Home / Rumah Tangga / BUKAN PEMBAWA SIAL! / PERINGATAN MANTAN MERTUA

Share

PERINGATAN MANTAN MERTUA

last update Last Updated: 2023-04-10 11:28:22

Suara sang mantan ibu mertua terdengar di seberang sana, dan membuat Shelin terdiam untuk sejenak.

Lagi-lagi kata pembawa sial. Setelah Pram yang mengucapkan kalimat itu padanya sebelum bercerai kini kata-kata itu juga diucapkan oleh ibunya Pram, dan rasanya hatinya seperti ditusuk ribuan jarum hingga ia tidak bisa berkata-kata lagi untuk merespon kalimat menohok itu.

{Alhamdulillah, kalau Pram sudah menemukan pekerjaan, aku turut senang mendengarnya}

Akhirnya, kalimat itu yang diucapkan oleh Shelin untuk menanggapi apa yang diucapkan oleh sang mantan ibu mertua.

Tetapi, ibunya Pram justru kurang suka mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Shelin tadi padanya, padahal Shelin mengucapkan itu dengan tulus, tidak ada maksud lain hingga akhirnya perempuan itu melancarkan aksi protesnya pada Shelin.

{Kamu jangan ikut senang karena berpikir bisa meminta bagian dari hasil kerja Pram, ya! Anggap saja, kamu harus bertanggung jawab sudah membuat anakku jadi sengsara selama menikah dengan kamu, jadi kamu tidak perlu menghubungi Pram lagi atas alasan apapun!}

Peringatan berikutnya diterima oleh Shelin dan Shelin hanya bisa mengucapkan istighfar karena merasa apa yang dikatakan sang mantan mertua terlalu berlebihan sebab, meskipun sudah bercerai, Pram seharusnya tetap bertanggung jawab atas anak mereka.

Namun, mendengar apa yang dikatakan sang mantan mertua, keinginan Shelin untuk meminta Pram tetap bertanggung jawab atas Sheila usai mereka bercerai musnah.

Shelin bertekad untuk mengurus Sheila sendiri walaupun ia sekarang justru belum menemukan pekerjaan sama sekali.

{Mami-}

{Siapa yang kau panggil Mami? Aku bukan mertua kamu lagi, Shelin jangan pernah memanggilku dengan sebutan itu lagi}

{Ya, Tante. Aku tahu, aku juga tidak akan memberatkan Pram untuk masalah apapun, tapi, untuk Sheila, karena Pram ayahnya, aku juga tidak akan membatasi tanggungjawab Pram padanya}

{Jangan gunakan anakmu untuk menjerat Pram, Shelin! Ya! Sheila memang anak Pram, tapi, bukan berarti kamu bisa menggunakan dia untuk menguasai Pram!}

Setelah bicara demikian, mantan mertua Shelin mengakhiri percakapan. Shelin menarik napas. Dipandanginya Sheila yang sudah selesai makan dan beralih sibuk dengan kegiatannya. Menggambar apapun yang bisa ia gambar dengan jemari kecilnya.

Setelah itu Shelin beranjak menuju kamar untuk mengambil handuk.

Perkara perpisahannya dengan Pram, Shelin tidak mau memikirkannya, ia lebih peduli dengan bagaimana kelanjutan hidup ia dan anaknya jika pekerjaan saja ia belum mendapatkannya.

Beberapa hari belakangan ini ia sudah berusaha keras untuk mencari pekerjaan, memang, tidak ada satu pun lowongan hingga terkadang kata-kata pembawa sial itu terpatri lagi di otaknya, apakah benar ia pembawa sial? Jika dahulu Pram yang mendapatkan sial itu, apakah itu berarti sekarang kesialan itu untuk anaknya?

***

Esok harinya, Shelin yang tidak bisa lagi menitipkan Sheila untuk membuat ia bisa mencari pekerjaan terpaksa membawa Sheila bersamanya.

Tetangga Shelin tidak mau lagi peduli dengan kesulitan Shelin dan Shelin juga tidak mau menitipkan anaknya setelah mendengar penuturan Sheila tentang perlakuan Ratna sang tetangga yang menurut Shelin keterlaluan.

Lebih baik membawa sang anak daripada Sheila bersama orang yang ternyata tidak bisa menjamin anaknya diperlakukan dengan baik.

"Sheila capek?" tanya Shelin setelah beberapa toko yang mereka masuki tidak juga membuat ia mendapatkan pekerjaan.

