"Katanya kamu pindahan ke rumah sebelah sekolah, Dhuk?" tanya Bu Aisyah saat pagi Keya mengantar ke rumahnya."Iya, Mi." jawab Keya lemah."Walau begitu jangan kamu jauhkan Sheryn dari kami, Dhuk. ini sudah berapa hari nggak kamu bawa kemari?"Keya memang sudah agak lama tak ke sana. Dia takut ditanyai macam-macam. Lagipula karena rumah itu dekat sekolahan, Bi Ira kadang mengajaknya sekedar ngasuh Sheryn di sekolah."Rumah ini sepi tanpa Sheryn, Key. Tetaplah bawa ke sini dia." H Daran yang muncul segera menyambut Sheryn dan menciuminya."Kuuuu,..." Gadis kecil itu sampai protes lalu seolah tak sabar, bernajak ke mainannya."Andai saja kamu mau di sini." kata Bu Aisyah yang sudah bermain dengan Sheryn.."Bagaimana kalau Nabil pulang, Mi?""Iya juga, kamu pasti berada dalam situasi yang tak enak.""Ayo makan, Dhuk." Bu Aisyah mengambilkan piring untuk Keya sarapan."Keya sudah beli lontong tadi, Mi.""Lain kali sarapan di sini saja. Kamu pasti lapar kalau hanya makan lontong, lawong k
Baru selesai Subuh, telpon berdering. Keya memang lupa mematikan handphone-nya setelah Liam telpon semalam "Siapa sih yang telpon?" gerutu Keya.Begitu lama, Keya enggan mengangkat telpon. Namun secera reflek, dengan masih mengantuk, dia mengangkat juga."Assalamualaikum, Ey.""Waalaikumussalam," suara Keya serak.Saat sholat tadi, Keya memang menangis. Baru saja tertidur lagi, Liam sudah menelpon. Pikirannya sudah penuh kebingungan. Terkadang ia merasa Liam telah hilang dari hidupnya. Dan dia tak sanggup jika benar-benar Liam akan bersama Dania, atau bahkan dia harus berbagi Liam dengan orang lain."Apa benar kata Pak Sani kalau Kak Liam telah menjatuhkan talak pada Kak Dania?"Pertanyaan itu kembali mengiang."Tapi kenapa Kak Dania bilang kalau Kak Liam sering bersamanya?""Ey,..""E, iya, Kak, kenapa?""Tumben kamu tidur pagi begini? Biasanya kamu malah marahi aku kalau aku ketiduran habis Subuhan.""Sheryn rewel."Liam mengeryit. "Sebentar, aku kok ngerasa suara kamu aneh begini
"Pak, bisa cepat enggak?"Dania masih lantang bicara. Keya jadi sadar, ternyata watak wanita itu kembali ke asalnya.Pak Sani lalu memasukkan barang-barang ke mobil dibantu Keya."Jangan lupa, nanti kunci mobil kasihkan ke saya," titah Dania. Lalu masuk ke rumah dan menutup pintunya."Pak, tolong jangan bilang Pak Liam soal semua ini," kata Keya setelah mobil sampai di rumah yang dituju.Pak Sani mengangguk sambil hatinya trenyuh melihat Keya. Dipandanginya rumah lama yang akan ditempati Keya. Rumah milik Bu Sarah yang kini tinggal di rumah putrinya setelah ditinggal suaminya meninggal setahun yang lalu.Keya dibantu Pak Sani menurunkan barang-barang. Pintu rumah dibuka. Rupanya Bu Sarah, pemilik rumah sudah di dalam."Walau tiap hari dirawat, sekarang masih saya bersihkan dulu, Bu. Saya gak enak hati, biasanya Bu Keya tinggal di rumah besar kok sekarang tinggal di rumah gubuk.""Makasih, Bu. Maaf merepotkan," kata Keya segan.Sepertinya cepat sekali Bu Aisyah membersihkan rumahnya. Mu
Setelah itu, dia berjalan ke pintu belakang dan membukanya. Udara malam yang dingin menerpa wajahnya. Langit gelap tanpa bintang. Suasana sunyi menyelimuti pekarangan.Di depan kolam ini, dulu dia sering bercanda dengan Liam. Di sini pula dia mengakui bahwa dia nyaman dekat lelaki itu. Bahwa dia tak ingin berjauhan dengan Liam. Tapi semua itu hanya bagian dari masa lalu yang mungkin sulit diraih kembali.Keya memandang jauh ke sawah yang terhampar di depannya. Angin malam berembus membawa aroma tanah basah. Tapi tak bisa menyejukkan hatinya yang panas oleh luka.Dalam hati dia teramat berat meninggalkan rumah ini. Di rumah ini, Keya menemukan banyak hal. Kasih sayang dari Bu Maryam. Sentuhan lembut Liam. Doa-doa pertamanya. Air matanya yang tumpah di sajadah.Dulu, dia tak tahu arti sholat. Kini, dia tak bisa hidup tanpa sholat.Dulu, hijab terasa gerah. Kini, hijab adalah bagian dari dirinya.Dan kini , semua itu harus ditinggalkan?Dia teringat kata-kata sahabatnya yang baru saja pe
"Iya, ini aku sudah di rumah. Katamu aku harus nemenin Keya."Sejenak tak terdengar apa-apa saat Keya menghentikan langkahnya. Napasnya tercekat. Matanya membulat. Nada suara itu begitu akrab."Kamu kenapa sih telepon aku terus? Kamu jangan khawatir. Walau rumah ini jauh dari tetangga, kami aman kok, ya. Kan ada aku."Deg!Seketika hati Keya terasa perih. Tubuhnya seolah limbung. Suaranya... suara siapa ya? Kata-katanya,. .Napasnya tertahan. Tak terasa tangannya menyentuh pot bunga di sampingnya. Pot itu miring, lalu jatuh dan mengeluarkan bunyi pecahan."Keya?"Suara lantang Dania menyusul tak lama kemudian. Perempuan itu melangkah cepat keluar kamar dan menatap Keya dengan mata tajam penuh selidik. Rambutnya setengah terurai, dan wajahnya tampak kesal karena terganggu."Kamu lagi ngapain ke sini?""Aku cuma mau lewat ke dapur, Kak. Ambil makanan," jawab Keya cepat sambil menunduk, menyembunyikan air matanya yang hampir jatuh.Dania mengerutkan kening, mencermati raut wajah Keya yang
Seharian teman Keya bercanda dan berjalan ke sawah di belakang rumah, membantu Bi Ira menangkap Bebek untuk makan mereka. Mereka juga jalan Minggu pagi menikmati suasana desa itu, hinggah tak terasa sore menjelang."Sorry ya, Key,... kalau selama kita di sini ngrepotin kamu," pamit Rina dengan memeluk Keya. Isya' baru saja berlalu."Siapa bilang ngrepoti? Aku, juga Kak Liam malah senang kalian di sini. Dia malah berharap, selama dia pergi kalian mau temani aku.""Idih, tadi malam telponan ya kok tahu kita di sini? So sweet,.. jadi ngiri nih," canda Lesti."Makanya, cowok kamu yang ngacir itu biarlah ngacir, ngapain dipikirin? Cari yang baru biar bisa sweet-sweet," oceh Lili."Iya, juga, Beb!" Senyum Lesti mengembang.Namun saat mereka sudah mau beranjak pergi, sebuah motor matic keluaran terbaru datang. Lili yang lagi berjalan sambil mengambil jambu air di depan rumah, mengerling ke Keya."Lho..." Lili menghentikan tangannya yang menggapai jambu. "Itu... siapa, Key?"Keya mengerutk