"Cassie, ceritakan apa yang terjadi."
Setelah menyapa Lily, Cassandra kembali duduk di sisi Edhie. Perempuan itu kembali mengeluarkan cairan bening dari matanya yang terlihat bengkak. Entah, sudah berapa banyak waktu yang ia habiskan untuk menangis."Richard, dia mengancam akan membunuh keluargaku jika aku tidak menikah dengannya, Ed! Tadi pagi… tadi pagi, ada orang yang dengan sengaja menyerempet mobil ayah hingga membuatnya menabrak pembatas jalan. Beruntung ayah selamat, tapi sore harinya, kembali ada seseorang yang mengikutiku." Cassandra menelungkupkan kedua telapak tangannya di wajah.Perempuan itu berkata dengan napas yang terengah, pikirannya kembali pada kejadian yang menimpanya seharian tadi."Aku panik, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Akhirnya aku memutuskan terbang ke Southland untuk meminta tolong padamu malam ini juga!" lanjutnya yang sudah memperlihatkan wajahnya kembali dengan genangan air mata yang mengalir deras.Dengan sekali tarikan napas, perempuan itu menceritakan garis besar kronologi peristiwa yang ia alami.Bibir Edhie sedikit bergetar untuk membuka suara, tidak tahu jika Cassandra telah mengalami hal buruk seperti itu. Richard—tunangan gadis itu justru membuatnya celaka. Rahang pria itu mengeras dengan otot leher yang menonjol. Kedua telapak tangannya pun kini sudah mengepal di atas lutut, dengan otot-otot yang terlihat kentara."Aku mengalah bukan untuk membiarkan Cassie terluka," desisnya dalam hati.Ia kemudian menghembuskan napas perlahan, otaknya harus berpikir secara rasional untuk saat ini.Sedangkan Lily yang masih berdiri tak jauh dari mereka, mengamati Edhie yang tidak sedikitpun mengalihkan pandangannya dari Cassandra. Seluruh pusat perhatian Edhie saat ini, berada pada perempuan itu.Dengan perlahan, Lily berbalik untuk kembali ke kamarnya, meninggalkan dua orang dewasa dengan masalah mereka."Lalu, dimana kedua orang tua mu sekarang?""Mereka masih di Northland, Ed. Aku takut terjadi apa-apa pada mereka."Edhie kemudian beranjak dari duduknya. Ia menoleh ke arah Joe yang juga berdiri tak jauh dari mereka berdua."Kau sudah mendengarnya, 'kan, Joe? Malam ini juga kita ke rumah Cassie dan siapkan beberapa pengawal untuk berjaga-jaga. Kita buktikan kepada pria itu, dengan siapa dia berhadapan!" perintah Edhie dengan sorot mata yang tajam.Binar mata tercetak jelas dari wajah Cassandra yang sedari tadi meredup. Tidak salah perempuan itu datang kesini untuk meminta pertolongan."Terima kasih, Ed! Terima kasih," ucapnya tulus."Tidak perlu, Cassie. Kau temanku, siapapun yang berani membuatmu terluka, akan berurusan denganku." Edhie menjawab dengan dingin.Tangannya mengepal erat, rasanya tidak sabar untuk menghabisi pria yang sudah berani menyentuh orang yang sangat ia pedulikan.Melihat tubuh Cassandra yang masih bergetar, Edhie memberanikan diri untuk merengkuhnya. "Tenanglah, Cassie. Kau datang di tempat yang tepat."Hanya dalam waktu beberapa menit, Edhie sudah bersiap berangkat dengan beberapa pengawalnya. Tentu saja, Joe tetap ikut di sisi Edhie.Menggunakan kendaraan pribadi, mereka bersama Cassie terbang menuju ke tempat dimana Cassie tinggal dan juga merupakan tanah kelahiran Edhie. Northland, sebuah negara tempat dimana Edhie menyimpan kenangan buruk.