“Sudah empat bulan. Kenapa kamu masih belum hamil, Rachel?"
Wanita cantik yang baru saja melayani suaminya itu seketika terdiam dengan wajah memerah. Padahal mereka baru saja melakukan hubungan suami istri. Tetapi, bukannya bersikap mesra, sang suami malah menanyakan hal yang sangat sensitif bagi seorang wanita.
"Kamu nggak salah bertanya seperti itu?" Rachel terdengar kesal. Lebih tepatnya tersinggung. "Baru empat bulan, Lex. Banyak orang yang sudah menikah selama bertahun-tahun, tetpi belum diberi momongan. Empat bulan!"
Bagaimana tidak kesal? Baru saja ia selesai melayani kebutuhan batin suaminya--Rachel saja masih merasakan sakit di sekujur tubuhnya lantaran Alex, suaminya, tadi sempat memperlakukannya dengan kasar, seakan-akan Alex hanya mengejar kepuasannya semata dan hal itu tidak seperti biasanya.
Sebelumnya Rachel masih bertanya-tanya apa yang salah dengan suaminya dan berpikir bahwa suaminya tersebut mendapatkan tekanan dari pekerjaan atau sejenisnya, sehngga Alex menuntut Rachel sebagai pelampiasannya. Namun, usai mendengar pertanyaan tersebut, Rachel berpendapat bahwa suaminya memang sudah melewati batas.
"Aku hanya--"
"Caramu memperlakukanku salah," potong Rachel penuh emosi. Tampaknya pertanyaan Alex lebih melukainya daripada perlakuan pria itu tadi. "Memangnya kamu saja yang ingin punya anak? Aku juga!"
Rachel memekik kesal, ia menautkan jari jemarinya menahan emosi yang saat ini terasa menyesakkan dadanya. Ia merasa sangat sakit hati. Bagaimana pun ia adalah istri, bukan mesin pencetak anak. Atau, apakah Alex menikahinya hanya untuk mendapatkan keturunan?
Alex tidak mengatakan apa pun. Sepasang matanya menyorot dingin saat membalas tatapan mata Rachel yang penuh emosi.
Rachel melanjutkan, “Aku sakit, Lex! Bukan cuma tubuhku yang sakit setelah kamu pakai layaknya boneka pemuas nafsu! Dan bukannya permintaan maaf malah kamu menuduh aku mandul. Apa kamu sadar dengan apa yang baru saja kamu katakan?!”
Rachel mengenal Alex sebagai sosok lelaki yang begitu lembut dan hangat penuh perhatian kepadanya. Padahal, lelaki itu terkenal sangat angkuh juga arogan jika berhadapan dengan orang lain. Itulah sebabnya Rachel merasa jika Alex sangat menyanjungnya dan wanita mana yang tidak akan bertekuk lutut jika diperlakukan istimewa? Demikian juga dengan Rachel. Pada akhirnya ia pun menyerah dan menerima lamaran Alex.
Akan tetapi ternyata sikap Alex kepadanya tidak seperti itu setiap saat. Terkadang, suaminya tersebut akan bersikap perhatian dan penuh cinta, tetapi terkadang sikapnya akan sangat dingin seperti hari ini.
Empat bulan menjadi istri Alex, Rachel masih belum bisa memahami pria itu sepenuhnya.
Alex menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan sebelum berkata, “Kita ini sudah melakukannya terlalu sering, selama kita menikah." Suara pria itu dalam dan penuh penekanan. Meskipun begitu, nada bicaranya terdengar lebih lembut. "Aku ... ingin segera menimang buah cinta kita."
Jantung Rachel seolah hendak melompat keluar dari tempatnya. Perlahan, Rachel menyandarkan tubuhnya ke ranjang dengan posisi setengah duduk sambil menutupi tubuhnya dengan selimut.
“Alex, apakah kita harus terburu-buru seperti ini?” tanya Rachel dengan lembut.
Rahang Alex tampak mengeras.
“Rachel. Ini bukan hanya masalah keturunan, tetapi masalah pewaris untuk perusahaan dan penerus nama keluargaku," sahut Alex kemudian. "Papi sudah berulang kali menanyakan apakah kamu sudah hamil atau belum. Dan kamu tahu bagaimana kerasnya Papi itu."
Rachel terdiam. Ada rasa sakit yang tertoreh di dasar hatinya. Untuk pertama kalinya selama pernikahan, Alex berkata dengan dingin dan begitu menusuk. Apa ia dinikahi hanya untuk menjadi mesin pencetak anak semata?
