Share

Tetaplah Menjadi Ayahku

Tak mengapa aku tak mendapatkan hak sebagai Anak, yang penting hak Ayah sebagai Ayah sudah terpenuhi

            Sosok paruh baya yang semula sedang membaca Koran dengan suguhan secangkir kopi kini mengarahkan pandanganya ke arah Viola dengan tatapan mematikan. Viola yang ditatap pun merasa takut dan hanya menunduk sambil berdiam diri. Ia ingin sekali sepulang sekolah seperti ini bisa menyapa ayahnya seperti anak dan orang tua pada umumnya, namun apalah daya Viola, ia hanya bisa mematung jika di pandang ayahnya seprti ini.

            “Diantar siapa kamu?” setelah beberapa detik memandang Viola akhirnya ayahnya membuka suara.

            “Senior Viola di sekolah yah,” jawab Viola dengan takut.

            “Dasar murahan, baru masuk sekolah sudah dapat laki-laki! Kamu ganjen ya kalau di sekolah?” ucap Rudi dengan jahat.

            Viola yang mendengar ucapan itu langsung terkejut dan tidak menyangka ayahnya akan mengeluarkan kata-kata jelek seperti itu, biasanya ayahnya hanya diam tak menghiraukan keberadaan dirinya.

            “Viola nggak ganjen ayah, tadi memang Viola ditawari pul-“

            “Halah alasan kamu saja! Aku nyekolahin kamu bukan untuk ganjen cari laki-laki, buang-buang duit saja.”

            “Tapi ayah-“

            “Mulai besok, selama satu minggu kedepan uang sakumu kupotong setengah,” ucap Rudi sembari meminum teh di depanya.

            Viola ingin menangis mendengar ucapan dari ayahnya, ayahnya benar-benar tidak mempercayai ucapanya. Tanpa pikir panjang ia lari ke dalam kamarnya, karena Viola merasa air matanya akan turun. Ia tidak mau ayahnya tau bahwa dirinya menangis.

            “Huuhuuu, ayah jahat! Viola nggak ganjen ayah huu,” isak viola.

            Tangisan Viola pecah memenuhi kamar tidurnya. Bagaimana tidak, sangat sakit rasanya jika seorang anak mendapat perlakuan seperti itu oleh ayahnya sendiri. Selama ini hidupnya sudah sangat pedih. Dari kecil ayahnya tak pernah sedikitpun nyayanginya. Bahkan untuk operasi tanganya saja ayahnya enggan mengeluarkan biaya sehingga dirinya harus menabung demi bisa normal. Tapi hari ini ayahnya mengatakan akan memotong uang sakunya, bagaimana dia akan menabung jika uang sakunya di potong. Itu lah yang menjadi beban pikiran Viola saat ini.

            “Ya Tuhan, aku tidak meminta aneh-aneh dari kecil. Aku hanya ingin merasakan kehangatan dalam keluargaku, aku lelah Tuhan hiks. jika saja aku boleh memilih, aku lebih baik tak pernah di lahirkan jika akan hidup seperti ini hiks. aku tau seberat apapun beban hidup harus tetap di lalui. Tapi tuhan hiks, Aaakhh” isak Viola. Kali ini benar-benar rasanya sangat sakit.

            “Ayah, Viola sayang ayah. Tapi kenapa ayah memperlakukan Viola seperti itu hiks.  Viola ingin seperti anak pada umumnya, yang disayang oleh orang tuanya. Hahahaha hiks, padahal tadi Viola ingin cerita gimana suasana sekolah Viola, tapi sepertinya tidak akan mungkin,” isak Viola.

            Ia memeluk guling dengan erat. Ditenggelamkanya wajah cantiknya ke dalam bantal guna meredam tangisanya dan air matanya yang terus ingin keluar.  Sekitar setengah jam Viola menangis hingga tertidur. Di sisi lain Rudi tak memperdulikan anaknya yang tadi ia maki-maki. Dirinya sibuk menelfon ayahnya.

            “Pokoknya keputusanku sudah bulat yah, aku nggak bisa melajang seumur hidup. Lagi pula ratih belum sadar sampai detik ini.”

            “Tapi Rudi-”

            “Tidak ada tapi-tapian yah.”

TUT

            Panggilan sudah diakhiri, memang Rudi adalah orang yang bisa dibilang keras kepala. Setelah menelfon ayahnya ia bergegas menekan nomor seseorang dan menelfonya.