***Dari balkon kamarnya, Lily dapat melihat rombongan Edhie yang meninggalkan mansion tanpa berpamitan dengannya.Hal itu sudah biasa bagi Lily. Ada kalanya Edhie tiba-tiba harus pergi meninggalkan Lily dengan beberapa pengawal dan juga pelayan di mansion besar itu.Lily menutup balkonnya, tak lupa ia kunci dari dalam. Gadis itu berjalan menuju ranjang lalu membaringkan tubuhnya di atas."Edhie sudah membenarkan perkataan kakak itu," lirih Lily bermonolog.Pandangannya tertuju pada langit-langit kamar yang dengan cahaya lampu temaram.Suasana hening menarik Lily untuk mengingat kembali obrolannya dengan Cassandra empat tahun yang lalu."Edhe pria baik, bukan? Ia merawatmu dengan sangat baik."Gadis yang masih berusia sepuluh tahun itu mengangguk dengan mata berbinar."Kakak menyukai Edhie?""Ya… kakak sangat menyukainya." Perempuan yang sedang duduk memangku Lily itu, menyisir rambut lurus Lily dengan penuh perhatian."Aku juga menyukai, Edhie!" teriak gadis polos itu dengan menampilkan deretan gigi putih bersih terawat.Cassandra, perempuan itu tertawa lalu menangkup kedua pipi gempil Lily."Tapi, rasa suka Kakak dan rasa suka Lily kepada paman Edhie berbeda," jelas perempuan itu yang kini menatap lekat manik mata Lily.Posisi mereka saat ini saling duduk berhadapan."Berbeda?""Hm… Lily menyukai paman Edhie sebagai paman, bukan? Kalau kakak menyukai Edhie sebagai laki-laki dewasa, rasa suka sesama orang dewasa." Cassandra tersenyum hingga matanya menyipit."Tapi, Edhie bukan paman Lily," lirih gadis itu dalam hati."Sayang sekali Edhie harus terikat denganmu, Lily… dia sudah memutuskan untuk mengabdikan seluruh hidupnya hanya untukmu, sebagai bentuk penyesalan karena sudah menjadi penyebab perginya kedua orang tuamu," lirih Cassandra dengan tatapan lurus ke depan.Entah dengan sengaja atau tidak, Cassandra mengucapkan kalimat berat itu di hadapan gadis yang masih belum bisa mencerna setiap perkataannya.Sedangkan Lily, gadis itu masih terdiam dengan mata bulat yang terus menatap Cassandra.Mungkin dulu Lily belum paham dengan maksud dari perkataan Cassandra, tapi ingatan gadis itu sangatlah tajam. Semakin dewasa, Lily jadi semakin paham, tetapi memutuskan untuk menyimpannya sendirian."Edhie sudah mengaku. Lalu, bagaimana dengan selanjutnya? Jika Edhie benar membunuh kedua orang tuaku, apa aku harus membalas dendam? Tapi aku sangat menyukainya."Tadi, ketika di mobil, Lily sengaja mengabaikan pengakuan Edhie. Lily denial, ia memaksa otaknya untuk beranggapan bahwa yang diucapkan Edhie adalah candaan.Lalu, ketika Edhie kembali menceritakan, tanpa ada embel-embel pengakuan, Lily berusaha untuk mempercayai hal itu saja. Sesaat sebelum Cassandra kembali dan mendobrak kembali ingatan masa lalu Lily.Gadis itu membuang napas boros lantas memutuskan untuk memejamkan mata, memaksa otaknya untuk tertidur dan mengabaikan gemuruh pemikirannya."Apa aku pantas tetap berada disini?"***Lily bisa saja mengabaikan segala fakta tentang Edhie. Selama ini dia dirawat baik oleh pria itu, dan itu sudah cukup membuatnya merasa bersyukur.Hidup diperlakukan layaknya seorang putri raja, dengan bergelimang harta, serta para bodyguard dan pelayan yang memperlakukannya dengan sangat baik, bukankah semua itu adalah hal yang paling diinginkan setiap orang?Tapi justu disinilah gadis itu saat ini. Di atap gedung sekolah, berhadapan dengan sosok yang kemarin ia sebut sebagai pria asing."Syukurlah, Lily, kau mau mendengarku." Mata pria itu menatap manik mata Lily dengan penuh kelembutan.Dari pandangannya seolah pria itu sedang berbicara dengan sosok yang sudah lama tidak pernah ia temui.Lily memilih untuk membuang muka, kedua lengannya masih bersedekap di depan dada. Otaknya berpikir, apakah yang ia lakukan saat ini sudah benar?Tapi, Lily butuh satu fakta lagi untuk pembenaran. Meskipun dalam hatinya Lily berharap bukan Edhie lah pelakunya.Lalu, apa yang akan Lily lakukan setelah mendengar jawaban dari pria itu?Lily menggigit bibir bawahnya, keningnya berkerut, menimbang-nimbang tekad di dalam hatinya."Kau penasaran tentang kematian orang tua mu, bukan?" Suara Elliot memecah