Rachel pun menundukkan kepalanya, menahan air mata yang sudah menggenang agar tidak jatuh. Kemarahannya tadi menguap entah ke mana, berganti menjadi kesedihan.
Akhirnya, usai melihat sang istri yang menahan air mata, Alex pun kembali menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan.
“Maafkan aku, Sayang." Kali ini nada bicara Alex kembali melembut. "Tapi, aku harap kamu bisa mengerti. Sebelumnya juga kita pernah membicarakan soal anak ini dan kamu setuju untuk memiliki anak secepatnya. Apakah kamu berubah pikiran?"
Mendengar suara Alex yang kembali menghangat Rachel pun mengangkat wajahnya dan menggeleng.
“Kita pasti akan memilikinya, Lex," ujar Rachel kemudian dengan suaranya yang lirih. "Saat aku memeriksakan kesehatan ke rumah sakit, dokter mengatakan jika aku tidak bermasalah."
Rachel memelankan suaranya. Saat ini ia merasa lebih baik sedikit mengalah saja.
Bukan hanya Alex yang menginginkan kehadiran makhluk mungil di rahimnya. Ia juga sangat menginginkan hal itu. Sebagai seorang wanita, adalah satu kebanggaan jika bisa mengandung dan memberikan anak kepada suaminya, bukan? Apalagi pria ini adalah sosok yang paling Rachel cintai, orang yang pernah menjanjikan kebahagiaan dan cinta pada Rachel sebelumnya.
"... Rachel, kamu tahu mimpiku, kan?"
Ucapan Alex kembali membuat Rachel memfokuskan ingatannya pada masa lalu, ketika Alex melamarnya. Saat itu, pria itu berkata bahwa ia jatuh cinta pada pesona keibuan yang Rachel miliki. Detik itu, Alex mengatakan pada Rachel mimpinya--mimpi yang baru saja Rachel ingat kembali, bahwa ia telah berjanji untuk membantu Alex mewujudkan mimpi tersebut.
"Aku ingin membangun keluarga bahagia bersamamu, Rachel."
Usai kalimat itu terngiang kembali di kepalanya, Rachel berkata, “Alex, aku mencintaimu."
Alex tersenyum--sesuatu yang akhirnya Rachel syukuri karena ia merindukan senyuman suaminya tersebut. Pria itu merengkuh tubuh istrinya ke dalam sebuah pelukan hangat, sebisa mungkin membuat Rachel merasa nyaman dan aman bersamanya.
“Kalau begitu," bisik Alex. "Seorang anak. Kamu bisa mewujudkannya, kan?"
"Rachel … aku Alex Matthew sekali lagi ingin meminta persetujuanmu untuk memenangkan hatimu. Maukah kau menikahiku lagi?" Alex menengadah dan menatap tepat ke kedua mata Rachel yang berwarna coklat tua. Kedua tangannya terulur ke atas sambil memegang sebuah kotak berisikan cincin berlian yang besarnya tidak main-main.Jantungnya berdebar kencang, berharap agar Rachel … cinta sepanjang hidupnya mau menerima kembali dirinya. Kali ini adalah benar-benar murni versi dirinya yang sesungguhnya.Rachel memandangi Alex yang tengah berlutut di hadapannya dan melamarnya. Pria yang sama yang pernah mengisi hatinya enam tahun yang lalu. Pria yang telah memberinya buah hati yang tampan dan berbakat. Dan pria yang sama pula yang pernah paling menyakiti hatinya.Akankah ia bisa mempercayai pria ini lagi untuk menjadi pendamping seumur hidupnya?"Mommy, apakah Daddy Alex sedang minta maaf pada kita?" tanya Alexa kecil dengan nada suaranya yang polos, membuat Rachel terdiam."Iya betul! Aku sedang min
Rachel masih membelalak lebar mendengar ucapan Alex. "Dasar kurang ajar! Berani sekali kamu memintaku menggantikan wanitamu! Lepaskan aku, Brengsek!"Namun alih-alih melepaskan, Alex malah menyatukan kedua tangan Rachel di atas kepala wanita itu dan menahannya. "Berhenti bersikap seperti ini. Lagipula aku sangat yakin kamu pasti cemburu karena aku mengajak perempuan lain ke rumah ini, kan? Kamu tidak bisa mengelak kalau kamu masih sangat mencintaiku.""Kamu sangat tidak sopan, Alex! Lepaskan aku atau aku akan berteriak agar semua orang tau kalau kamu sedang berusaha melecehkan istrimu sendiri!""Oh, aku takut sekali mendengarnya, Rachel!"Mereka pun masih saling bertatapan dengan tajam saat suara pintu kamar mendadak dibuka dengan kasar.Brak!"Kudengar kalian ribut lagi, hah? Dan apa yang sedang kalian coba lakukan?" pekik seorang pria tua yang nampak membelalak kaget.Alex dan Rachel pun langsung menoleh bersamaan menatap pria tua itu.Rachel langsung terdiam menatap Mahendra, ia m
