ホーム / Romansa / BUKAN MEMPELAI IMPIAN / Bab 292. Kesempatan

共有

Bab 292. Kesempatan

作者: HaniHadi_LTF
last update 最終更新日: 2025-09-11 05:18:30

"Najla, kamu sudah siap dengan berkas untuk kasus klien besok?"

Suara berat Pak Affandi mengisi ruangan berlapis kayu jati itu. Najla mengangkat kepala, menaruh map yang sempat ia rapikan di meja. "Sudah, Pak. Tinggal saya cocokan data terakhir."

Pak Affandi mengangguk. "Bagus. Kamu cepat belajar. Aku suka." Ia meraih jasnya lalu berdiri. "Aku harus ke pengadilan sebentar. Kalau ada tamu, terima saja. Khususnya kalau Arfan datang. Juga, ada seseorang yang datang mengurus perceraian."

Nama itu menohok telinga Najla. Jantungnya berdetak tak wajar, meski wajahnya berusaha tetap tenang. "Baik, Pak," jawabnya singkat.

Begitu pintu tertutup, Najla menarik napas panjang. Tangannya menggenggam pena erat, seolah benda kecil itu bisa menahan guncang di dadanya.

Pintu kembali berderit. Langkah pelan terdengar, lalu suara familiar menyusul. "Aku kira aku salah dengar. Ternyata benar, Najla menerima tawaran Papi."

Najla berdiri, matanya otomatis menegang. Arfan berdiri di depan pintu dengan kemeja
この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード
ロックされたチャプター
コメント (1)
goodnovel comment avatar
Anita Amalia
gubrak dah...ayyo siapa hayoo... bikin penasaran kak... lanjutnya jangan lama² kak
すべてのコメントを表示

最新チャプター

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 321. Kenapa?

    Ranying terisak pelan. Kata-kata Tanaka bergaung lagi, menusuk di antara pikirannya."Bantu aku berubah, Ranying. Hanya kamu yang bisa buat aku percaya cinta. Selama ini aku telah larut dalam alkohol dan judi, tapi wanita,.. melihatmu aku baru bisa merasakan ada yang lain dalam diriku yang selama ini tidak pernah aku rasakan pada wanita manapun"Ranying menekuk lutut, memeluk dirinya sendiri. Nafasnya berat Setetes air mata tba-tiba telah luruh di pipi lembutnya."Kenapa harus aku, Tanaka? Kenapa bukan orang lain?" bisiknya. "Ranying..." suara ibunya memecah lamunannya. "Nak, ayo makan. Dari tadi kamu di kamar saja."Ranying cepat-cepat menyeka pipinya. "Iya, Bu." Suaranya bergetar, tapi ia berusaha tenang.Pintu berderit. Wajah lembut ibunya muncul, membawa tatapan penuh tanya. "Kamu baik-baik saja?""Aku tidak apa-apa, Mak.""Tapi kenapa akhir-akhir ini wajahmu sering murung?" Bu Inggai mendekat, menelisik wajah Ranying."Mamak terlalu khawatir." "Pekerjaan kamu gimana? Sudah ada

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 320. Hanya kamu, Ranying!

    "Kamu siap?" tanya Nabil.Ara mengangguk.Malam itu, udara sungai terasa dingin dan lengket. Nabil dan Ara mendayung perahu kecil dengan hati-hati, suara kayu beradu dengan air nyaris tak terdengar. Sengaja mereka tak menghidupkan mesin agar tidak terdengar. Dari kejauhan, lampu-lampu samar terlihat berkedip di balik pepohonan rimbun.“Pulau kecil itu, kan?” bisik Ara sambil menunjuk ke arah bayangan tanah yang dipenuhi rumpun bambu dan pohon kelapa.Nabil mengangguk, wajahnya tegang. “Ya. Tempat itu yang secara nggak langsung pernah dibahas Ranying. Kita harus hati-hati. Kamera ini jangan sampai mati.”Perahu mereka menepi pelan di celah sempit, terlindung akar bakau. Nabil turun lebih dulu, menahan perahu supaya Ara bisa melompat tanpa suara. Mereka merunduk, berjalan meniti tanah lembek, lalu mendaki sedikit ke arah cahaya.Begitu melewati semak, pemandangan terbuka. Di tengah pulau kecil itu berdiri bangunan semi permanen dari kayu dan seng, bercampur tenda besar. Lampu sorot menya