keheningan setelah terdiam cukup lama.Lily kembali menoleh ke arah pria di hadapannya. "Aku sudah tahu penyebabnya.""Kau sudah tahu jika kedua orang tuamu dibunuh?""Jadi, semua itu benar? Kau tahu siapa yang membunuh mereka?""Aku tidak bisa mengatakannya sekarang.""Apa-apan? Kau mempermainkanku?!" Lily hampir berteriak tidak terima. Rasa gemuruh di dadanya membuncah, merasa bodoh sudah berharap jika orang di depannya akan menceritakan semuanya."Tidak, bukan seperti itu, Lily. Ini terlalu rumit, dan aku tidak bisa mengatakannya sekarang." Elliot buru-buru menepis tuduhan buruk Lily terhadapnya.Gadis itu mendongak, menghembuskan napas dengan boros. Sejenak kemudian, ia kembali menatap lurus pria di depannya."Lalu apa tujuanmu mengirim pesan waktu itu?""Agar kau berhati-hati, Lily. Situasimu cukup berbahaya, tapi aku belum bisa mengeluarkanmu dari situasi itu sekarang. Aku belum memiliki kuasa yang cukup—"Belum selesai Elliot berbicara, Lily melangkahkan kakinya untuk melewati pria itu."Hei, aku belum selesai berbicara," cegah Elliot mencekal lengan Lily agar tidak menjauh."Aku tidak suka orang yang berbelit-belit."Jarak mereka saat ini hanya terpaut tiga jengkal, dengan sorot mata saling beradu tatap.Elliot menghembuskan napas berat. Ia memejamkan matanya sesaat sebelum menjelaskan, "Kau itu sandra, Lily. Kau itu dijadikan jaminan keluarga," lirih Elliot dengan sorot mata meredup.Setelah dipersilahkan masuk ke ruangan dominus, Edhie lantas menghadap lelaki tua yang sepertinya sudah menunggu kedatanganya.“Bagaimana rencamu selanjutnya? Kamu sudah menaikkan harga transaski.”Edhie tidak goyah mendengar tuduhan dari sang dominus. Ia jelas sudah tahu jika ini semua merupakan siasat dari Oliver yang bekerja sama dengan Tuan Oswald.“Saya akan berusaha agar kerugian itu tidak terjadi—”“—dan jika terjadi?”“Saya akan membayar kerugian itu.”“Jangan terlalu naif Caldwell, kau pasti tahu apa yang aku inginkan.”Rahang Edhie mengeras, ia menarik napas dalam sebelum menjawab, “Saya akan mengakui ketidakmampuan saya di hadapan seluruh keluarga besar di rapat tahunan nanti.”Senyum Oswald terbit seketika.Ya. Bukan harta yang Oliver dan dominus inginkan, melainkan harga diri Edhie yang jatuh serta krisis kepercayaan dari para anggota keluarga besar terhadap kelurga Caldwell.Tidak mudah bagi Edhie membangun kepercayaan dari keluarga besar lain, terlebih dengan sikap ideal
“Karena di sini cukup berbahaya, saya sebagai perwakilan dari Tuan Gunther, ingin meminta bayaran lebih dari pihak Landville.”Tepat seperti dugaan Aaron dan Joe, semua yang terjadi di sini hanya sebuah jebakan untuk merugikan keluarga Caldwell.***“... Baiklah, tidak masalah. Besok aku akan menemui Tuan Oswald. ... Ya. Kau tempatkan saja Tuan Kaiser di hotel dekat dermaga. ... Hm. Perketat penjagaan di sana. Kalian harus bergantian, jangan sampai ada yang kelelahan. Terutama Aaron, jangan biarkan dia terjaga semalaman. ... Kau tahu apa yang harus kau lakukan, Joe. Aku serahkan urusan di sana padamu.”Edhie menutup panggilan dengan seringai tipis. “Ganti rugi, eh?”“Kita harus ke istana dominus besok ... tunggu ...,” sejenak setelah Edhie mengucapkan hal tersebut pada Jovan, ia pun lantas menggumam, “bagaimana dengan Lily?”“Ada apa, Bos?”“Aku sedang memikirkan, apa aku harus meninggalkan Lily di mansion atau membawanya bersamaku.”Jovan turut terdiam.“Sepertinya membiarkan nona Li
