LOGINRisma yang mendengar keributan suaminya, segera menyusul Cipto ke depan pintu kamar. "Ada apa sih, Mas? Berisik banget! Nanti Ares bangun lagi," bisik Risma."Ares! Ares saja yang kamu urusi! Nasib Mas gimana ini? Mayang nuntut cerai Mas!" Cipto mengibas-ngibaskan lembaran kertas surat di depan wajah Risma dengan raut kesal."Hah? Mbak Mayang nuntut cerai, Mas? Aduh, gimana dong? Risma juga bingung …" sahut Risma belagak polos.Padahal, dalam hati ia juga menyetujui tindakan Mayang. Jujur saja, kalau dia yang berada dalam posisi Mayang, pasti dia juga akan melakukan hal yang sama."Tidak bisa! Ini tidak boleh terjadi, Risma! Mayang harus menarik gugatannya. Mas tidak mau bercerai. Selamanya Mayang akan tetap menjadi istri pertama mas dan kamu jadi istri kedua. Mas akan berusaha adil untuk kalian berdua," ucap Cipto, nafasnya tersengal."Terus … mas mau ngapain?" tanya Risma penasaran."Ponsel mas mana?? Sialan! Sialan kamu, Mayang! Kualat kamu sama suami, Mayang! Mas harus pakai jurus
Tiga hari berlalu,Entah dari mana bermula, berita tentang penyerahan diri Ian ke kantor polisi sudah tersebar seantero kampus. Berita yang beredar menyatakan bahwa seorang cucu pendiri universitas ternama masuk penjara dengan kasus perencanaan pemerkosaan. Dan, tak dapat terelakkan, nama Sabrina juga jadi ikut ramai dibicarakan sebagai korban kelakuan biadab Ian."Mereka pacaran sudah lama, dari sebelum Sabrina masuk kampus. Pasti mereka udah sering enak-enak tuh berdua," ucap seorang pemuda cepak di kantin kampus."Yoi! Mana katanya rumah Si Sabrina juga kosong mulu. Ortunya kan tinggal di luar negeri," sahut pemuda lainnya."Asyik banget! Bebas mantap-mantap di rumah tanpa ketahuan. Coba kalau gue yang kenal duluan sama tuh cewek. Nggak perlu capek c*li tiap pagi.""Cantik doang, tapi murahan!""Cewek begitu sih nggak ada bedanya sama pecun. Pantesan aja ditumbalin sama si Ian. Murah sih!""Bener lu!"BRAK!Baru satu menit duduk di kantin kampus, telinga Gilang sudah panas mendenga
Tak lama kemudian, pintu gudang berderit terbuka. Sosok yang tadi mereka sebut-Tono-akhirnya muncul. Sekilas, penampilannya tampak biasa, bertubuh tidak terlalu tinggi, rambut disisir rapi. Tindikan berjajar di telinga kiri, dan bibir merah muda berlapis lip gloss berkilau. Namun, seketika seringai ambigu terbit di bibirnya begitu tatapannya jatuh pada Ian yang meringkuk ketakutan."Ih, kebetulan banget Om Saputra lagi dinas ke luar kota. Udah dua hari nih gue nganggur ..." Pria berusia kurang dari tiga puluh tahun itu berjalan mendekati Ian dengan langkah santai. "Mana nih yang katanya minta dicoblos? Bagus nggak badannya?""Nggak ada bagus-bagusnya sih, Ton. Tapi yaahh... lumayan lah buat selingan sambil nunggu Om Saputra pulang. Satu lagi nih... dia pernah numbalin pacarnya sendiri digilir sama preman-preman Mawar Billiard, buat bayar utang judi.""Apa? Muke gile!" Tono terbelalak. "Ah, ngga punya otak nih orang! Mending lu jual diri aja-kalau laku-buat bayar utang! Pengecut! Najis
"Bibir aku dower, Mas. Aku mau mandi saja. Habis mandi aku mau bantu Mbak Amira masak makan malam. Mas jagain Ares. Jangan sampai dia bangun! Aku capek!" ucap Risma sambil nyelonong meninggalkan Cipto."Lha, terus mas gimana ini? Masa manual? Tangan mas kan kapalan, Risma. Risma!""Terserah mas saja lah. Aku nggak mau sedot-sedot kayak tadi lagi.""Risma! Risma!" panggil Cipto risau."Apalagi sih, Mas? Oh ya, aku juga mau ngingetin, orang tua aku udah butuh uangnya. Tolong mas segera transfer ya. Sesuai janji kita ..." ucap Risma, menyunggingkan senyum ke arah Ares, sebelum berlalu.Masuk ke dalam kamar mandi, Risma buru-buru menyalakan kran air wastafel. Kemudian membasuh wajahnya dan berkumur untuk menghilangkan sisa rasa kejantanan Cipto di mulutnya.Di lubuk hatinya Risma bersumpah, cukup sekali itu saja dia menjajal menggulum pusaka Cipto. Untuk selanjutnya, dia tidak mau lagi melakukannya. Tidak akan pernah! Biar saja suaminya itu bersabar menahan syahwat, daripada ia harus mual
Dan, saat Gilang dan Mayang sedang enak-enak mengumbar birahi di dalam mobil, jauh ratusan kilometer dari sana, seorang pria botak berkumis justru sedang pontang-panting sendirian.Cipto berdiri di kamar dengan hanya sehelai handuk melilit pinggang, wajahnya kusut menahan gejolak yang tak tersalurkan. Istri mudanya baru saja melahirkan, sehingga ia masih harus bersabar, meski hasratnya sudah mendesak bak ombak tsunami.Keadaan makin menyiksa ketika notifikasi grup chat rekan-rekan pelautnya tak henti berbunyi. Layar ponselnya penuh dengan kiriman foto liburan mesra bersama pasangan masing-masing. Ada yang pamer berjemur dengan istri bule berbikini, ada yang nekat mengunggah foto bugil pacar barunya, bahkan beberapa dengan santainya berbagi potret mesra yang sudah kelewat batas.Cipto mendengus panjang. "Kurang ajar... bikin tambah panas aja..." gumamnya, mencengkram erat ponsel, menahan rasa iri sekaligus frustrasi."Risma, kamu itu nifas berapa lama sih? Mas sudah nggak tahan nih ...
"Sssttt!! Cepet Mayang... aku udah nggak tahan nih..." Gilang mengusap kulit punggung Mayang yang halus.Mayang menatap wajah kekasih berondongnya itu, dadanya berdesir tak karuan. Ia meraup bibir Gilang sembari menaikkan bokongnya. Tangan kirinya mengarahkan pusaka Gilang ke liang surganya yang telah lembab."Yes, Mayang ... aaahh ... terus ... sempit banget enak ..." Gilang memukul pelan bokong Mayang saat sudah berhasil menghujamkan batang pusakanya, masuk dengan satu gerakan mulus. "F*ck me, Baby!"Mayang tersentak dengan pukulan pelan Gilang yang membuatnya merasa semakin sensual. Tidak sakit sama sekali, malah membuat libidonya naik drastis dan Mayang menyukainya. Demi menambah sensasi percintaan sore itu, Mayang menghujamkan kuku-kukunya di punggung Gilang. Serempak dengan tubuh penuh hasrat, suara erangan kepuasan pun menggema bersama lantunan lagu yang terus mengiringi persetubuhan mereka."Gerakin terus pinggul kamu... peluk aku, Mayang ... terus ... uuuhhh ... sempit banget