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 319 Cemas

    "Ya Allah, jaga dia untukku. Rasanya baru saja aku bisa mendapatkan hatinya. Dan aku igin kami bisa hidup lama bersama. Jangan kamu ambil dia dariku. aku ikhlas selamanya tak memiliki anak sendiri, asal dia masih bersamaku." Liam menghabus air matanya yang tak pernah berhenti menetes sejak dia menggelar sajadah di akhir di tengah malam.Dia memang tak dapat tidur, bayangan ucapan dokter di rumah sakit masih melekat di ingatannya. Saat itu,..Dokter Sinta hanya menghela napas pelan. "Kita tunggu perkembangan dulu. Tapi kalian harus siap untuk kemungkinan yang tidak sesuai harapan."Hening merambat di ruangan itu. Keya menatap Liam dengan mata berkaca, sementara Liam menahan napas panjang, hatinya semakin dipenuhi kecemasan.Dokter Sinta menarik napas panjang. "Bukan soal bayinya... tapi kondisi tubuh Ibu Keya sendiri. Ada tanda yang membuat saya harus waspada. Kita tidak boleh anggap enteng ini."Ruangan seketika hening. Liam merasakan jantungnya berdegup kencang, wajahnya menegang. K

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 318. Detak jantung

    Suara detak jam dinding di ruang praktik terdengar teratur, seolah menambah ketegangan suasana. Keya duduk di kursi pasien, tangannya terus meremas jari Liam yang duduk di sampingnya. Wajahnya tampak lebih segar daripada kunjungan pertama, meski masih ada sedikit pucat karena mual yang mulai sering datang."Jadi, ini pemeriksaan lanjutan ya, Bu Keya," ujar Dokter Sinta sambil menyiapkan alat USG. "Usia kehamilan sekitar enam minggu lebih sedikit. Biasanya, di tahap ini, sudah bisa terlihat kantung janin, bahkan detak jantung."Keya menoleh cepat pada Liam, matanya berbinar. "Dengar nggak, Kak? Detak jantung. Aku pengin banget denger itu."Liam tersenyum tipis, meski jelas terlihat ada kecemasan di wajahnya. "Iya, Ey. Semoga semuanya lancar."Keya membalas senyumnya. "Aku yakin, Kak. Bayi kita kuat. Dua jagoan kecil kita pasti sehat."Liam menghela napas dalam, tangannya semakin erat menggenggam. "Kamu masih yakin mau dua cowok, Ey?""Udah bulat tekadku," jawab Keya mantap, meski suara

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 317. Terlambat?

    “Mau aku bawa kamu lagi ke pasar besok?” tanya Ranying sambil melirik Nabil yang duduk termenung di serambi rumah kepala desa.Nabil menoleh pelan. “Pasar lagi?”Ranying mengangguk, wajahnya ceria. “Iya. Kamu kan belum puas kemarin. Sungai itu selalu hidup. Ada saja yang bisa dilihat.”Nabil menimbang. “Kamu seperti hafal betul.”“Tentu. Aku besar di sini.” Suara Ranying ringan, tapi tatapannya menusuk sekejap. “Aku tahu alur mana yang ramai, mana yang sepi.”Nabil menelan ludah. “Sepi? Maksudnya?”“Ah, maksudku jalur tenang. Perahu jarang lewat. Cocok kalau mau lihat burung-burung air.” Ranying tersenyum samar, lalu berbalik masuk.Nabil terdiam. Kata-kata itu berputar di kepalanya. Jalur sepi. Perahu jarang lewat.Keesokan harinya, kabut pagi kembali menggantung. Perahu mereka mengayun pelan. Ranying duduk di depan, matanya hidup penuh antusias.“Lihat sana,” katanya menunjuk sebuah perahu kecil. “Itu yang jual sayur segar dari ladang. Murah, kan?”Nabil tersenyum tipis. “Iya.” Panda

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 316. Tak yakin

    "Kamu nggak keberatan nemenin aku besok pagi?" tanya Ranying lirih, tapi ada nada iseng.Nabil menoleh. "Kemana?""Pasar." Senyum nakal muncul di wajahnya. "Ada pasar apung, seru lho. Kamu belum pernah kan?"Nabil mengerjap. "Pasar apung? ""Asik lho. Perahu-perahu kecil, ibu-ibu jual sayur, ikan, buah. Kalau kamu beruntung bisa lihat mereka tawar-menawar sambil arus sungai jalan terus." Ranying tertawa, matanya berbinar. "Kamu pasti suka."Nabil mengangguk ragu. "Ok, kayaknya asik," ucap Nabil dengan masih melirik ke dalam, berharap dia bertemu Rere. Beberapa hari ini dia tahu, Rere menghindarinya. Dia ingin mengatakan sesuatu secara angsung, tapi setiap ia mendekati Rere, Ranying seolah selalu ada."Kamu akan lihat sendiri suasana asli kampung ini. Jangan cuma dengar cerita orang lain." Nabil tersenyum. Ada rasa hangat sekaligus waspada. Pasar apung—jalur sungai—terdengar sederhana, tapi instingnya mengingatkan sesuatu. Sungai bukan sekadar tempat mancing atau belanja. Sungai bisa

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status