"Ya, ampuuuuun! Lihat anak kamu! Dia memecahkan barang mahal di sini! Gimana sih? Baru masuk aja sudah bawa sial toko ini?!"
Suara pemilik toko terdengar melengking mengucapkan kata-kata itu pada Shelin dengan mata melotot. Rasa terkejut Shelin bercampur perasaan sesak karena ada kata 'sial' yang disematkan pemilik toko tersebut padanya.Sementara itu, Sheila yang ketakutan mendengar teriakan sang pemilik toko memeluk kaki ibunya. Shelin tahu anaknya tidak sengaja, tapi bagaimanapun situasi yang sedang dialami sang anak, tidak akan mungkin bisa membuat pemilik toko itu bersimpati pada Sheila."Maafkan anak saya, Bu. Saya janji akan mengganti, potong saja gaji saya, untuk membayar vas yang pecah itu, maafkan anak saya."Shelin berusaha untuk mencairkan kemarahan sang pemilik toko dengan cara meminta maaf untuk anaknya pada pemilik toko tersebut.Namun saat mendengar perkataan Shelin, wanita itu bukannya mereda rasa marahnya, tapi justru sebaliknya."Gaji? Gaji, kamu bilang? Astaga! Kau pikir aku mau mempekerjakan seseorang yang belum apa-apa sudah membawa sial tempatku ini! Berikan kalung emas yang dipakai anakmu itu! Harganya sama dengan vas bunga yang dia pecahkan, sekarang!""Tapi, Bu-""Tidak mau? Ya, sudah, aku akan membawa perkara ini ke pihak yang berwajib, tunggu saja prosesnya, kamu akan aku kirim ke penjara!"Ancaman yang dilontarkan oleh pemilik toko itu membuat Shelin mau tidak melakukan apa yang dikatakan wanita tersebut. Ia tidak mau masalah itu sampai ke pihak yang berwajib. Khawatir itu akan membuat ia dan sang anak terpisah, dan Shelin tidak mau.Dengan berat hati emas satu satunya yang tersisa di tubuh anaknya dilepas untuk membayar ganti rugi.Shelin masih berusaha untuk menawar, namun pemilik toko itu tetap tidak peduli dan terpaksa Shelin tidak bisa berbuat banyak karena ia tidak punya pilihan."Nanti beli kalung lagi ya, Nak, Sheila jangan sedih kalungnya buat ganti vas bunga yang pecah tadi," jelas Shelin pada anaknya yang melihat ke arahnya setelah kalung itu dilepaskan."Maaf, Mama...."Suara Sheila bergetar ketika mengucapkan kata maaf itu pada sang ibu. Shelin mengusap puncak kepala sang anak."Tidak apa-apa, yang penting Mama dan Sheila tidak terpisah itu lebih baik."Sheila tidak menjawab, ia tetap menyembunyikan wajahnya di salah satu kaki sang ibu yang dipeluknya itu.Shelin membawa sang anak keluar dari toko itu setelah sang pemilik toko berulang kali meminta dirinya untuk keluar saja karena lamarannya ditolak untuk bisa bekerja di tempat tersebut.Pemilik toko yang sudah mendapatkan emas sebagai ganti rugi vas bunga mahal yang ia jual itu tersenyum sambil menatapi kalung yang diberikan oleh Shelin padanya."Dasar perempuan pembawa sial, baru melamar pekerjaan saja sudah membuat toko ini rugi, bagaimana kalau jadi karyawan segala? Untung saja anaknya memakai kalung, kalau tidak? Mau bayar pakai apa dia? Muka aja yang perlente, tapi duit tidak ada!"Pemilik toko itu masih mengomel meskipun menikmati hasil dari omelannya hari ini, kalung emas yang lumayan untuk mengganti kerugian akibat vas bunga yang dipecahkan oleh Sheila.Seharian, Shelin tidak menemukan pekerjaan lagi seperti hari-hari sebelumnya.Ia membawa anaknya pulang dengan perasaan bercampur aduk. Ada rasa cemas, lelah, dan sedih jadi satu. Cemas, karena perkataan pembawa sial itu terus menyelimuti pikirannya, apakah benar dirinya pembawa sial? Dahulu mantan suaminya, sekarang anaknya?Lelah, karena mereka berjalan tidak tentu arah tanpa ada hasil sama sekali, dan sedih karena melihat anaknya menjadi ikut merasakan kesulitan karena perceraian ia dan Pram.Ketika Shelin tiba di rumah kontrakannya, ibu pemilik kontrakan sudah menunggunya.Perasaan Shelin mulai tidak nyaman. Perkara uang sewa yang belum ia bayar adalah penyebabnya. Sampai saat ini