Share

Bab 18. Dia,..

Author: HaniHadi_LTF
last update Last Updated: 2025-05-22 08:16:08

"InsyaAllah, sudah, Pak," jawab Pak Hasan Modin dengan suara mantap.

"Bismillahirrahmanirrahim." Suara penghulu menggema di ruangan yang hening. Ia mulai membuka berkas-berkas pernikahan Liam dan Keya. Jemarinya yang sudah keriput tampak lincah membolak-balikkan halaman, lalu dengan suara tenang ia mulai membaca aturan-aturan yang harus dipahami sebelum ijab kabul. Sesekali matanya melirik ke arah Liam yang duduk tegak di hadapannya, kaku seperti patung.

Liam hanya mengangguk ketika ditanya satu dua hal ringan. Nafasnya sedikit tak beraturan. Tangannya dingin. Ia menatap sekilas wajah Keya di seberangnya-perempuan itu tampak tenang, tetapi sorot matanya dalam, seakan menyimpan rahasia yang tidak ingin diungkapkan siapa pun.

Dan pada titik terakhir, penghulu menggenggam tangan Liam erat. Suaranya mantap.

"Saudara Liam Thoriq Lazuardi bin Thoriq Abdillah, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan Keya Quensha Tasnim binti Adinata Chandra, dengan mas kawin seperangkat alat salat dan perh
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 162. Mencoba berdamai

    "Sama ayah ya?""Ya ya,..ya,.. ya,.. Buu,.aat."Keya segera lari ke kamar begitu melihat siapa yang datang. Dia mengambil kerudung instan yang biasa dia pakai di sekitar rumah."Bunda nggak jahat Sayang. Kamu yang nggak nurut Bunda."Seolah mengerti dimarahi, balita itu malah mengeraskan tangisnya sampai Bi Ira yang menyelesaikan masakannya keluar."Eh, ada Ayah ya?"Sheryn seolah mengerti dia mengeluarkan kata-kata pada Bi Ira."Kalau gitu jangan nangis lagi, dong, anak cantik! Habisnya kamu sih, rewel.""Assalamualaikum, Bi, apa khabar?""Alhamdulillah, Le. Kamu,.kelihatan beda banget. Bi Ira pangling.""Bedanya tambah item ya, Bi?""Bukan gitu, Le. Kamu terlihat makin dewasa.""Biasa saja. Bi," ucapnya tersenyumSheryn jadi tersenyum dengan tangan yang mengayun menyambut tangan Nabil yang hendak menganggkatnya.Cepat-cepat Keya menyingkirkan baju tidur begitu Nabil lewat. Lalu dia mengambil baju Sheryn dan peralatan bayi lain dari kamar untuk dibawa ke depan.Namun Nabil yang tadi

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 161. Perih

    Nabil terlenguh. Ternyata jilbab Keya bukanlah hanya jilbab yang menutup kepalanya saja. Dia telah memakaikan jilbab itu dalam ke dasar hatinya, hingga menjaga citra jilbabnya agar tak ternoda. Diingatnya saat dulu, Keya yang suka mengagetkannya, lalu memeluknya dari belakang dengan mengacak rambutnya."Cinta itu sudah mati untukmu, Nabil!" ucap Keya dengan kaki yang sudah luntruh ke lantai. "Keke yang mencintaimu sudah tiada."Nabil terhentak. Dia tidak mengira akan mendengar kata-kata itu dari mulut Keya. Langkahnya sampai mundur ke belakang. Dia masih mengira, tatapan Keya masih sama untuknya."Tidak, Ke.. kamu bohong," bantahnya. Bagaimanapun juga rasa di hatinya tak pernah padam. Dia selalu berharap pandangan Keya tetap sama hanya untuknya walau dia milik orang lain.Keya beranjak, mendekat ke Sheryn. Dibujuknya kembali anak itu untuk ikut dengannya. "Ke,.. jangan kamu luapkan amarahmu padanya. Di masih tidur, Ke." Ditariknya tangan Keya dengan paksa, lalu direngkuhnya. Namun d

