Lagi dan lagi pria itu kembali mengerang kuat di detik-detik terakhir saat baru saja ia akan memulai kegiatan haram penuh kenikmatan dengan perempuan yang ia temui di club.
"Kenapa sih?" tanya wanitanya, yang bingung saat tiba-tiba saja pria yang baru akan mencumbunya terlihat berniat meninggalkan dirinya.
"Gue gak minat sama elo. Liat aja, gak bangun," ujarnya, sembari memperlihatkan miliknya dengan tak berakhlak.
"Kok bisa? Bukannya tadi udah on. Emang aku kurang apa?" Wanita itu memaksa. Karena bagaimana bisa dia ditinggal begitu saja saat sedang berada di puncak gairah?
Dan apa alasannya tadi?
Gak minat?
Helo ....
Bentuk tubuhnya yang bak gitar spanyol hasil karya dokter bedah yang sudah merenovasinya beberapa tahun lalu di Korea itu, sudah cukup membuat para hidung belang tergoda hanya dengan meliriknya sekilas, dan apa dia bilang tadi, gak minat, katanya?
Dia gak normal atau gimana sih? gerutu hatinya.
"Tapi tadi kamu nafsu banget gitu sama aku. Atau jangan-jangan, kamu." tuduh perempuan yang berprofesi sebagai pembawa acara berita entertainment di stasiun televisi milik keluarga pria yang akan bergulat dengannya.
"Apa?" tantang pria bertatapan mata tajam itu. "Segini cukup gak? Gue kan baru icip-icip doang, kurang baik gimana gue sama elo." Masih dengan sombongnya dia merendahkan perempuan yang hampir ia gauli.
"Jadi beneran gak jadi?" teriak si wanita saat melihat anak pemilik stasiun televisi tempat ia bekerja kembali mengenakan pakaiannya. "Kamu tega ninggalin aku yang udah kamu telanjangin gini?" pekiknya dengan nyaring.
"Salahnya elu gak bikin gue on." Nada suaranya begitu merendahkan wanita bertubuh indah itu, sambil terus mengancingkan kemeja yang ia pakai sejak pagi tadi.
Sebetulnya ia juga sama frustasinya dengan wanita itu, tapi bagaimana pun kuatnya yang ia lakukan untuk kesembuhan dirinya, tetap tak bisa mengembalikan keperkasaannya.
Ingin sekali pria bernama Gery itu membelah kepalanya kemudian membuang memori tentang gadis yang selalu datang tiap kali ia akan melakukan hal-hal yang tidak terpuji itu. Karena setiap kali wajah sendu gadis itu muncul, senjata yang dulu ia banggakan tak lagi bisa difungsikan.
Ponselnya berdering sesaat setelah ia keluar dari kamar hotel, buru-buru ia mengangkat nama dari salah satu detektif yang ia sewa.
"Apa?" sengitnya, yang mulai bosan dengan jawaban yang biasanya hanya membuatnya kecewa.
"Saya menemukannya," jawab pria di seberang telepon itu cepat, sebelum kliennya yang cerewet itu melantunkan siraman rohani.
"Kamu lagi tidak sedang bercanda denganku kan?" Pasalnya sudah lebih dari dua tahun mencari keberadaan gadis itu tapi hanya berita tanpa bukti saja yang ia dengar.
"Tidak, Pak. Saya benar-benar menemukannya," jawabnya tegas.
"Tahan Penyihir itu, kalau perlu langsung pakaikan dia gaun pengantin biar aku bisa langsung bayar tunai perempuan itu." Gery langsung berlari tergesa-gesa menuju pintu lift.
Akhirnya setelah dua tahun mencari gadis yang membuatnya hampir gila ini, ia bisa mendengar berita baik tentang keberadaan dirinya.
"Tapi, Pak ...."
"Jangan pake tapi-tapi, kalau kamu takut, minta bantuan orang Pak Ustadz biar perempuan itu gak kabur lagi, gue curiga dia punya ilmu gaib, sampe bisa ngilang gitu." Bahkan Gery harus berteriak agar orang suruhannya itu menuruti perintahnya. "kirim lokasinya sekarang!" pekiknya.
Laki-laki yang ada di seberang telepon itu terdengar mendesah. "dia sebetulnya selama ini disembunyikan Mommy Anda di salah satu apartemen miliknya.
