Share

Dibuang Saja

Sesuatu yang berharga meskipun terdapat kekurangan seharusnya dijaga dengan sepenuh hati, bukanya dibuang. Kecuali sesuatu itu memang dari awal tidak berharga.

            Sosok tegap yang memegang payung itu berjalan di dalam kegelapan malam dan terguyur hujan.  Ia menggendong sesuatu di tangannya, dan mulai berjalan mengendap-ngendap sambil melirik kanan dan kiri seperti takut bahwa tindakanya akan diketahui oleh orang.

            “Untung saja anak sial ini tidak berisik, ” ucap Rudi, ia ingin membuang anaknya ke pembuangan sampah. sungguh tega sekali seorang ayah melakukan itu semua hanya karna anak itu cacat dan membuat istrinya koma. Bayi yang tak bersalah harus menanggung ini semua.

            Rudi menurunkan bayi yang di gendongnya itu dengan tetap melihat kanan dan kiri mengawasi ada orang atau tidak.

            “Hahaha akhirnya aku bisa membuangmu, untung saja Ayah dan ibu juga ingin kamu dibuang,” Ucap rudi dengan sorot mata kebencian.

            “Tidak Rud! Pikirkan baik-baik” ucap Ali.

            “Sudahlah yah ini pilihanku, aku tau mana yang terbaik lagian tak ada gunanya anak cacat seperti ini yah, betulkan bu?”

            “Yap betul anakku, udah jangan dengerin ayahmu. Dia tidak ingat bagaimana usahanya dengan mati-matian membangun perusahan itu dari nol dan sekarang dia mau mencemarkan nama baik kelauarganya sendiri hanya karena punya keturunan cacat.” Sindiran Lina membuat Ali merenung. Menurut Ali ada benarnya kata-kata istrinya itu namun bagaimana pun juga nalurinya sebagai manusia dan sebagai kakek tidak setega itu. namun mau bagaimana lagi, ia tak bisa membantah jika istrinya sudah seperti ini.

            “Ayah tolonglah” mohon Rudi kepada ayahnya yang tengah bimbang.

            “…”

            Tidak ada jawaban dari Ali. “Udah Rudi cepat singkirkan” perintah Lina.

            Tanpa pikir panjang lagi Rudi mulai bergegas dan membawa anak itu menjauh dari kedua orang tuanya.

            “Aku tak tau apa yang kau pikirkan Lina” ucap Ali setelah diam dalam kebimbanganya. Mendengar itu lina mengernyitkan dahi.

            “kamu boleh saja benci pada ibunya karena dia dari kalangan miskin. Namun bayi itu tidak bersalah Lin!” dengan ekspreksi yang sangat kecewa Ali mengusap wajah tuanya itu. sedangkan Lina hanya dia mendengarkan suami yang terlalu baik dan terlau naif.

            “Suatu saat pasti ada balasan untuk kita Lin. Di luar sana banyak yang mendambakan anak tapi kita malah membuangnya” setelah bicara, Ali berjalan menjauhi Lina yang tengah duduk sendiri di kursi tunggu.

            “Aku tidak menyesal sama sekali mas, dan kalau memang suatu saat ada balasan karma untukku, aku tidak takut itu haha” seringai di bibir Lina menandakan tiada penyesalan baginya.

            Hujan masih saja deras mengguyur bumi, seperti menangis dalam luka yang dalam. Di bawah guyuran hujan masih ada sosok rudi yang tega membuang bayinya yang baru lahir.

            “Dah anak sial.”

            Setelah itu Rudi mulai bersiap-siap meninggalkan anaknya, baru beberapa langkah ada suara yang mengagetkan Rudi.

            “Hei! Bapak sedang apa bawa bayi ke tempat pembuangan sampah?”

            Bapak itu langsung berlari ke arah rudi, seketika itu Rudi panik lalu  mengambil bayi itu lagi  dan berlari. Ia takut kalau bapak itu mengetahui siapa dirinya.

            “Sial!” decak Rudi Setelah berhasil menjauh dari kejaran bapak tadi.

TOK TOK TOK TOK TOK

            “Sebentar!”

            Lina baru saja selesai mandi setelah pulang dari Rumah Sakit dan berencana tidur karena jam tidurnya tadi terganggu.

            “ibu.”

            Rudi sedang berdiri di depan pintu rumah ibunya dengan membawa bayi yang tengah basah kuyup.

            “kenapa bayi ini belum kamu buang!” ucap lina tanpa menyuruh rudi masuk ke rumah dahulu. Dia tidak sudi bahwa rumahnya dimasuki bayi yang lahir dari menantu yang dibencinya ditambah dengan kecacatanya.

            “Biarkan aku masuk dulu bu.”

            Setelah beberapa menit, Lina akhirnya mengizinkan Rudi masuk ke rumah karena dia melihat bayi itu basah kuyup kalau dia mati bisa-bisa keluarganya menjadi pembunuh.

            “Bi Inah!”

            “Iya nyonya,” bi Inah datang dari dapur dan melihat nyonya dan tuan muda nya heran karena ada bayi digendongan tuan mudanya.

            “Cepat urus bayi itu,” ucap Lina.

            Dengan cepat-cepat bi Inah mengambil alih bayi itu dari gendongan Rudi. Bi inah merasa heran karena setelah diambil bayi itu tuan mudanya mengibaskan bajunya seakan-akan bayi ini adalah barang najis.

            “Cepat urus dia. Jangan sampai mati!” ucap Rudi kepada bi Inah.

            Bi Inah membawa bayi itu ke kamarnya dan mengganti kain yang basah. Ia kompres dulu bayi itu dengan air hangat agar tidak kedinginan. Bayi cantik itu tertidur lelap, tidak menangis sama sekali.

            “Kasihan sekali kamu non. Pak Rudi sepertinya tidak menyayangi non. Padahal non cantik banget mirip ibu non,” Ucap inah dengan penuh kasih sayang. “non nanti kalau besar harus kuat ya, harus tumbuh jadi wanita ceria.” lanjut Inah.

            Malam ini sepertinya malam yang sangat panjang dan penuh dengan duka. Dimulai dari Ratih yang melahirkan anak cacat dan sekarang ia koma. Dilanjut lagi Rudi dengan tega membuang bayinya sendiri namun berhasil digagalkan oleh seseorang. Terkadang kita tidak sadar bahwa anak adalah titipan tuhan yang paling berharga dibandingkan harta dan tahta.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status