"Tuma haus!" jawab Sheila yang artinya ia mengatakan bahwa dirinya haus, cuma haus.

Shelin membimbing anaknya untuk duduk di sebuah bangku yang ada di tepian tidak jauh dari jalan raya.

Mereka duduk di bangku yang teduh karena di bawah pohon hias dan perempuan itu mengeluarkan botol air minum yang sengaja ia bawa dari rumah karena membawa Sheila ikut bersamanya.

Sheila menurut, ia meminum minuman itu dengan wajah yang terlihat sedikit berkeringat.

"Maaf ya, Sheila jadi capek karena harus ikut Mama cari pekerjaan."

Shelin mengucapkan kata itu sambil mengusap puncak kepala Sheila yang ditutup topi berwarna pink agar sang anak tidak langsung terkena panas matahari saat bepergian dengannya.

"Atu macih tuat!"

Sheila tersenyum sambil mengatakan bahwa dirinya masih kuat pada sang ibu dan itu membuat Shelin terenyuh dengan apa yang dikatakan sang anak padanya.

"Sheila memang anak yang kuat, Mama bisa kuat karena ada Sheila."

"Papa duga tuat taya Mama!"

Shelin bungkam ketika sang anak mengatakan bahwa sang ayah juga kuat seperti dirinya, dengan gaya bicara yang masih belum sempurna menyebut huruf.

"Sheila kangen papa?" pancing Shelin sekedar ingin tahu perasaan sang anak pasca ia dan sang suami berpisah.

"Papa telja! Tata papa, talo papa telja dangan dipitil."

Sheila menjawab dengan kata 'papa kerja, kata papa, kalo papa kerja jangan dipikir' begitu arti ucapan yang dilontarkan sang anak pada Shelin.

"Iya, benar kata papa, Sheila tidak usah memikirkan papa kalau papa lagi kerja, ya?"

Sheila mengangguk. Bocah itu terlihat menikmati pemandangan di hadapan mereka meskipun sebenarnya itu hanya pemandangan kendaraan yang lalu lalang dan tidak indah sama sekali.

Namun, semenjak rumah tangga orang tuanya retak, Sheila bahkan jarang sekali untuk berjalan-jalan. Sang ibu sibuk mencari pekerjaan dan ia dititipkan ke rumah sewaan Ratna hingga ia hanya bisa bermain di dalam rumah.

Baru kali ini Sheila bisa keluar yang sedikit jauh dari area rumah itu sebabnya bocah itu tidak terlihat bosan sama sekali.

"Kita lanjut cari pekerjaan lagi, yuk?"

Setelah beberapa saat diam karena memberikan jeda anaknya untuk istirahat, Shelin bicara demikian dan Sheila langsung setuju.

Mereka bangkit dari tempat duduk mereka, dan mulai melanjutkan perjalanan sambil bergandengan tangan.

Shelin mengedarkan pandangannya untuk mencari tahu apakah area yang mereka lewati terdapat toko yang sekiranya butuh dengan tenaganya?

Di ujung tikungan jalan, Shelin melihat tokoh bunga yang lumayan besar. Toko itu belum pernah ia masuki untuk menanyakan lowongan.

Ke sanalah Shelin mengajak sang anak, berharap ada lowongan sebagai apapun di toko itu.

"Permisi Bu, apakah toko bunga Ibu, masih memerlukan tenaga untuk dipekerjakan?"

Dengan sopan, Shelin mengutarakan niatnya saat pemilik toko bunga itu justru mengira dirinya adalah salah satu konsumen.

"Kamu mau kerja di sini?"

Wanita dengan wajah yang tidak ramah itu melontarkan pertanyaan sambil mengarahkan pandangannya pada Sheila yang langsung menunduk ketika ia menatap bocah itu.

"Iya, saya mau kerja di sini, sebagai apapun."

"Ini siapa?"

Wanita itu menunjuk dengan mulut yang ia monyongkan ke arah Sheila.

"Oh, ini anak saya, Bu! Saya bawa karena tidak ada yang menjaga di rumah, tapi Ibu jangan khawatir, dia tidak nakal."

"Kenapa tidak dititip ke penitipan anak? Atau, kalau tidak mau keluar biaya kamu bisa menitipkan anak kamu dengan mertua, ibu, atau keluarga kamu yang lain."

"Saya sudah bercerai, dan orang tua saya sudah meninggal, keluarga saya yang lain juga tidak ada karena merantau ke luar daerah, saya tidak punya siapa-siapa untuk bisa dipercaya menjaga anak saya, sedangkan untuk dititipkan ke penitipan anak, saya juga tidak ada uang."

