Beranda / Romansa / BOS MAFIA ITU, TARGETKU! / 3. Kembalinya sang Mantan

Share

3. Kembalinya sang Mantan

Penulis: Silentara
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-07 17:49:31

Keheningan tercipta sesaat Edhie mempertanyakan hal yang sama sekali tak terduga bagi Lily. Hanya suara deru mesin mobil yang melaju serta sesekali suara klakson kendaraan dari luar terdengar.

Lily, gadis itu menatap Edhie yang tengah fokus menyetir. Tak lama kemudian, bahunya bergetar, disusul dengan gelak tawa yang tanpa bisa ia tahan.

Jika bukan karena perutnya yang lagi-lagi seperti diremas hingga membuatnya mengerang, Lily belum berniat menghentikan tawanya. Sudut matanya bahkan sampai berair.

Edhie menelan ludah, sembari melirik Lily dengan ekor matanya. Kenapa respon gadis itu justru tertawa? Apa karena saking bencinya Lily sampai bingung berekspresi?

"Kau konyol, Ed!"

"Apa?" Pria itu tampak tercengang sesaat, tapi fokusnya kembali ke arah jalanan yang cukup padat.

"Bagaimana mungkin seorang Edhie mampu membunuh orang?" ucapnya lagi dengan tawa yang akan meledak tapi terpaksa Lily tahan. Gadis itu tidak ingin kembali merasa sakit yang teramat sangat di bagian perutnya.

"Sudahlah, hentikan ucapan omong kosongmu," pinta Lily lantas mengarahkan pandangannya ke luar jendela.

Lagi-lagi Edhie menelan ludahnya, lalu mengusap wajahnya dengan tangan kiri.

"Hei, aku tidak bercanda."

"Ya, ya, ya, terserah, Ed! Bangunkan aku jika sudah sampai di rumah." Lily berucap tak acuh dan dalam sekejap mata gadis itu sudah terpejam dengan napas yang beraturan.

Dinginnya AC tidak mampu mengobati hawa panas dalam diri Edhie. Ia mumbuka kancing kemeja bagian atas lalu menggulung lengan hingga sebatas siku. Jalanan yang padat, dengan cuaca panas, serta kemacetan di lampu merah benar-benar menguras tenaga Edhie.

Sesekali, ia melirik ke arah Lily yang sudah terlelap dengan tenang. Wajah gadis itu sedikit tertutupi dengan beberapa helai rambut coklatnya yang panjang.

Sambil menunggu lampu menyala hijau, Edhie menyandarkan kepalanya di stir mobil, menatap dengan jelas wajah Lily. 

"Aku tidak mungkin jadi pembunuh, bukan?" lirih pria itu seraya menghembuskan napas berat.

Edhie kembali menekan pedal gas sebelum mendapat serbuan klakson dari kendaraan yang berada di belakangnya. Perjalanan kali ini terasa cukup jauh untuknya.

***

"Jadi, Ed… orang tuaku sudah meninggal?"

Saat ini Lily sedang berbicara empat mata dengan Edhie di balkon kamar gadis itu. Malam yang tenang dengan gemerlap cahaya bintang yang menyebar di langit gelap, tidak sesuai dengan gambaran suasana hati Lily saat ini.

Meskipun Lily tidak pernah menginginkan untuk bertemu kedua keluarganya—atau mungkin pernah, gadis itu tetap merasakan kehilangan.

"Lily." Edhie memegang bahu kecil gadis itu. "Kau… Ah! Tidak mungkin kau akan baik-baik saja." Edhie kemudian melingkarkan lengannya di tubuh Lily, tidak ada penolakan darinya.

"Aku sedih, tapi juga merasa hampa di saat yang bersamaan, Ed. Aku ingin menangis, tapi menangisi apa? Aku bahkan tidak ingat wajah mereka."

"Siapa yang tidak sedih ketika kehilangan orang tuanya, Lily. Menangislah." Tanpa banyak bicara, Edhie melingkarkan lengan ke tubuh kecil Lily. 

Tidak ada penolakan dari gadis itu, ia justru mempererat pelukan mereka, mencari ketenangan dalam dada bidang orang yang selama ini merawatnya.

"Terima kasih, Ed. Sudah merawatku selama ini. Tidak ada hal yang bisa aku berikan untuk membalas segala kebaikanmu," ujar Lily disela-sela isakannya.

