Home / Horor / BONEKA KEMATIAN / TANPA JEJAK

Share

TANPA JEJAK

Author: Alya Snitzky
last update Last Updated: 2025-04-27 02:25:27

Daru berdiri mematung di depan pintu apartemen IPTU Restu. Matanya menatap kosong ke arah garis polisi yang membentang, membatasi tempat itu dari dunia luar. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan hatinya yang terasa semakin berat.

"Kamu yakin ingin masuk, Komandan?" tanya Yudistira dengan suara ragu. Ia tahu, dua kematian rekan sesama polisi berturut-turut bukanlah hal yang mudah diterima.

"Aku harus memastikan sendiri," jawab Daru. Suaranya tegas, meski terdengar ada kelelahan yang dalam di baliknya.

Dengan pelan, Daru mendorong pintu apartemen itu. Tidak ada tanda-tanda kerusakan. Tidak ada bekas congkelan di kunci atau jendela. Semuanya terlihat ... biasa saja. Seperti tidak pernah terjadi apapun di sana.

Daru melangkah masuk. Aroma antiseptik dari penyemprotan pembersih TKP masih terasa kuat. Ia memandang sekeliling ruangan yang tampak rapi, bahkan terlalu rapi untuk sebuah tempat kejadian pembunuhan.

"Ini mustahil," gumamnya.

Ia mendekat ke area ruang tengah. Di sana, kar
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • BONEKA KEMATIAN   BUKTI TAK TERBANTAHKAN

    "Reza, kalau ini cuma rekayasa, sumpah, aku bakar semua server di sini!"Yudistira berdiri di depan layar monitor dengan wajah tegang. Matanya membelalak, tangan terkepal, napas memburu. Di layar, tampak rekaman hitam-putih dari sudut rumah Daru—dapur sempit yang tak pernah terlihat istimewa. Sampai malam itu.“Bapak pikir saya sedang bercanda?" sahut Reza dari balik meja kerja, jari-jarinya masih menari di atas keyboard. "Ini hasil retasan dari kamera tetangga Pak Daru. Saya sudah memverifikasi checksum file-nya tiga kali. Tidak ada manipulasi. Bukan deepfake. Ini ... asli.”Daru, yang duduk di sisi lain ruangan bawah tanah mereka, masih terdiam. Wajahnya tertutup bayangan cahaya dari layar, tapi dalam sorot matanya tergambar campuran antara pengakuan dan penolakan. Seolah ia tahu apa yang akan muncul berikutnya—tapi tetap berharap itu tidak terjadi.Di layar, waktu menunjukkan pukul 03.11 dini hari.Pintu dapur terbuka sedikit. Lalu ... boneka Bella muncul. Sendiri. Tanpa siapa pun

  • BONEKA KEMATIAN   MIMPI BURUK KALINA

    "Soraya! Lepaskan itu!"Kalina menjerit dalam gelap. Suaranya menggema di ruang tak dikenal yang dikelilingi kabut dan bayangan. Soraya berdiri beberapa meter darinya, mengenakan gaun tidur putih yang biasa ia kenakan di rumah. Namun ada yang janggal. Wajah anak itu menunduk, tubuhnya gemetar ... dan di tangannya, boneka Bella tergenggam erat."Soraya ... Nak, itu bukan mainan lagi. Mama mohon, kasih ke Mama," ucap Kalina, matanya berkaca-kaca.Anak itu mendongak perlahan. Wajahnya masih wajah Soraya — tapi matanya kosong. Bukan kosong biasa. Gelap, dalam, seolah lubang tak berdasar mengintai di balik pupilnya."Papa ... bilang waktunya balas dendam. Kan, Ma?"Suara itu bukan suara Soraya. Lebih berat, lebih tua. Seperti suara dari kerongkongan yang lupa cara menjadi manusia.Tiba-tiba, dari perut boneka Bella, merayap keluar kabut hitam pekat. Kabut itu berwujud seperti tangan—panjang, ramping, dan menjulur ke arah dada Soraya. Kalina menjerit, berlari ke depan, tapi tubuhnya seperti

