Share

BUKAN HASRAT SUAMIKU
BUKAN HASRAT SUAMIKU
Penulis: VincaFlower

Tamu Tengah Malam

"Mas, semalam, kamu begitu hebat. Aku benar-benar mabuk kepayang dibuatnya,"

Aku bergelendot manja di lengan suamiku, sembari berjalan beriringan ke garasi.

"Oh jadi, hanya semalam aku yang hebat? Malam-malam sebelumnya, tidak?" tanyanya, mengedipkan sebelah mata tajam itu padaku.

Aku tersipu, merasa malu kenapa harus membahas hal ini saat ia mau pergi kerja.

"Ah, bukan begitu. Kamu selalu hebat di setiap percintaan kita. Hanya saja semalam lebih agak gimana gitu ..." ucapku terbata sambil memainkan dasi di dada bidangnya itu.

"Gimana apanya?" godanya, pura-pura tidak tahu, tangannya meraih pintu mobil, sementara tangan yang lainnya masih merangkul pinggangku.

Ia masih menatapku. Aku gugup dibuatnya, lalu sebuah c**man hangat, mendarat di kening.

"Mulai sekarang katakan saja permainan seperti apa yang kamu mau, maka suamimu ini akan mewujudkan untukmu." bisiknya manja di telingaku. Membuat buku di sekujur tubuhku meremang.

Sudah dipastikan mukaku merah padam. Harusnya aku tidak membicarakan ini padanya tadi. Ujung-ujungnya aku juga yang kena batunya. Aku tiba-tiba saja merasa menjadi istri yang genit.

Namun, mau bagaimana lagi, aku begitu kagum dengannya semalam, tentu saja sebelumnya ia juga sangat perkasa, ia selalu membuatku kewalahan. Tentu saja aku tidak bisa langsung memujinya, karena aku sudah begitu kelelahan dan keburu tidur.

"Hari ini, kamu istirahat saja. Jangan lakukan kegiatan apa-apa. Aku yakin sekali istriku ini sangat kelelahan, dan kalau masih punya tenaga, kita akan kembali bermain malam ini. Bagaimana, sayangku?"

Aku semakin memerah karena perkataannya itu. Wajahku tertunduk dalam tidak berani menatap wajah tampannya itu.

"Kenapa?" Kekehannya terdengar geli.

"Aku, malu, mas," Aku mencebik membuang pandangan.

Lelakiku ini semakin memperpanjang kekehannya, lalu ia meraihku kedalam pelukannya yang selalu hangat.

"Malu?"

"Hammm ..." gumanku, masih enggan menatapnya, aku lebih memilih merapikan krah kemejanya yang tidak kusut.

Lalu ia menunduk, mer*up bibirku. Lama, hingga aku ters*ng*l.

"Sekarang sudah tidak malu lagi kan?"

"Ah, Maas ..." Aku benar-benar kelabakan dibuatnya. Lantas memukul dadanya pelan.

" Sekali lagi kamu bilang malu, maka aku tidak akan ke kantor hari ini." Aku gemetar mendengar ancaman manis itu. Terasa ibu jarinya membel*i bibirku yang bengkak oleh ulahnya.

Sepertinya mungkin begitulah yang terjadi di setiap pagi para pengantin baru. Pernikahan kami yang  baru berusia tiga bulan ini tidak luput dari candaan kemesraan setiap harinya. 

Apalagi, Mas Pandu selalu sibuk di siang hari dengan pekerjaannya, sehingga kami hanya punya waktu malam dan pagi hari untuk menghabiskan masa-masa indah manisnya bulan madu. Walau hanya sekedar di tempat t*dur. 

Aku menatap penuh harap mobil suamiku yang meluncur dari perkarangan menuju jalan raya, semoga siang ini segera berlalu, segera berganti dengan malam agar ia cepat kembali, lalu suamiku itu akan kembali membuatku jadi wanita yang paling bahagia di atas dunia ini.

                   ----------------------------

"Idiih, pengantin baru. Selalu bersemi lehernyanya setiap pagi," celetuk Irma, tetangga sebelah rumah yang usianya  sebaya denganku, hanya saja ia sudah mempunyai anak berumur 4 dan 2 tahun.

Aku tersenyum, cepat-cepat menutup bagian leherku yang dimaksudnya dengan rambut. Ah seharusnya tadi aku keluar pakai kerudung jadi Irma tidak akan sempat meledekku.

"Ah, jangan malu begitu, Mala. Namanya juga pengantin baru." Katanya lagi.

Sebenarnya aku tidak malu dengan Irma, tapi takut nantinya Abang tukang sayur itu mendengar pembicaraan kami, tapi sepertinya tidak. Si Abang malah sibuk mengatur tata letak dagangannya.

"Eh, biasanya pengantin baru itu, bisa melakukan beberapa kali semalam, kamu juga nggak sih?" bisik Irma kepo. Oh, ngapain sih nanya-nanya kan dia pernah juga jadi pengantin baru.

Aku hanya tersenyum menanggapi ocehan ibu muda ini, tanpa berniat menjawab segala keingintahuannya. Maklum aku baru di sini, jadi merasa belum pantas aja ber ha hi dengan tetangga, takut salah bicara. 

"Oh ya, Mala. Kamu sering kedatang tamu  malam-malam, ya." Pertanyaan yang membuat kegiatanku memilah sayur jadi terhenti.

"Tamu?" Aku menatapnya heran, perasaan selama tinggal di sini, kami belum pernah kedatangan tamu malam hari, jangankan malam, siangpun jarang. Selain tukang galon.

"Ia datang, sekitar jam 12 malam lalu pergi menjelang subuh, siapa sih? Kasihan pengantin baru, masa ada gangguan terus? Kapan ena-enanya?" 

Keterangan Irma benar-benar membuat dahulu berkerut, tapi aku tidak benar-benar menanggapinya. Mungkin saja ia salah lihat, batinku. Tamu apa? Orang setiap malam   aku hanya aku berdua dengan suami mereguk kenikmatan, hak mutlak yang telah diberikan Tuhan.

"Tamumu, itu terlihat sangat macho ya, Mala. Aku tidak pernah melewatkan mengintipnya. Jambang di rahang serta tubuhnya yang terlihat bebal itu benar-benar super uwu wu. Ah, bahkan sampai aku beranak dua sekarangpun, aku masih menghayal mempunyai suami seperti itu. Oh ya Tuhan, maafkan hambamu ini ..." ucapnya, disusul tawa lepas yang begitu berderai.

Berjambang halus? tubuh bebal? Ah hatiku tiba-tiba berdetak tidak enak. Kenapa seperti aku merasa tidak asing dengan ....

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Nadiiaa
Aku suka membaca nya
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Mr. G Nirmala akhirnya bisa membaca ceritamu di sini......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status