Shelin belum menemukan solusi untuk hal itu."Baru pulang?" tanya sang ibu pemilik kontrakan sambil menatap Shelin, lalu ke arah Sheila yang menyembunyikan diri di tubuh ibunya ketika mereka tiba di hadapannya."Iya, Bu.""Dapat pekerjaannya?""Belum.""Karena kamu bawa anak, Shelin! Mana ada orang mencari karyawan yang repot bawa anak kayak kamu!""Mau bagaimana lagi, saya tidak bisa meninggalkan Sheila sendirian.""Kemarin mau sama Ratna, sekarang Ratna tidak mau menjaga Sheila karena anak kamu itu tidak patuh, jadi sulit jadinya, kalau begini terus bagaimana kamu bisa bayar uang sewa?""Saya akan cari pinjaman nanti, Bu. Tolong beri waktu saya sedikit lagi.""Mau sampai kapan?""Insya Allah, secepatnya.""Aku beri waktu dari sekarang 3 hari, kalau kamu tidak membayar tunggakan, kamu bisa angkat kaki dari kamar sewaan kamu, karena banyak orang yang ingin menyewa daripada kamu yang selalu menunggak!""Baik, Bu. Maafkan saya.""Coba hubungi mantan suami kamu, minta uang, gunakan anak kamu, kalau tidak bisa cari uang, pintar-pintar mengelabuhi, Shelin! Terlalu jujur itu juga tidak baik!"Solusi yang sama diucapkan oleh pemilik kontrakan itu dengan nada suara yang tegas, hingga membuat Shelin menarik napas."Iya, akan saya coba.""Bagus! Orang kalau sudah bercerai, ayah anak anaknya masih harus bertanggung jawab untuk kehidupan anaknya, jangan lupakan itu!"Sekali lagi, Shelin hanya mengiyakan, hingga akhirnya perempuan itu beranjak meninggalkan Shelin setelah puas memberikan ultimatum pada Shelin.Namun, baru beberapa langkah, ia berbalik lagi dan menahan Shelin yang bergegas untuk ke kontrakannya, wanita itu kembali bicara dan ini membuat Shelin menghentikan gerakannya untuk beranjak."Ada apa, Bu?" tanyanya, pada sang pemilik kontrakan."Coba kamu ke ujung gang sebelah, ada katering untuk perusahaan batubara, biasanya di situ ada lowongan buat tukang masak, kalau kamu pintar masak, kamu bisa mencoba tanya ke sana!"Wajah Shelin terlihat berseri mendengar saran yang diberikan oleh sang pemilik kontrakan."Baik, Bu! Saya justru tidak kepikiran untuk ke sana.""Mungkin wanita seperti kamu ini tidak akan sanggup kerja berat, makanya tidak kepikiran, tapi dalam situasi seperti ini, kamu tidak bisa memilih milih pekerjaan, yang penting halal, udah, kan?"Shelin menganggukkan kepalanya. Bukannya memilih pekerjaan, walaupun ia juga memang tidak pernah bekerja di luaran, tapi, ia memang lupa kalau di gang sebelah ada sebuah rumah katering untuk para pekerja di sebuah perusahaan tambang batubara.Meskipun perasaannya sedikit sesak atas apa yang diucapkan oleh sang pemilik rumah kontrakan, tapi Shelin bersyukur ia diberikan informasi untuk mencoba ke tempat itu. Siapa tahu di sana ada rezeki, begitu pikirnya."Shelin!"Baru saja Shelin membuka pintu kamar sewanya, suara Ratna terdengar memanggil namanya.Tetangganya itu melangkah mendekati Shelin, sementara Sheila yang melihat Ratna buru-buru berlari ke dalam ketika pintu kamar itu dibuka sang ibu."Ada apa?" tanya Shelin pada sang tetangga.Meskipun kesal dengan sikap Ratna yang keterlaluan dengan anaknya, Shelin berusaha untuk memaafkan dan berusaha untuk bersikap biasa di hadapan wanita itu."Aku ketemu dengan mantan suami kamu di mall. Dia bareng cewek cantik, seksi, kayaknya, mantan suami kamu itu selingkuh dari kamu ya, makanya kalian bercerai? Wanita itu seksi dan kayaknya anak orang kaya, Shel! Beda benar dengan kamu.""Kami bercerai bukan karena ada yang selingkuh," kata Shelin berusaha untuk tidak terpengaruh dengan berita yang dibawa oleh Ratna."Ohya? Berarti, Pram itu tidak se-cinta itu sama kamu, sampai dia sudah move on dari kamu!""Setiap orang berhak memulai kehidupan baru setelah gagal dengan pernikahannya, termasuk dia. Aku ikhlas kalau memang dia sudah punya pengganti.""Terus kamu? Situasi