Share

Viola Andini Pramanta

Namamu cantik, tapi sayang takdirmu tak secantik namamu.

            Suasana MOS hari pertama ini ditemani terik matahari yang menyialaukan. Semua siswa baru digiring ke tengah lapangan oleh kakak-kakak Osis. Di lapangan mereka akan diajak untuk ice breaking yaitu sejenis permainan untuk meringankan pikiran. Terlihat anak Osis mendekat ke arah barisan para Siswa baru untuk memberikan intruksi tentang permainan ini.

            “Perhatian-perhatian, kali ini kita ke lapangan untuk melakukan permainan,” ucap salah satu kakak Osis perempuan berambut panjang.

            Semua murid tertuju pada kakak Osis tersebut dan mendengarkan dengan seksama intruksi dari dia.

            “Jadi permainan kali ini bernama Joget kelompok. Teknis dari permainan ini yaitu kalian akan berjoget ketika musik diputar dan ketika musik berhenti kalian cepat-cepat cari pasangan, jumlah pasangan akan diumumkan nanti oleh kakak-kakak Osis. Jadi semisal kakak Osis mengatakan ‘3 orang’ berarti kalian harus cari grup terdiri dari 3 orang, dan seterusnya. Apa kalian mengerti?” lanjutnya memberi intruksi.

            “Mengerti kak!” jawab serentak siswa baru.

            “Baik siap semuanya.”

            Musik telah diputar, semua berjoget tak terkecuali Viola, ia berusaha menikmati musiknya, ia belum kenal satu pun siswa baru disini.

            Tiba-tiba  musik terhenti. “5 orang!” seru kakak Osis.

            Semua mencari grup hingga terkumpul lima orang. Viola beruntung sekali mendapatkan grup karena jumlah keseluruhan siswa baru disini cukup untuk membuat grup lima orang, tidak ada yang tersisa.

            “Eh tanganmu kenapa?” Tanya salah satu siswa baru yang satu grup dengan dia.

            Belum sempat menjawab, musik sudah diputar kembali. Semua berjoget dengan santai, terlihat raut wajah semua siswa begitu berjaga-jaga. Karena kalau smapai tidak dapat grup ia akan dihukum ke depan.

            “Dua orang!” musik tiba-tiba berhenti dan ada seruan dari kakak Osis. Viola mulai bingung mau sama siapa dirinya. Cepat-cepat ia bergandengan dengan salah satu teman grupnya tadi. Namun saat Viola memegang tanganya ia mengibaskanya dan langsung bergandengan dengan orang lain. Viola kaget dengan perilaku tersebut, ia mencoba mencari di kanan kiri depan belakang namun sepertinya semuanya sudah mendapatkan pasangan.

“5..”

            Hitungan dari kakak Osis sudah terdengar, Viola semakin panik mencari pasangan. Siapa tau diantara banyak siswa baru ada yang belum punya pasangan.

“4..”

            Viola semakin panik, ia berlari diantara pasangan-pasangan namun tak kunjung ia temui seorang yang belum punya pasangan.

“3..”

            Viola berhenti, ia pasrah. Sudah tidak ada lagi siswa baru yang belum punya pasangan.

“2..”

            Kakak Osis terus berhitung mundur. Ia memejamkan mata menunggu namanya dipanggil untuk menerima hukuman.

“1!”

‘Yah matilah aku.!’ ucap batin Viola. Ia masih memejamkan mata dan menunggu namanya dipanggil.

            “ya semuanya pas ternyata, saya kira akan ada satu siswa yang tidak punya pasangan mengingat jumlah keseluruhan siswa seharusnya lebih satu anak”.

            Viola yang mendengar kakak Osis itu terheran, padahal dirinya tidak mendapatkan pasangan.

            Ia membuka mata dan betapa kagetnya. Kakak Osis berjas hijau sedang di depanya, ia memasang muka dingin. Namun sorot matanya terlihat lembut.

            “Apa yang kakak lakukan disini?” Tanya Viola dengan ekspreksi kaget.

            “Kasihan saja kamu gak dapet pasangan” jawab kakak Osis yang ada di hadapan Viola. Mendengar jawaban itu Viola ingin sekali marah, ia tidak suka dikasihani. Namun di lain sisi ia berterimakasih karena berkatnya ia tidak dihukum.

            Sedangkan di depan sana, kakak Osis laki-laki sedang membisiki kakak osis yang berambut panjang. Sedetik kemudia ia menyeringai.