Ya, dalam pelukan Edhie, Lily menumpahkan segala perasaannya.

Edhie terdiam cukup lama, ia letakkan dagunya di puncak kepala Lily. Pria itu mengusap lembut punggung Lily, lalu menghembuskan napas perlahan.

"Tugasmu hanya perlu bahagia, Lily. Aku akan melakukan segala cara, agar kamu bisa menemukan kebahagiaan."

Setelah perasaan Lily cukup lega, keduanya kini duduk di sofa yang tersedia di balkon. Pandangan mereka menatap lurus ke depan.

"Seperti apa kedua orang tuaku, Ed?"

"Mereka orang baik, Lily. Orang yang sangat baik."

Lily menghembuskan napas lega. "Setidaknya sekarang aku tahu, mereka tidak membuangku, Ed."

"Kebakaran di mansion keluarga yang menyebabkan mereka harus…" Edhie tercekat, rasanya tidak sanggup untuk melanjutkan perkataannya, ia takut akan melukai gadis kecilnya.

"Lalu, aku? Bagaimana aku bisa selamat?"

"Saat itu kau sedang bermain denganku, usiamu baru tujuh bulan, dan aku sering mengajakmu bermain. Kita berada di ruang berbeda dengan orang tuamu, dan berhasil selamat."

Lily mengangguk mengerti mendengar penjelasan dari Edhie. Sekarang sudah tidak ada lagi pertanyaan yang mengganjal di hatinya terkait kedua orang tuanya.

"Kenapa kamu memutuskan untuk merawatku, Ed?"

"Karena sejak kecil kau sudah menempel padaku." Edhie mendaratkan punggungnya di sandaran sofa. Kepalanya mendongak angkuh, seolah Lily lah yang menginginkan dirawat olehnya.

Gadis itu mendengus, menatap tidak percaya ke arah Edhie. "Kepercayaan dirimu tidak pernah berkurang, Ed."

Edhie menaikkan bahunya acuh tak acuh.

"Lihatlah! Sampai sekarang kau juga masih menempel padaku."

"Itu karena kita tinggal bersama! Kita ini suami-istri, Ed. Apa kau lupa?" Kali ini Lily yang tersenyum jumawa kepada pria dewasa di sampingnya.

"Kau boleh bercanda seperti itu kepadaku, Lily. Tapi, tidak ke orang lain!" Edhie berkata ringan tanpa beban.

Gadis yang terancam itu mengerucutkan bibirnya. "Belum menikah saja sudah protektif."

"Hei! Sebenarnya kau belajar seperti itu dari mana?" geram Edhie. Matanya melirik sinis gadis belia yang bertingkah seperti perempuan dewasa itu.

Sedangkan, sang pelaku hanya terkekeh sambil menjulurkan lidahnya.

"Anak jaman sekarang benar-benar di luar nalar!" gerutunya lagi.

Candaan mereka terpaksa harus terhenti ketika pintu kamar Lily diketuk oleh seseorang.

"Ada apa, Joe?" tanya Edhie setelah membukakan pintu.

"Ada tamu, Bos."

Edhie melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Benda pipih itu menunjukkan pukul sepuluh malam. Ia ingat tidak ada janji dengan siapapun.

"Lebih baik Anda melihat sendiri, Bos."

Edhie mengernyitkan keningnya, tak lama kemudian pria itu keluar dari kamar Lily diikuti dengan gadis itu yang terlihat sama penasarannya.

Seorang perempuan, duduk di sofa ruang tamu. Belum terlihat siapa pemilik rambut hitam legam yang duduk membelakangi Edhie itu. 

"Cassie?" Suara berat Edhie yang mendekat, membuat perempuan yang dipanggil Cassie menoleh.

"Ed!" Perempuan dengan balutan dress sedikit terbuka itu berdiri lalu menghamburkan tubuhnya ke dada bidang Edhie. "Ed, tolong aku!" ucapnya dengan cairan bening yang sudah mengalir dari pelupuk mata sang perempuan.

"Hei, tenanglah. Ada apa?" Edhie mengurai pelukan mereka dan membawanya untuk duduk.

Sedangkan, di belakang Edhie, Joe, dan Lily sedang memperhatikan mereka.

"Lily? Kau sudah besar rupanya," sapa perempuan itu yang sudah mengusap air matanya. Ia kembali berdiri lalu mendekat ke arah Lily dan memeluknya.

"Kamu masih ingat aku, 'kan?"