            “Ah halo. Nanti malam kita adakan pertemua keluarga ya sayang, baju kamu dan semua perlengkapan akan aku kirimkan ke rumahmu, sampai jumpa nanti malam sayang”

TUT

            “Bi Innah!”

            “Iya tuan?”

            “Tolong siapkan makanan banyak malam ini, ini uang belanjanya,” ucap rudi.

            “Maaf tuan, kalau boleh tau ada acara apa tuan?”

            “sudah, nanti kamu tau sendiri.”

            “baik tuan.”

            Setelah itu bi Innah bergegas pergi ke pasar untuk menyiapkan semua bahan-bahan masakan.

***

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 7 malam, terlihat pergerakan dari gadis yang tengah tertidur di atas ranjang yang empuk.

            “Engh~”

            Viola mengusap wajahnya yang masih mengantuk, ia melihat layar hp guna malihat jam. Betapa terkejutnya ia saat jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. ia bergegas pergi ke kamar mandi dan siap-siap turun ke meja makan untuk makan malam.

            “Hahaahaha, bisa saja kamu mas”

            “Ayo mari silahkan di makan”

DEG

            Langkah Viola terhenti, ia mendengar suara ramai dari arah meja makan. Ada suara kakeknya juga. Ia bimbang mau turun atau tidak, pasalnya kehadiranya di keluarga ini memang seperti semu. Buktinya dia tidak dibangunkan meskipun ada acara di rumah ini.

            Namun karena penasaran Viola tetap melanjutkan langkahnya menuju ruang makan. Dan betapa terkejutnya dia. Di situ ada kakek, nenek, ayah, dan sekeluarga orang yang tidak Viola kenal. Ia mendekat ke arah meja makan, tempat semuanya berkumpul.

            “Ayah” ucap viola memanggil ayahnya yang tengah tertawa.

            Semua mata tertuju pada kehadiran Viola, ekspresi Rudi langsung berubah ketika viola datang, seperti ada bangkai tikus yang sedang mendekatinya.

            “Siapa ini sayang?, kamu tidak pernah cerita padaku,” ucap Lala, wanita yang akan dinikahi Rudi.

            “Sayang?” ucap viola dengan nada tak percaya. Apakah ayahnya akan menikah lagi?. Hal yang selama ini tidak terpikirkan oleh viola hari ini sepertinya akan terjadi.

            “Ngapain kamu kesini?” Rudi akhirnya buka suara, namun raut wajahnya menunjukkan tak suka.

            “Viola tadi ingin makan ayah.”

            “Tidak ada makanan untukmu.”

            “Rudi kasihan viola,” ucap Ali membela cucunya yang terlihat sedih.

            “Mama, dia anak om Rudi?” Tanya seorang gadis kecil berumur 10 tahun, anak dari Lala.

            “Mama nggak tau sayang, om Rudi belum cerita” ucap Lala.

            “Tidak, dia tak pernah ku anggap sebagai anak.” Ucap Rudi yang membuat hati Viola seperti tersambar petir.

            “Rudi!” bentak Ali. Baginya Rudi sudah keterlaluan kepada Viola.

            “Sudahlah mas, emang bener kok apa yang dikatakan Rudi, sudah jangan merusak suasana penyatuan keluarga ini” ucap Lina, nenek dari Viola.

            Baru siang tadi Viola menangis, sekarang air matanya turun kembali. Ia tak peduli semua orang di ruang makan meihatnya menangis, ia tidak peduli. Yang ia pedulikan hanya kenapa ayahnya bisa bicara seperti itu?.

            “A-ay-ayah, mungkin Viola tidak pernah dianggap anak oleh ayah tapi, hiks Ayah tetap menjadi ayah Viola seumur hidup. Maaf jika Viola mengganggu acara ayah” ucap Viola dengan nada gemetar.

            Semua dibuat tercengang dengan ucapan Viola. Namun bagai sekeras batu, hati Rudi tidak tergoyahkan sama sekali. Viola meninggalkan ruang makan dan pergi ke kebun untuk menyendiri. Ia menangis di sana di temani bintang dan bulan.

Sedangkan semua orang di ruang makan kembali menyantap makananya seperti tidak ada kejadian apa-apa.

            ‘Tunggu aku Viola, siksaan dua kali lipat menunggumu’ batin salah satu seseorang yang berada di ruang makan.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status