  • BONEKA KEMATIAN   LUKA SEORANG AYAH

    Flashback – Lima Tahun Sebelumnya "Aku udah kerja sampai malam, Ratih. Aku nyoba semua cara! Tapi Ayu butuh operasi itu sekarang, bukan nanti!"Suara Bayu menggema di ruang kontrakan sempit yang dindingnya tipis dan lantainya lembap. Di depannya, Ratih—istrinya—duduk dengan wajah lelah, tubuh kurusnya menggigil sambil memandangi termos kecil yang hanya berisi air hangat.“Mas ... kita bisa cari pinjaman lain. Mungkin dari koperasi ... atau Pak RT…”Bayu menggeleng keras. “Udah! Semua pintu udah gue ketok! Mereka cuma mau jaminan. Kita punya apa, Ratih? Kompor rusak? TV kecil? Semua itu nggak cukup!”Ratih terdiam. Matanya mulai berkaca-kaca, tapi ia menahannya.Di balik tirai kamar sempit, suara batuk kecil terdengar. Lembut. Lemah.Ayu.Mereka segera beranjak. Di ranjang kecil dengan seprai kusam, Ayu terbaring. Wajahnya pucat, napasnya pendek-pendek. Selang oksigen menempel di hidungnya. Di tangannya, boneka tua bergaun merah muda—Bella—tergenggam erat. Boneka itu dulunya milik ibu

  • BONEKA KEMATIAN   JEJAK DI JALUR GELAP

    "Harga naik dua ratus per strip. Kalau nggak suka, cari yang lain."Suara pria itu serak, dengan tatapan mencurigakan dan tangan yang tak pernah berhenti bergerak di bawah meja. Daru—dengan hoodie abu-abu pudar, celana jeans belel, dan kumis palsu tipis—menyodorkan segepok uang tunai tanpa banyak bicara.Matanya tak berkedip, memperhatikan sekitar warung kopi semi-terbuka yang jadi titik pertemuan di gang sempit belakang Stasiun Kota."Gue bukan nyari harga murah. Gue nyari akses langsung ke yang ngatur jalur tengah," kata Daru, suaranya serak dibuat-buat. "Gue bukan pemula. Orang dalam bilang, lo bisa bawa gue ke orang yang bisa atur pengiriman."Pria itu—dikenal di lapangan sebagai Jalu—mengangkat alis. "Siapa orang dalam lo?""Bayu."Jalu langsung diam. Wajahnya menegang. Ia menyipitkan mata, menilai Daru dari ujung kaki hingga kepala. "Bayu udah mati.""Justru itu. Gue nyari tahu kenapa dia mati. Dan siapa

  • BONEKA KEMATIAN   TIM BAYANGAN

    Malam itu, Jakarta diguyur hujan tanpa jeda, seolah langit sedang menyembunyikan sesuatu yang tak sanggup lagi ditahan. Di sebuah kafe tua yang sudah tak beroperasi sejak pandemi, Daru duduk di sudut ruangan gelap bersama Yudistira.Bau lembap dan kayu lapuk bercampur dengan aroma kopi basi dari mesin tua di pojok bar. Lampu neon menggantung rendah, berkedip pelan seperti bernapas berat."Kau yakin tempat ini aman?" bisik Yudistira, matanya tak lepas dari jendela berdebu."Kalau pun disadap, kita nggak bicara lewat saluran resmi," jawab Daru. Suaranya pelan tapi tegas. "Mulai malam ini, kita bergerak di luar sistem."Yudistira mengangguk pelan. Tak ada seragam. Tak ada badge. Hanya dua penyidik yang menolak tunduk pada kenyataan yang dipelintir kekuasaan.Daru membuka tas ranselnya, mengeluarkan map lusuh yang berisi sketsa, foto korban, dan cetakan potongan laporan forensik. Di tengahnya, peta koneksi."Setiap korban ini punya jejak ke satu

  • BONEKA KEMATIAN   BENTURAN KEKUASAAN

    Ruang rapat lantai empat kantor Kepolisian Daerah Jakarta itu dingin, terlalu dingin untuk ruangan penuh orang. Di tengah ruangan bundar, tujuh pejabat tinggi kepolisian duduk berjajar. Setiap mata memancarkan tekanan, setiap diam memuat banyak pesan.Daru berdiri di depan proyektor. Tubuhnya tegap, tapi sorot matanya menyimpan bara. Di layar belakangnya, terbuka lembaran laporan visual peta pengiriman narkoba tahun 2018—jalur Marunda ke Tanjung Priok. Di bagian bawah ada foto si kurir, wajahnya tersorot dari rekaman dashcam yang diperoleh Reza."Lima tahun lalu," suara Daru terdengar jelas, meski tenang, "operasi penggerebekan ini menghasilkan dua puluh satu penangkapan dan barang bukti bernilai miliaran. Tapi ada satu nama yang menghilang dari laporan resmi. Bayu Darmawan, kurir freelance yang diduga bagian dari jaringan, tapi tidak pernah diadili. Ia tewas dalam pengejaran."Beberapa kepala mulai menoleh. Daru melihatnya, tapi tetap tenang.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status