Dengan berat hati, Lily membalas pelukan sang perempuan. Ia berusaha menaikkan sudut bibirnya agar tidak terlihat isi hatinya dengan kentara.

"Tentu saja, Kakak."

Ya. Tidak mungkin Lily akan lupa siapa perempuan itu. Perempuan yang beberapa tahun lalu, berhasil membuat orang yang Lily sukai patah hati teramat dalam.

Cassandra, mantan kekasih Edhie yang juga sahabat pria itu. Pun juga orang yang sama yang pernah mengatakan kepada Lily bahwa Edhie lah penyebab kedua orang tuanya meninggal.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • BOS MAFIA ITU, TARGETKU!   27. Memimpin Transaksi

    Setelah dipersilahkan masuk ke ruangan dominus, Edhie lantas menghadap lelaki tua yang sepertinya sudah menunggu kedatanganya.“Bagaimana rencamu selanjutnya? Kamu sudah menaikkan harga transaski.”Edhie tidak goyah mendengar tuduhan dari sang dominus. Ia jelas sudah tahu jika ini semua merupakan siasat dari Oliver yang bekerja sama dengan Tuan Oswald.“Saya akan berusaha agar kerugian itu tidak terjadi—”“—dan jika terjadi?”“Saya akan membayar kerugian itu.”“Jangan terlalu naif Caldwell, kau pasti tahu apa yang aku inginkan.”Rahang Edhie mengeras, ia menarik napas dalam sebelum menjawab, “Saya akan mengakui ketidakmampuan saya di hadapan seluruh keluarga besar di rapat tahunan nanti.”Senyum Oswald terbit seketika.Ya. Bukan harta yang Oliver dan dominus inginkan, melainkan harga diri Edhie yang jatuh serta krisis kepercayaan dari para anggota keluarga besar terhadap kelurga Caldwell.Tidak mudah bagi Edhie membangun kepercayaan dari keluarga besar lain, terlebih dengan sikap ideal

  • BOS MAFIA ITU, TARGETKU!   26. Ganti Rugi?

    “Karena di sini cukup berbahaya, saya sebagai perwakilan dari Tuan Gunther, ingin meminta bayaran lebih dari pihak Landville.”Tepat seperti dugaan Aaron dan Joe, semua yang terjadi di sini hanya sebuah jebakan untuk merugikan keluarga Caldwell.***“... Baiklah, tidak masalah. Besok aku akan menemui Tuan Oswald. ... Ya. Kau tempatkan saja Tuan Kaiser di hotel dekat dermaga. ... Hm. Perketat penjagaan di sana. Kalian harus bergantian, jangan sampai ada yang kelelahan. Terutama Aaron, jangan biarkan dia terjaga semalaman. ... Kau tahu apa yang harus kau lakukan, Joe. Aku serahkan urusan di sana padamu.”Edhie menutup panggilan dengan seringai tipis. “Ganti rugi, eh?”“Kita harus ke istana dominus besok ... tunggu ...,” sejenak setelah Edhie mengucapkan hal tersebut pada Jovan, ia pun lantas menggumam, “bagaimana dengan Lily?”“Ada apa, Bos?”“Aku sedang memikirkan, apa aku harus meninggalkan Lily di mansion atau membawanya bersamaku.”Jovan turut terdiam.“Sepertinya membiarkan nona Li

  • BOS MAFIA ITU, TARGETKU!   25. Serangan Mafia Hitam

    Lily berdiri membelakangi Elliot.“Jadi, seperti ini, ya, rasanya menjadi Edhie,” ucapnya sebelum meninggalkan Elliot sendirian.Gadis itu keluar ruangan dengan perasaan berkecamuk. Tidak biasanya Elliot bersikap seperti itu. Sesaat sebelum dirinya menuju ke lantai dua, ia berpapasan dengan Edhie.“Hai, Ed.”“Hai, Lily.” Edhie menghentikan langkahnya. “Apa kau ada kelas tiga hari ke depan?”Kening Lily berkerut. “Hanya persiapan ujian, ada apa?”“Baguslah. Sebaiknya kau tetap berada di dalam rumah selama tiga hari ini.”Lily bisa menangkap raut kecemasan dari wajah Edhie, tentu saja hal itu mengganggu pikiran Lily. “Apa terjadi sesuatu?”Edhie menggulung lengan kemejanya sebelum menjawab, “Aku hanya tidak mau kejadian tempo hari terulang kembali.”Tidak perlu dijelaskan lagi. Kejadian yang Edhie maksud sudah pasti kejadian dimana Oliver Halberd nekat menemui Lily di kampusnya.Lily hanya bisa mengangguk menurut. “Hanya tiga hari, bukan? Minggu depan aku ada ujian.”“Ya. Hanya tiga har

  • BOS MAFIA ITU, TARGETKU!   24. Tawaran Elliot.