            “Oh, aku tau kenapa pasangan bisa pas. Ternyata ada kakak Osis yang membantu menjadi pasanganya.”

            Semua mata tertuju ke Viola setelah mendengar ucapan dari kakak Osis yang berambut panjang tadi.

            “Ih ya ampun kok mau kakak itu.”

            “Aduh kenapa bukan aku saja.”

            “Hei si cacat dapat pasangan kakak ganteng itu.”

            Bisikan-bisikan dari anak-anak terdengar oleh telinga Viola. Ia bingung harus bertindak seperti apa. Ia hanya bisa menunduk.

            “Hei! Kalian semua. Dia juga manusia, memang apa salahnya jika dia punya kekurangan? Kalian semua juga pasti punya kekurangan Jadi jangan sok sempurna”

            Viola kaget dengan ucapan kakak Osis yang telah menolongnya. ia mengangkat pandanganya dan memandang kakak Osis itu, raut wajahnya tenang saat membalas ucapan anak-anak tadi.

            “Waw Vino! Tumben kamu seperti ini. Ada apa dengan gadis ini sehingga membuat sahabatku seperti ini” kakak Osis perempuan berambut panjang tadi menghampiri Vino dan Viola.

            kakak itu memandangi Viola lekat-lekat, ia melihat tangannya yang cacat dan kemudian dia tersenyum.

            “Nama kamu siapa?”

            “Viola Andini Pramanta” jawab viola to the point. Ia sebenarnya gerogi menjadi pusat perhatian siswa dan kakak Osis yang sebanyak ini. Ia merutukki dirinya sendiri kenapa hari ini sudah dua kali dirinya menjadi pusat perhatian.

            “Wah, cantik sekali namamu” ucap kakak berambut panjang. Lalu ia mendekatkan bibir ke telinga viola dan membisikkan sesuatu. “Tapi sayang takdirmu tak secantik namamu,” lanjutnya dengan berbisik.

            Bola mata Viola menunjukkan ekspreksi kaget setelah mendengar bisikan dari kakak berambut panjang. Namun Viola berusaha untuk menahan tangisanya, ia tidak boleh terlihat lemah atas ucapan itu.

            “Clara, Apa yang kamu bisikkan?” ucap Vino dengan tenang namun tatapan matanya tanjam.

            “Oh tidak ada apa-apa Vin, ternyata kamu tertarik sama adek gemes ini ya” ucap Clara dengan senyum palsu. Ia terheran-heran dengan sahabatnya ini, sebelumnya dia tidak pernah seperti ini. Namun namanya sahabat ia tak akan segampang itu membiarkan Vino untuk orang lain. Ia akan mengujinya terlebih dahulu.

            Di lain sisi Aneth melihat Viola sedang menjadi pusat perhatian. Ia menghampiri Viola karena memang dari tadi ia sedang mencarinya.

            “Hei” sapa Aneth kepada Viola. Aneth bodoamat jika disampingnya terdapat dua kakak Osis. Ia hanya ingin minta maaf kepada Viola.

            “Maafkan orang tuaku tadi ya.”

            Viola pun kaget dengan kedatangan siswa baru yang tadi pagi orang tuanya sudah membuatnya malu. Namun sedetik kemudian Viola tersenyum, ia tidak bisa marah dengan Aneth karena bukan ia yang bersalah. Setidaknya dia mau berterimakasih kepadanya itu sudah cukup.

            “Tidak apa-apa, lupakan saja kejadian tadi pagi” ucap Viola dengan senang hati.

            “Oh iya namaku Aneth namamu siapa?”

            “aku Viola, salam kenal ya” Viola tersenyum manis dan ia tidak menyadari perubahan raut wajah Vino. Ia tersenyum tipis, dalam hati Vino ia terheran-heran kenapa ada wanita yang penyabar seperti Viola. Padahal ia tadi lihat dengan kepala mata sendiri bahwa dia menangis sejadi-jadinya tadi pagi sebelum bel berbunyi. Hal itulah yang membuat Vino tertarik pada paras Viola.

            Clara kembali ke depan dan mengungumkan bahwa permainan diakhiri. Karena waktunya istirahat. Viola pergi meninggakan Vino dan Aneth setelah bilang terimakasih kepada Vino.

            Sekarang Viola ingin pergi ke atap saja karena ia ingin menyendiri.  

           

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status