"Tapi, aku rasa, kamu itu tidak terbiasa untuk bekerja, dari raut wajah kamu itu."

"Saya akan berusaha untuk bisa mengerjakan apapun, asalkan Ibu memberikan saya kesempatan itu."

"Baik, aku akan memberikan tes terlebih dahulu, coba kau rangkai bunga yang ada di sana, jika kau bisa melakukannya, maka kau akan aku terima bekerja di sini."

Shelin mengikuti jari telunjuk pemilik toko bunga itu hingga ia paham dengan apa yang dimaksud oleh wanita tersebut.

"Baik, Bu! Akan saya kerjakan!"

Setelah bicara demikian, Shelin membalikkan tubuhnya masih sambil menuntun tangan sang anak untuk melangkah bersamanya.

Hanya saja saat melangkah mengikuti sang ibu, tanpa sengaja tangan Sheila mengenai salah satu vas bunga yang tinggi di dekatnya, dan karena tidak sengaja dan tidak menyangka itu akan mengenainya, Sheila terkejut, dan....

PRANKK!

Vas bunga itu jatuh dan hancur berantakan!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BUKAN PEMBAWA SIAL!    BUKAN PEMBAWA SIAL!

    Perasaan Shelin jadi tidak karuan ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Pram. Beberapa kali mantan suaminya itu bicara demikian tentang dirinya yang bukan pembawa sial, Pram selalu mengatakan, bahwa yang membawa sial itu dirinya sendiri."Masalah siapa yang sial, aku tidak mau tahu, karena bagiku, semua yang terjadi itu ada hikmahnya, kejadian buruk sekalipun, rasa trauma karena sudah membuat kehidupan orang lain jadi terpuruk membuat aku berpikir banyak tentang itu, dan yang mempermasalahkan ibu kamu....""Kita bahas ini di depan ibuku? Kamu mau?""Untuk apa?""Aku hanya ingin ibuku tahu aku yang ingin rujuk dengan kamu, bukan kamu, biar beliau tidak menyalahkan kamu."Shelin menghela napas. Ditatapnya Pram saat pria itu bicara demikian, hingga akhirnya perempuan itu setuju dengan apa yang diusulkan Pram, dan mereka melanjutkan perjalanan pulang khawatir Sheila mencari mereka karena sudah pergi terlalu lama.***"Julie?" Sumi terkejut ketika saat ia membuka pintu rumahnya, Julie

  • BUKAN PEMBAWA SIAL!    SARAN DARI TEMAN....

    Sang ustadz menghela napas panjang mendengar isi pertanyaan Pram. Ia menatap Pram, Shelin dan Galih bergantian."Orang yang memberikan perintah pada seorang dukun untuk melakukan kejahatan, akan menerima balasannya sendiri, Nak. Jadi, lambat laun, Allah akan memberikan balasannya, kau tidak perlu repot untuk membalas.""Tidak perlu diperkarakan?" "Kamu memperkarakan dengan kondisi dia yang seperti itu, hukumannya juga tertunda, kepolisian akan membuat dia sembuh dulu baru proses dijalankan, biasanya hal-hal seperti itu tidak akan bisa sembuh kecuali ada mukjizat dari Allah dan orang itu sendiri bertobat, jika tidak entahlah....""Begitu, ya. Baiklah, terima kasih, Ustadz, kalau begitu kami pamit dulu, terima kasih sekali lagi." Pram, Shelin dan juga Galih akhirnya pamit dari hadapan ustadz tersebut. Mereka berpikir mungkin akan lebih baik ke rumah sakit untuk mengetahui bagaimana keadaan Ratna sebelum kembali ke kost Shelin. Shelin menghubungi Sumi untuk memastikan apakah sang ana

  • BUKAN PEMBAWA SIAL!    MENJADI TUMBAL!