kamu yang begini gimana bisa bersaing dengan mantan suami kamu, masa kamu kalah belum dapat pengganti?""Hubungan itu bukan perkara menang atau kalah, Ratna, lagipula, aku belum kepikiran untuk mengenal pria lain, sekarang hidupku hanya untuk fokus membesarkan Sheila, itu aja.""Apa sekarang, kamu cuma menghibur diri kamu sendiri? Sebenarnya, kamu itu masih cinta sama mantan suami kamu, tapi mantan suami kamu tidak cinta lagi sama kamu, jadi kamu memilih sendiri?""Kamu pernah bercerai?""Enggaklah! Enak aja!" jawab Ratna dengan nada suara yang meninggi."Semoga pernikahan kamu langgeng, jangan sampai
"Apa yang kau lakukan? Hentikan! Kalau ada yang melihat tidak akan baik!" Dengan cepat, Pram membetulkan kembali pakaian yang dikenakan oleh Julie, membuat tubuh sintal wanita itu tersentak ke belakang karena Pram melakukannya dengan sangat cepat. Bahkan terkesan kasar.Ini membuat perempuan itu mencibir. "Kamu tuh kenapa, sih? Kamu bukan perjaka lagi, lho! Ngapain bersikap seperti pria yang seolah enggak bisa nakal dan genit sedikit? Aku ini kan calon istri kamu, enggak papa kali melakukan sesuatu yang lebih dari bergandengan tangan.""Aku tahu, tapi aku bukan pria yang seperti itu, Julie, kita memang dijodohkan, orang tua kita memang ingin kita menikah, tapi aku masih perlu waktu, aku pernah gagal menikah, tentu saja aku tidak mau melakukan hal yang salah untuk keduakalinya!""Sesuatu yang salah? Apanya yang salah? Aku gadis, kamu duda, salah darimana?""Jangan pura-pura tidak paham!""Kamu itu, ih! Heran aku, kamu kembali ke sini cuma sebentar, nanti masuk lokasi lagi, aku engga
"Pulang nanti dijemput siapa?" tanyanya, dengan senyuman di bibir mengandung arti. Shelin mundur, agar tangan Wira tidak bisa menyentuh dirinya. "Saya pulang sendiri," jawab Shelin tidak mau menentang tatapan mata pria tersebut. Sementara Sheila menarik tangan ibunya agar segera pergi meninggalkan tempat itu karena tidak suka dengan laki-laki yang bicara dengan ibunya. Namun, karena tidak ingin dianggap kurang ajar tidak mau menanggapi pembicaraan, Shelin terpaksa menahan diri untuk merasa tidak suka pada pria di hadapannya. "Sama aku saja, ya? Aku antarin," tawar Wira, sambil mengedipkan sebelah matanya pada Shelin hingga Shelin makin merasa tidak nyaman. "Enggak, makasih, saya-""Pakai aku saja, jangan pake saya, terasa kurang greget gitu, ya?" potong Wira cepat dan Shelin terpaksa mengangguk mendengar permintaan itu. "Terimakasih untuk tawarannya, tapi aku dan anakku pulang sendiri aja, karena rumah kami tidak begitu jauh."Wajah Wira terlihat terkejut mendengar kata rumah ti
Ia langsung memperhatikan potongan wortel hasil dari karyanya. Parasnya terlihat terkejut, benar-benar seperti bukan potongan wortel yang seharusnya dianjurkan. Shelin buru-buru berdiri dan minta maaf dengan penuh perasaan bersalah pada Ibu Ani. "Maafkan saya, Bu. Maaf," ucap Shelin berulang kali. Perempuan itu membungkukkan tubuhnya di hadapan pemilik catering itu agar kesalahannya bisa diampuni. Sementara Ibu Ani? Geleng-geleng kepala mendengar permintaan maaf Shelin. "Apa yang sedang kau pikirkan? Kalau kerja itu yang serius! Jangan bermain-main, jangan tidak fokus, kita masak untuk dimakan manusia, Shelin! Bukan kambing!"Wira melirik ke arah Shelin yang sedang diceramahi oleh pemilik catering tersebut. Ingin mendekat untuk membela, ia khawatir Sheila tidak bisa ia ambil hatinya karena ia belum selesai mengambil hati bocah perempuan tersebut. Sumi yang melihat raut wajahnya Wira terkekeh. "Gara-gara kamu, tuh! Mbak Shelin kena marah!" katanya pada Wira sembari masih sibuk m