Lily berdiri membelakangi Elliot.“Jadi, seperti ini, ya, rasanya menjadi Edhie,” ucapnya sebelum meninggalkan Elliot sendirian.Gadis itu keluar ruangan dengan perasaan berkecamuk. Tidak biasanya Elliot bersikap seperti itu. Sesaat sebelum dirinya menuju ke lantai dua, ia berpapasan dengan Edhie.“Hai, Ed.”“Hai, Lily.” Edhie menghentikan langkahnya. “Apa kau ada kelas tiga hari ke depan?”Kening Lily berkerut. “Hanya persiapan ujian, ada apa?”“Baguslah. Sebaiknya kau tetap berada di dalam rumah selama tiga hari ini.”Lily bisa menangkap raut kecemasan dari wajah Edhie, tentu saja hal itu mengganggu pikiran Lily. “Apa terjadi sesuatu?”Edhie menggulung lengan kemejanya sebelum menjawab, “Aku hanya tidak mau kejadian tempo hari terulang kembali.”Tidak perlu dijelaskan lagi. Kejadian yang Edhie maksud sudah pasti kejadian dimana Oliver Halberd nekat menemui Lily di kampusnya.Lily hanya bisa mengangguk menurut. “Hanya tiga hari, bukan? Minggu depan aku ada ujian.”“Ya. Hanya tiga har
Edhie bersiap untuk memerintahkan beberapa pengawal pilihannya. Joe dan juga Aaron, dua orang kepercayaan Edhie ditugaskan untuk memimpin pasukan.“Bos, aku ingin ikut dengan mereka,” pinta Jovan kepada Edhie.“Kau tetap bersamaku menjaga Lily. Kita harus mengawasinya penuh tiga hari ini.” Edhie bersedekap memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi.“Entahlah, ada dua hal yang aku pikirkan, Jovan. Aku harap kau mau bekerja sama.”Jovan tidak berani membantah lagi, ia kemudian mundur sejajar kembali dengan barisannya.“Aku tidak peduli jika pada akhirnya kalian ada yang berkhianat, yang perlu kalian ingat… ada harga sepadan yang harus kalian bayar jika berani melakukannya.” Edhie menatap tegas satu persatu barisan berjas hitam yang berjumlah dua puluh orang itu. Permintaan Dominus kali ini memang cukup banyak, bahkan Edhie harus mengerahkan dua orang kepercayaannya.“Loyal atau tidak, itu pilihan kalian.”Berkaca pada kasus sebelumnya, Edhie merasa jika kali ini siasat
“Lily, banyak hal yang ingin aku katakan,” ujar Edhie yang kini mengambil kesempatan mencuri waktu sebelum melaksanakan mandat dari sang Dominus.“Hm? Apa ini akan memakan waktu lama?”Lily yang duduk di balkon ruang tengah, menoleh ke arah Edhie yang baru saja tiba di rumah.Edhie melepas kancing atas kemejanya, ia gulung lengan tangannya hingga sebatas siku. Rambutnya sudah tidak serapi keberangkatannya tadi. “Apa kau ada urusan?”“Tidak. Kau yang memintaku untuk langsung pulang, aku kira ada sesuatu yang penting.”“Memang. Aku hanya ingin menjelaskan siapa kamu sebenarnya.”“Ed? Apa kau yakin?”Edhie melangkah untuk mendekat ke arah Lily. Ia memilih duduk di kursi panjang, tempat dimana Lily duduk.“Tidak. Sungguh, jika boleh jujur, aku ingin kamu menjadi Lily seperti ini saja yang tidak tahu apa-apa soal keluargamu.” Sorot mata Edhie menerawang lurus ke depan. Hamparan taman yang asri, serta kemilau cahaya matahari yang mulai terbias dengan warna senja, merubah suasana yang awaln
“Siapa tahu, bukan?”Telapak tangan Edhie mengepal. “Saya hanya berusaha menebus dosa masa lalu.”Dominus melihat Edhie dengan ekor matanya. Entah apa yang dipikirkannya, ada rasa tidak suka yang tersirat dalam pandangannya. Edhie sangat tahu, ada sesuatu yang Dominus rencanakan terhadap dirinya. Feelingnya berkata, sesuatu itu adalah hal yang mengancam keluarga Caldwell. Sederhananya, Edhie pernah melapor tentang perbuatan Halberd yang mendistribusikan barang haram dari kepulauan seberang untuk di edarkan di kepulauan Landville. Akan tetapi, Dominus sama sekali tidak mengambil tindakan. “Jika tidak ada hal penting lain, saya pamit undur diri,” ujar Edhie berpamitan.“Tunggu, aku butuh tambahan pengawal di pelabuhan St. Marina. Tenang saja, kali ini aku tidak meminta secara cuma-cuma. Akan ada bayaran lebih, karena pekerjaan ini cukup berat.”“Apa boleh saya mengetahui, pekerjaan apa kali ini?”Kecurigaan Edhie semakin menguat. Pelabuhan St. Marina adalah pelabuhan yang menjadi temp