"APA?"
Awal Mula Takdir BekerjaDua tahun lalu…Rasanya Gery mulai bosan dengan pembahasan ini, pembahasan yang terus berulang dari waktu ke waktu, bahkan sekarang pembahasan itu mulai sering terdengar dari mulut sang kekasih."Bisa gak kita gak bahas ini terus?" ucapnya dengan nada kesal."Dan bisa gak kamu pertimbangkan usulan aku?" balas perempuan cantik bernama Gitsa. "Ini demi kita, demi masa depan kita," ucapnya mengiba."Demi kita?" Dengan sinis dia mengulang ucapan sang kekasih. "Kita apa kamu?""Please, Ger. Jangan kayak gini. Jangan nyudutin aku kayak gitu!" Gitsa mulai mengeluarkan air mata.Dia pun s
Hari pergantian umur adalah satu momen yang begitu ditunggu banyak orang, tak terkecuali gadis cantik bernama Zaskia. Sejak pagi gadis berusia 20 tahun itu terus saja menyunggingkan senyum saat membaca ucapan selamat yang masuk ke akun WhatsApp-nya."Kalau lagi makan simpen dulu hape kamu. Ketauan Ibu bisa marah dia," ujar Bapak."Kan mumpung gak ada Ibu, Pak. Lagian boleh lah setahun sekali aku makan sambil mainin hape. Orang lagi ulang tahun mah, bebas Pak," ujar gadis cantik itu seraya memamerkan rentetan giginya yang rapi."Kamu ulang tahun hari ini?" Bapak tua itu terlihat kaget."Iya, Pak. Hari ini aku 20 tahun. Udah 20 tahun Pak!" Serunya dengan riang.Tapi tidak dengan pria bernama Kusdi itu, meski wajahnya memancarka
Pening, itulah yang pertama kali Kia rasa saat membuka matanya hingga ia harus memegang kepalanya kuat-kuat. Sepertinya ini masih dalam mimpinya, pikir Kia ketika melihat seorang pria tampan duduk bersandar sambil melipat tangan di dada dengan kedua matanya terpejam. Dia lah bosnya, sang pemilik kafe tempatnya bekerja. Jadi ini pastilah mimpi, karena tak mungkin bosnya itu ada dalam kamarnya.Eh, tunggu!Ini bukan kamar tidur di kontakannya, kamar bernuansa putih dengan aroma menenangkan ini begitu asing di ingatan Kia. Jadi sekarang dia ada dimana?Cepat-cepat Kia bangun dari tidurnya tanpa aba-aba, dan itu membuat sekujur tubuhnya seperti dialiri sengatan listrik yang cukup menyakitkan terutama di bagian kakinya. Jadi ruang tidur ini adalah sebuah ruang rawat inap rumah sakit.
Belum sampai Gery mengiyakan apalagi menjelaskan perihal yang terjadi, pintu kamar rawat inap diketuk, diiringi ucapan salam.“Waalaikumsalam,” jawab Kia dan Gery hampir bersamaan.“Itu suara ibu saya, Pak.” Sambil tersenyum senang. “Bu, masuk, Bu!” panggil gadis itu dengan senyum yang masih melekat di bibirnya.“Biar saya yang buka pintunya!” ucap Gery saat melihat sang pasien akan beranjak turun.Seorang wanita yang tidak terlalu tua berdiri di depan pintu kamar dengan sebuah kantong plastic putih di tangan kirinya.“Punten, Mas. Ini kamarnya Zaskia?” tanya ibu itu dengan logat Sunda yang khas. Matanya nampak sembab.&nb
Gery meminta izin untuk keluar sebentar kepada kedua wanita yang saat itu sedang menikmati makan siang mereka, “saya izin keluar dulu, mungkin nanti sore atau malam saya balik lagi. Ada yang harus saya urus sebentar,” ucapnya dengan sopan.“Iya, istirahat aja yang cukup, jangan sampe nak Gery ikut sakit juga,” jawab ibu dengan nada khawatir. “jangan khawatirin Kia, denger kan kata dokter tadi kalau besok Kia udah boleh pulang, jadi sekarang nak Gery pulang aja, ya! Jangan terlalu tergesa-gesa. Karena biasanya yang tergesa-gesa itu kurang baik hasilnya, wanita itu cuma butuh tindakan nyata tanpa perlu banyak ungkapan kata. Ngerti kan maksud ibu?” lanjut Ibu sambil menepuk-nepuk lengan Gery.Gery dengan bodohnya malah mengangguk seolah menyetujui semua nasihat yang keluar dari mulut wanita tua itu, meskipun sebetulnya tak ada yang bisa dia simpulkan dari nasihat tersebut. Dan segera dia meninggalkan kamar pasien tersebut.Selang satu jam sejak kepergian Gerr