“Kalau Daddy mau tau perasaan mama kepada Daddy, buat saja Mama cemburu,” kata Alexa kepada Alex.Lelaki itu baru saja bercerita kepada sang anak jika dia ingin sekali kembali membuat Rachel mencintainya seperti dulu. Dan diluar dugaan Alexa malah mengusulkan saran seperti itu.“Apa kamu yakin?”“Coba saja kalau tidak percaya.”Maka, malam ini Alex merencanakan semuanya dengan matang. Ia sengaja bersandiwara dengan seorang gadis yang bekerja di sebuah club malam."Shit! Ayo, cepatlah! Aku sudah hampir sampai!" kata Alex dengan keras."Ah, Alex..." desah wanita di bawahnya makin keras.Brak!Dan wanita muda dengan segala keangkuhannya itu masuk ke sana."Apa kamu pikir rumah ini tempat maksiat? Berhenti sekarang juga!" geram wanita itu dengan tatapan tajam yang berapi-api.Rachel tidak bisa menahan dirinya mengetahui kalau Alex sudah mulai berulah dengan membawa para wanita nakal ke rumahnya.Apalagi karena ada anak-anak di rumah itu.“Kamu memintaku dan anak-anak tinggal di sini hanya
Mahendra merasa sangat senang karena ia baru saja menerima pesan jika saat ini Alex sedang bersama dengan anak istrinya di rumah sakit. Meski merasa khawatir kepada Alexa, tetapi Mahendra senang pada akhirnya Alex mengetahui keberadaan Alexa dan Rachel.“Papi berharap jika kamu dan anak-anakmu mau tinggal bersama lagi di rumah papi,” kata Mahendra kepada Rachel.“Kamu tidak harus tidur dalam satu kamar bersamaku. Tapi, yang paling penting kita bisa satu atap demi anak-anak,” kata Alex kepada Rachel.Rachel menarik napas panjang. Sungguh rasanya sangat berat untuk mengiyakan permintaan Mahendra. Tetapi, ayah mertuanya itu tampak begitu berharap. Mungkin karena ia juga ingin berkumpul dengan cucunya.“Dalam hal ini aku tidak bisa menjawab. Semuanya terserah kepada Alexa,” jawab Rachel lirih.Rachel berharap jika Alexa akan menolak, tetapi ternyata gadis itu menerima permintaan Alex dan Mahendra.“Aku mau tinggal bersama Daddy dan Grandpa,”jawab gadis kecil itu dengan tegas.Dan akhirny
Entah berapa lama Alexa kehilangan kesadaran karena matanya terasa begitu berat. Saat ia terbangun, tubuhnya terasa basah. Hal itu disebabkan karena keringat yang keluar. Ia menoleh ke sampingnya, tampak Rachel memegang tangannya. Sementara kepalanya berada di atas ranjang. Ibunya tertidur dalam posisi duduk. Dan ketika ia melihat ke arah sofa ... ternyata Alex sedang duduk di sana sambil menatap layar laptopnya.“Mama ....”Alex yang mendengar suara Alexa segera menyingkirkan laptopnya dan menghampiri gadis kecil itu.“Kamu sudah bangun, Sayang? Mau minum?”Mendengar suara Alex yang terasa dekat, Rachel membuka matanya. Dan wanita itu tersenyum saat melihat Alexa sudah terbangun. "Kamu mau apa? Bajumu basah, Sayang. Mau mama bantu untuk menggantinya?" tanya Rachel. Alexa duduk di tempat tidurnya, memandangi ibunya dengan tatapan penuh kesedihan. Rachel, mencoba meyakinkan Alexa untuk mengganti pakaian yang kotor dengan yang segar. Namun, gadis kecil itu menolak dengan tegas."Ma