    Edhie bersiap untuk memerintahkan beberapa pengawal pilihannya. Joe dan juga Aaron, dua orang kepercayaan Edhie ditugaskan untuk memimpin pasukan.“Bos, aku ingin ikut dengan mereka,” pinta Jovan kepada Edhie.“Kau tetap bersamaku menjaga Lily. Kita harus mengawasinya penuh tiga hari ini.” Edhie bersedekap memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi.“Entahlah, ada dua hal yang aku pikirkan, Jovan. Aku harap kau mau bekerja sama.”Jovan tidak berani membantah lagi, ia kemudian mundur sejajar kembali dengan barisannya.“Aku tidak peduli jika pada akhirnya kalian ada yang berkhianat, yang perlu kalian ingat… ada harga sepadan yang harus kalian bayar jika berani melakukannya.” Edhie menatap tegas satu persatu barisan berjas hitam yang berjumlah dua puluh orang itu. Permintaan Dominus kali ini memang cukup banyak, bahkan Edhie harus mengerahkan dua orang kepercayaannya.“Loyal atau tidak, itu pilihan kalian.”Berkaca pada kasus sebelumnya, Edhie merasa jika kali ini siasat

  • BOS MAFIA ITU, TARGETKU!   23. Ditolak Keluarga Sendiri

    “Lily, banyak hal yang ingin aku katakan,” ujar Edhie yang kini mengambil kesempatan mencuri waktu sebelum melaksanakan mandat dari sang Dominus.“Hm? Apa ini akan memakan waktu lama?”Lily yang duduk di balkon ruang tengah, menoleh ke arah Edhie yang baru saja tiba di rumah.Edhie melepas kancing atas kemejanya, ia gulung lengan tangannya hingga sebatas siku. Rambutnya sudah tidak serapi keberangkatannya tadi. “Apa kau ada urusan?”“Tidak. Kau yang memintaku untuk langsung pulang, aku kira ada sesuatu yang penting.”“Memang. Aku hanya ingin menjelaskan siapa kamu sebenarnya.”“Ed? Apa kau yakin?”Edhie melangkah untuk mendekat ke arah Lily. Ia memilih duduk di kursi panjang, tempat dimana Lily duduk.“Tidak. Sungguh, jika boleh jujur, aku ingin kamu menjadi Lily seperti ini saja yang tidak tahu apa-apa soal keluargamu.” Sorot mata Edhie menerawang lurus ke depan. Hamparan taman yang asri, serta kemilau cahaya matahari yang mulai terbias dengan warna senja, merubah suasana yang awaln

  • BOS MAFIA ITU, TARGETKU!   22. Akulah yang Mengkhianatinya

    “Siapa tahu, bukan?”Telapak tangan Edhie mengepal. “Saya hanya berusaha menebus dosa masa lalu.”Dominus melihat Edhie dengan ekor matanya. Entah apa yang dipikirkannya, ada rasa tidak suka yang tersirat dalam pandangannya. Edhie sangat tahu, ada sesuatu yang Dominus rencanakan terhadap dirinya. Feelingnya berkata, sesuatu itu adalah hal yang mengancam keluarga Caldwell. Sederhananya, Edhie pernah melapor tentang perbuatan Halberd yang mendistribusikan barang haram dari kepulauan seberang untuk di edarkan di kepulauan Landville. Akan tetapi, Dominus sama sekali tidak mengambil tindakan. “Jika tidak ada hal penting lain, saya pamit undur diri,” ujar Edhie berpamitan.“Tunggu, aku butuh tambahan pengawal di pelabuhan St. Marina. Tenang saja, kali ini aku tidak meminta secara cuma-cuma. Akan ada bayaran lebih, karena pekerjaan ini cukup berat.”“Apa boleh saya mengetahui, pekerjaan apa kali ini?”Kecurigaan Edhie semakin menguat. Pelabuhan St. Marina adalah pelabuhan yang menjadi temp

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status