“Elu mau sampe kapan ngejogrok di sini?” tanya sahabat Gery.“Bentaran ngapa Mbek. Gue bingung harus ngejelasin dengan cara apa ke mereka kalau sebetulnya gue yang bikin bokapnya si Kia koma,” keluh Gery sambil menyeruput tetes terakhir kopi pahitnya.“Yaelah, apa susahnya tinggal bilang, ‘bu, sebetulnya saya yang tabrak motor suami ibu semalem, dan dari lubuk hati ...’” “Gak usah pake lubuk hati, lubuk hati, nanti lubuk hati mereka salah penerimaan lagi,” bentak Gerry.Sahabatnya yang bernama Satria itu hanya cengengesan, melihat kegelisahan di wajah sang sahabat. “Sorry, Nyet gue lupa kalau hati elu kan buluk,” selorohnya, hingga membuat bantal sofa mendarat di wajah tampannya.Seharusnya satria ikut merasa sedih dan prihatin atas musibah yang menimpa sahabatnya, tapi entah mengapa sejak awal Gery bercerita tentang awal mula musibah itu tercipta, hingga terjadinya kesalahpahaman antara Gerry dan korban, Satria malah tidak bisa men
“Makasih Pak,” ujar Kia pada sopir keluarga Chen yang mengantarnya pulang ke kontrakan. Awalnya ia menolak dengan halus tawaran mommy bosnya untuk diantarkan pulang oleh sopir keluarga itu, malu rasanya harus menerima semua kebaikan yang sudah diberikan keluarga kaya raya itu untuknya, yang hanya mengalami cedera ringan. Tapi nyatanya tak mudah bagi Kia dan ibunya untuk menolak tawaran Nyonya Chen, karena mommy bosnya itu malah mengiba agar Kia mau diantar pulang. Jadi mau bagaimana lagi, dengan sedikit rasa terpaksa Kia akhirnya menerima tawaran baik itu. Untung saja sekarang dia sudah tahu fakta yang sebenarnya, karena jika tidak, makin besar kepala saja Kia diperlakukan baik oleh mommy bosnya.“Tunggu Mbak!” cegah sopir itu sebelum Kia dan ibunya masuk ke dalam kontrakan.“Kenapa? Ongkos?” tanya Ibu dengan polosnya.“Zbukan,” jawab si sopir cepat, sambil membuka bagasi belakang. “Ini dari Ibu Rossi, ada sedikit bingkisan kecil darinya.” Sambi
Sebetulnya bukan mau Gery jadi seperti ini. Masalah jadi tambah runyam saja sejak Kia memintanya untuk menjadikan semua biaya rumah sakit Pak Kusdi sebagai piutang, karena Gery memang tulus ingin membantu mereka sebagai bentuk penyesalan dirinya. Masa bodoh lah Kia akan membayar utangnya dengan cara apa nantinya, bahkan Gery dengan bodohnya sempat ikut menghitung jumlah populasi ternak kambing keluarga gadis itu di tiga tahun ke depan, jika dalam satu tahun induk kambing melahirkan 3 ekor anak, maka dari empat ekor kambing ada sekitar 12 anak kambing dalam satu tahun, belum lagi kambing yang melahirkan kembar, tambah banyak lagi kambing yang akan keluarga Kia miliki dan jika dikalkulasikan jumlah itu dalam tiga tahun, hasilnya adalah… Gery langsung tersadar dan segera berhenti menghitung jumlah mereka. Buang-buang waktunya saja. Sudah 20 menit dari jam kerja Kia dimulai, tapi gadis itu belum juga tercium baunya. Gerry yang memang akhir-akhir ini lebih banyak