    Galih, Pram dan juga Shelin manggut-manggut mendengar penjelasan pria tersebut. Lalu, mereka mempersilahkan orang itu untuk memanggil seorang ustadz terdekat agar bisa memeriksa keadaan pemilik rumah yang dibayar Ratna untuk praktik ilmu tak lazimnya. Beberapa saat kemudian, orang itu sudah kembali bersama ustadz yang dimaksud dan mereka langsung masuk ke rumah dukun yang dibayar Ratna untuk memeriksa apa yang terjadi, akan tetapi, ketika mereka baru saja sampai di ambang pintu, dukun itu berteriak agar mereka tidak masuk.Ustadz itu meminta yang lain untuk tetap di luar, karena pria pemilik rumah itu menatap tajam ke arahnya dengan mata yang merah entah karena apa."Pergilah kamu dari raga orang itu, jangan mengganggu manusia, kau punya dunia sendiri, jangan mengacaukan kehidupan manusia!"Ustadz itu bicara dan Pram, Galih, Shelin serta laki-laki yang memanggil ustadz itu memperhatikan dengan raut wajah yang demikian tegang. "Aku tidak akan pergi! Dia harus bertanggung jawab atas k

  • BUKAN PEMBAWA SIAL!    DISERANG MAKHLUK SENDIRI!

    Pendapat Galih akhirnya diterima oleh Pram. Shelin meminta maaf pada Sumi karena sudah merepotkan wanita itu untuk membuatnya menjaga Sheila, namun Sumi meyakinkan pada Shelin bahwa ia tidak keberatan sama sekali untuk menjaga anak temannya tersebut. Alhasil, mereka segera berangkat ke tempat di mana Pram mendapatkan informasi tentang dukun yang dimaksud. Mereka berharap, informasi itu benar, karena mereka ingin masalah bisa selesai secepatnya.Setelah menempuh perjalanan yang lumayan melelahkan lantaran terjebak macet, akhirnya mereka sampai di sebuah rumah yang dikatakan rumah di mana Ratna sering terlihat datang di waktu waktu yang tidak biasa. Saat mereka mengetuk pintu rumah tersebut, cukup lama mereka menunggu pintu itu dibuka, sampai akhirnya, seseorang membukakan pintu dan terlihat heran melihat beberapa orang berdiri di depannya seperti itu. "Ada perlu apa kalian ke sini?" tanyanya dengan wajah kurang bersahabat."Ada perlu untuk mengetahui apa yang dilakukan seseorang yan

  • BUKAN PEMBAWA SIAL!    MENCARI SANG DUKUN

    Sang ibu terenyuh mendengar apa yang diucapkan oleh sang anak angkat, ia tidak bisa berkata-kata, meskipun ada kekhawatiran yang ia simpan di dasar hati jika nanti Prima justru kembali pada keluarga aslinya, namun wanita itu tidak bisa melarang apa yang diinginkan oleh sang anak. Karena baginya, kebahagiaan Prima yang terpenting."Jaga anakku dengan baik, Julie, apapun kesalahan yang pernah kau lakukan, aku harap kau tidak melakukannya kembali terlebih pada putraku, kalau kau menyakitinya, aku orang pertama yang sangat ingin memberikan kamu pelajaran, ingat itu."Begitu pesan ibunya Prima pada Julie sebelum akhirnya perempuan itu keluar dari ruangan untuk mengurus administrasi perawatan Prima.***"Selamat ya, aku ikut senang ternyata kalian itu berjodoh, jangan ditunda untuk menikah, kalian cocok!" Shelin bicara demikian ketika mengetahui Galih dan Sumi akhirnya resmi berpacaran dan sebentar lagi akan menikah setelah meyakini kasus Pram dan juga Shelin yang terbelit masalah berkaita

  • BUKAN PEMBAWA SIAL!    PERMINTAAN PRIMA

    Karena terkejut dengan apa yang menimpa Prima, Julie berteriak minta tolong. Ibunya Prima yang kebetulan ada di rumah segera ke ruang tamu. Tanpa berpikir panjang, ia berteriak memanggil tukang kebun agar bisa membantunya untuk membawa Prima ke rumah sakit. Julie menawarkan bantuan untuk memakai mobilnya saja. Ibunya Prima mengiyakan, dibantu tukang kebun, mereka segera membawa Prima ke mobil milik Julie dan setelah memasukkan tubuh Prima ke mobil, Julie dan wanita itu segera masuk pula ke dalam mobil. Sesampainya di rumah sakit terdekat, mereka meminta bantuan para petugas medis untuk membawa Prima ke IGD.Wajah ibunya Prima tidak tenang meskipun anak angkatnya itu sudah ditangani oleh dokter yang bertugas. "Apa yang kau lakukan pada anakku?" tanya wanita itu pada Julie. Mereka sedang menunggu dokter yang memeriksa Prima, hingga perempuan itu memutuskan untuk mengintrogasi Julie. "Aku minta maaf, Tante. Aku tidak bermaksud membuat Prima seperti itu, aku hanya ingin meluruskan se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status