Wira kelabakan ketika Shelin bertanya demikian padanya.Sialan, gimana ini? Gue keceplosan! Pake ngatain anaknya bangke pula!Hati Wira bicara, dan ia sesaat bingung merespon apa yang dikatakan Shelin tadi padanya.Sementara itu, Shelin yang sebal dengan kata 'bangke' yang dikatakan Wira pada sang anak, akhirnya memilih untuk pergi sambil menggandeng tangan Sheila.Ia tidak mempedulikan teriakan Wira yang mengatakan bahwa ia tidak bermaksud mengatakan kata itu untuk anak Sheila.Shelin terlanjur sebal, meskipun ia sebenarnya harus lebih sabar karena masih karyawan baru, namun karena Wira mengatai anaknya demikian, Shelin jadi kurang suka dengan pria tersebut sekarang."Sheila, Sheila duduk di sini dulu ya. Jangan ke mana-mana, Mama kerja dulu, ya?" bujuk Shelin sambil menunjuk kursi yang ada di depannya meminta anaknya duduk di sana saja."Tapan puyang, Ma?" Sheila justru bertanya kapan mereka pulang, dan Shelin berjongkok di hadapan sang anak mendengar pertanyaan itu diucapkan oleh
Shelin mengerutkan keningnya ketika mendengar ultimatum wanita seksi yang tidak lain adalah Julie tersebut. Atas informasi yang diberikan oleh Ratna, Julie berhasil menemukan Shelin di sekitar tempat ia bekerja.Namun, karena Shelin terlanjur pulang, Julie menemukan Shelin bukan di tempat perempuan itu bekerja, tetapi di jalan menuju pulang ke rumah kontrakan Shelin. Hanya saja Julie sempat melihat Shelin berbicara dengan Wira di sekitar area rumah Ibu Ani saat Wira minta maaf pada Sheila, itu sebabnya, Julie menilai, Shelin adalah perempuan yang gampangan."Kamu, siapa?" tanya Shelin pada Julie. Julie tersenyum miring mendengar pertanyaan Shelin.Ia mengulurkan tangannya ke arah Shelin namun ketika Shelin ingin menyambut telapak tangan itu, Julie justru menarik kembali telapak tangannya, hingga telapak tangan Shelin menggenggam angin."Namaku, Julie, kamu Shelin, kan? Mantan istri Pram? Aku calon istri baru Pram!"Mendengar pengakuan Julie, hati Shelin sebenarnya tidak terlalu terk
Julie memperlihatkan sesuatu di ponselnya, dan Pram terdiam melihat foto yang ada di ponsel milik Julie. Ada foto Shelin di sana dengan seorang pria yang tidak lain Wira, lalu Wira bicara dengan anaknya yang saat itu digandeng oleh Shelin. Pram mendorong tangan Julie yang memegang ponsel seolah tidak suka dengan pemandangan itu diperlihatkan padanya.Wajahnya terlihat tidak suka, dan Julie senang melihat perubahan di wajah Pram. Pria itu seperti marah juga juga melihat foto sang mantan istri dengan seorang pria seperti itu."Aku kenal dengan pria ini," katanya dengan nada datar.Telapak tangannya mengepal, dan semua itu tidak luput dari perhatian Julie.Ada perasaan senang sekaligus kesal melihat kenyataan di hadapannya. Senang, karena Julie melihat Pram marah dengan Shelin, kesal karena Julie bisa merasakan, Pram seperti masih peduli dengan sang mantan istri."Kenal? Apakah kamu enggak curiga, mereka itu udah akrab, jauh sebelum kamu dan mantan istri kamu cerai?""Entahlah. Tapi, a
Paras Tante Putri terlihat seperti sangat terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh Julie tadi. Hingga, perempuan itu menatap gadis berambut pirang tersebut dengan tatapan mata serius."Kamu bercanda?" katanya pada Julie, dan Julie tersenyum mendengar pertanyaan sang calon mertua."Tentu saja tidak! Apakah selama ini aku sering bercanda pada Tante?""Wah, terimakasih. Karena kalian memang akan menikah nanti, jadi untuk permintaan kamu itu Tante rasa tidak akan jadi sebuah hal yang memberatkan bagi Pram, baiklah, Tante akan bantu, Tante akan bicara pada Pram, kau tunggu di sini.""Tunggu!"Langkah kaki Tante Putri terhenti saat Julie menahan perempuan itu seketika."Ya?" katanya sambil menatap ke arah Julie dengan penuh perasaan ingin tahu.Julie beranjak mendekati ibunya Pram, dan berbisik ke salah satu telinga wanita itu dan wajah Tante Putri sedikit tegang saat menyimak hal itu dari Julie. Namun, hanya sebentar, karena beberapa saat kemudian, senyum terukir di bibir Tante Putri s