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 160. Sudah mati

    "Astaghfirullah, Nabil!"Keya buru-buru memalingkan wajah, pipinya bersemu merah. Ia tak menyangka pintu terbuka begitu saja, menampilkan sosok lelaki itu dengan hanya handuk melilit pinggang.Nabil berdiri membelakangi sinar pagi dari jendela kamar, membuat siluet tubuhnya semakin terlihat jelas. Bahunya lebar, otot lengannya menggurat, dan dada bidangnya masih basah. Sisa sabun mengalir pelan, turun mengikuti alur otot perutnya yang mengeras. Bahkan masih ada sabun di dadanyaKeya menelan ludah. Jantungnya berdebar. Pandangannya meluncur cepat ke lantai."Aku kira siapa," kata Nabil. Suaranya serak, sedikit tertahan, seolah baru sadar apa yang terjadi."Maaf..." bisik Keya, langkahnya berbalik cepat ke arah dapur, hendak mencari Bu Aisyah untuk menutupi rasa malu. Namun belum sempat ia melangkah jauh—"Ya, ya, ya, ya!"Suara Sheryn melengking di ruangan itu. Tangannya terjulur ke arah Nabil. Anak itu menangis, suaranya pecah, dan tubuhnya memberontak dari gendongan Keya."Sshh... She

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 159. Maaf, Nak!

    Pukul 2. 30 dini hari.Barak masih tenggelam dalam keheningan. Udara dingin menyusup masuk dari celah jendela, menggigit kulit. Ranjang-ranjang besi berderet rapi, masing-masing dihuni tubuh lelah yang tenggelam dalam mimpi.Tiba-tiba suara langkah tergesa memecah sunyi. Suara sepatunya berat, khas sepatu komando yang menghantam lantai dengan dentuman kecil."Taruna Nabil!"Suara itu keras dan tegas, menggema di ruang barak. Nabil terlonjak bangun. Matanya membelalak. Sekilas ia pikir ia sedang bermimpi, tapi tidak—panggilan itu nyata, menggetarkan jantungnya."Iya, Komandan!" jawabnya cepat sambil berdiri tegak, walau masih separuh sadar."Ikut saya ke ruang pengasuh. Ini penting. Ada kabar dari rumah."Tanpa bertanya, tanpa ragu, Nabil menyambar jaket dan mengikuti langkah cepat sang pengasuh. Perasaannya tak menentu. Hatinya mendadak dicekam resah.Sesampainya di ruang pengasuh, seorang perwira muda menyerahkan ponsel kantor."Ini ibumu. Cepat bicara. Jangan lama."Dengan tangan gem

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 158. Terkejut

    Tiba di rumah orangtua Dania, Liam mengetuk. Hari sudah malam, hampir jam 02.00."Dania!" Bu Marya segera memeluk putrinya yang berurai air mata.Pak Bagus hanya menatap Liam. Melihat putrinya dalam keadaan seperti itu, tentunya bukan hal baik yang telah terjadi."Sekali lagi saya minta maaf. Saya ke sini kapan hari saya rasa saya sudah mengatakan yang sejelas-jelasnya, bahwa saya akan mengirimkan surat gugatan cerai dari pengadilan. Tapi kenapa tiba-tiba saja Dania sudah di rumah saya, di kamar saya, dengan mengusir Keya dari rumah.""Bukan aku yang mengusir. Keya sendiri yang ingin pergi." Dania masih menyangkal."Aku yakin kamu telah mengatakan sesuatu sampai dia memutuskan untuk pergi."Dania menunduk."Sekali lagi saya tanya, di mana Keya?""Tanya pada Nabil!" kata Dania, masih berusaha memancing emosi Liam dengan mengatakan hubungan Nabil dengan Keya. Lalu Dania berlalu melangkahkan kakinya ke dalam kamar."Maafkan saya, Nak Liam. Saya tidak bisa mendidik anak saya dengan baik. K

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 157. Sesal

    "Pak Haji! Astaghfirullah, Pak Haji!"Suara itu membelah subuh yang belum sempurna tiba. Seorang lelaki berlari dari serambi masjid, tubuhnya gemetar melihat Haji Darman terbujur dengan nafas tersengal. Beberapa jamaah yang baru tiba berhenti di tempat."Angkat ke dalam! Jangan dibiarkan di lantai dingin!" seru seorang bapak, buru-buru menggelar sajadah sebagai alas.Langkah-langkah pelan orang ke masjid, menjadi dipercepat, melihat kondisi H Darman. Di antara mereka, terdengar suara sandal terburu-buru. Bu Aisyah yang datang ke masjid hendak Subuhan dengan mukena terpasang sempurna, mendekat."Aba!" jeritnya. Ia langsung menjatuhkan diri di sisi tubuh suaminya. "Apa yang terjadi? Tadi masih semangat wudhu di rumah!""Baru saja sampai serambi, Bu. Tiba-tiba jatuh. Nafasnya berat.""Panggil Hanafi! Cepat!""Tapi orang itu susah dibangunkan, Bu.""Bentak saja dia kalau perlu!" Wajah Bu Aisyah tegang. "Itu abanya, bukan kambing!"Seorang pemuda langsung berlari ke arah rumah Hanafi. Nafas

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status