperti ibunya Mona Chou seorang desainer ternama, Katarina mahir dalam merancang pakaian, walaupun masih jauh dengan kemampuan sahabatnya Angela Shin, namun Katarina selalu menjadi yang terbaik setiap mengikuti kompetisi desain pakaian ataupun yang berhubungan dengan mode. “Katy, gimana perkembangan desainmu?” tanya Angela biasa memanggilku dengan sebutan Katy. Kali ini Katarina mengikuti kompetisi desain pakaian yang diadakan oleh perusahaan France mode yang sudah memiliki cabang perusahaan diberbagai negara, apabila terpilih menjadi desainer terbaik dalam kompetisi ini bukan saja nominal uan
Katarina Lee bisa memiliki apapun yang diinginkannya. Anak bungsu dari dua bersaudara itu terkenal manja namun kemandirannya yang mungkin sifatnya diturunkan dari ayahnya. Ketika dia menginginkan sesuatu dia akan berusaha keras untuk mencapai keinginnnya dengan usaha sendiri. Apalagi setelah bertemu dengan sahabatnya sekaligus rekan bisnisnya Angela, Katarina semakin tertantang untuk makin mandiri. Seperti sang kakak yang bisa lepas dari bayang-bayang nama ibunya dia juga bertekad untuk mengikuti jejak sang kakak. Ponsel pintarku berdering, saat ku lihat ada panggilan dari saudaraku Matteo. ‘Tumben dia nelpon’ pikirku heran, biasanya kakakku itu hanya mengirim pesan seperlunya. “Halo, tumben nih ada apa kak?” “Dek, ada waktu gak hari ini? ada yang mau kakak omongin." “Soal apa? Penting? sore nanti sih ada rencana mau ke rumah sakit.” “Ada apa kerumah sakit, kamu sakit de?” Terdengar suaranya cemas. "Sakit apa, Parah? Sekarang saja kakak antar kamu ya! Tunggu sebentar kakak baru ke
Pukul tiga sore Aiden janji datang menjemputku di Montare KidsArt Center, sebuah tempat kursus seni yang difokuskan untuk membentuk keyakinan dan mengembangkan kemampuan anak dalam suasana belajar yang menyenangkan dan tanpa kompetisi. Aku menjadi pengajar disini setahun sebelum wisuda, aku sangat menikmati menjadi pengajar ditempat ini, dan juga ditempat ini pulalah aku dan Aiden dipertemukan. Aku duduk ditaman dekat pos penjaga, karena disini keamanannya ketat jadi setiap anak-anak akan dijemput mereka suka menunggu ditaman sambil bermain. Aiden sudah tahu kebiasaku duduk menunggu di kursi dekat ayunan. Pria tinggi tampan itu sudah membiusku sejak pertama kali bertemu, perhatiannya dan sikapnya membuat kehidupan ini semakin berwarna. “Hai cantik! Sendirian saja.” Sebuah suara merdu membuyarkan lamunanku. Aiden berdiri dibelakangku sambil tersenyum menggoda. Dia mendekatiku lalu tangannya mengusap rambut dan mengecup keningku. “Hai sayang. Loh kenapa gak nelpon saja kalau sudah sa