Mendengar suara Celine, Rachel pun bergegas masuk ke dalam. Dan saking paniknya ia sampai tidak menyadari jika Alex pun ikut masuk dan berjalan di belakangnya. Saat mereka masuk, tubuh Alexa sudah ada di atas lantai yang dingin. Sementara Celine duduk bersimpuh di dekat Alexa sambil menangis."Ya ampun, Alexa!” Rachel membantu Alexa bangun, lalu terkejut dengan betapa panasnya tubuh putrinya itu. “Suhu tubuhmu semakin parah!"“Ayo, kita bawa saja dia ke rumah sakit!” kata Alex dengan tegas.Pandangan Alexa buram, kepalanya menjadi pusing tapi suara panik Rachel terdengar jelas. Samar ia juga melihat kehadiran Alex bersama sang ibu. Apa lelaki yang mengaku ayahnya ini juga tengah mengkhawatirkannya?Entah berapa lama Rachel dan Alex membawa tubuh Alexa ke mobil. Akan tetapi, semakin lama Alexa semakin kesulitan membandingkan antara mimpi dan bukan.Gadis kecil itu merasa tubuhnya seperti melayang. Dan semuanya pun menja
Setelah mengantarkan Leo ke sekolah, Rachel pun segera menuju ke butik dan memberikan pesan ini dan itu kepada Jane- asistennya.“Tolong kamu tangani dulu semua pekerjaan hari ini. Terutama awasi pembuatan baju seragam pengiring pengantin yang dipesan ibu walikota. Besok sore semua sudah harus siap. Alexa sakit dan aku harus menemaninya di rumah,” kata Rachel kepada Jane.“Nyonya, sebaiknya Anda fokus dulu dengan kesehatan Alexa. Masalah butik dan pesanan untuk besok percayakan saja kepada saya,” kata Jane sambil tersenyum.“Baiklah kalau begitu. Aku pulang dulu,” ujar Rachel.Wanita itu pun bergegas pulang, dan tepat 30 menit setelah Rachel pulang, Alex tiba di butik itu.“Nyonya Rachel sedang tidak di sini, Tuan. Anaknya sakit,” kata Jane saat melihat Alex masuk.Alex memicingkan mata dan menatap asisten pribadi Rachel itu.“Anaknya yang mana?”“Alexa.”Tanpa berpikir panjang lagi, Alex pun segera keluar dari butik itu dan langsung masuk ke dalam mobilnya menuju ke rumah Rachel.Saa
Hari sudah menunjukkan pukul delapan tapi Alexa belum juga keluar dari kamar. Biasanya gadis kecil itu akan keluar dan menikmati sarapan sebelum Rachel berangkat ke kantor sambil mengantarkan Leo sekolah. Tapi tidak biasanya Alexa terlambat bangun."Ma, di mana Alexa dan Celine?" tanya Leo karena memang saat Leo bangun, kedua adiknya sudah duduk menghadap segelas susu hangat di meja makan."Leo makan dulu ya, Mama akan melihat apa yang kedua adikmu lakukan." ucapnya, Leo mengangguk.Rachel melepaskan apron sebelum menuju kamar Alexa dan Celine. Tidak biasanya Alexa masih tidur jam segini. Dan benar saja gadis kecil itu masih tidur menyembunyikan tubuhnya di balik selimut tebal. Sementara Celine tampak berdiri di dekat ranjang Alexa dengan wajah pucat.“Aku baru saja mau keluar dan memberitahu Mama kalau Lexa sakit,” cicit Celine ketakutan.Rachel menganggukkan kepala lalu mengusap rambut Celine.“Tidak apa-apa. Kamu pergilah sarapan bersama Leo. Biar Alexa mama saja yang urus,” kata R
“Siapa, Leo? Kenapa kamu bilang mama mengenalnya?” tanya Rachel.“Dia paman Alex,” jawab Leo.Rachel mengembuskan napas dengan keras. Sebenarnya apa mau Alex dengan mendekati anak angkatnya? Rachel sangat yakin jika Alex pasti sengaja datang ke sekolah Leo untuk bertemu dengan anak itu.“Apa dia mengatakan sesuatu kepadamu?” tanya Rachel.Leo menggelengkan kepalanya,”Baiklah, kalau begitu kita pulang sekarang. Lukamu harus dirawat.”Rachel pun segera berpamitam untul membawa Leo pulang kepada kepala sekolah. Dan setelah dia mengantar anaknya itu pulang, ia memastikan jika Leo baik-baik saja. Kemudian ia pun segera pergi lagi. Kali ini untuk menemui Alex.BRAK!Alex baru saja selesai dengan meeting jarak jauhnya saat Rachel dengan kasar membuka pintu ruangannya.“Katakan apa maksudmu mendekati anak-anakku? Apa yang kamu inginkan sebenarnya? Aku yakin jika kamu sengaja datang ke sekolah Leo bukan? Kamu mau mengorek keterangan apa dari anakku?”“Wah ... wah, memangnya salah kalau aku ber