Share

BUKAN RAHIM SEWAAN
BUKAN RAHIM SEWAAN
Penulis: Alya Snitzky

CINTA ATAU NAFSU SEMATA?

“Sudah empat bulan. Kenapa kamu masih belum hamil, Rachel?" 

Wanita cantik yang baru saja melayani suaminya itu seketika terdiam dengan wajah memerah.  Padahal mereka baru saja melakukan hubungan suami istri. Tetapi, bukannya bersikap mesra, sang suami malah menanyakan hal yang sangat sensitif bagi seorang wanita. 

"Kamu nggak salah bertanya seperti itu?" Rachel terdengar kesal. Lebih tepatnya tersinggung. "Baru empat bulan, Lex. Banyak orang yang sudah menikah selama bertahun-tahun, tetpi belum diberi momongan. Empat bulan!" 

Bagaimana tidak kesal? Baru saja ia selesai melayani kebutuhan batin suaminya--Rachel saja masih merasakan sakit di sekujur tubuhnya lantaran Alex, suaminya, tadi sempat memperlakukannya dengan kasar, seakan-akan Alex hanya mengejar kepuasannya semata dan hal itu tidak seperti biasanya.

Sebelumnya Rachel masih bertanya-tanya apa yang salah dengan suaminya dan berpikir bahwa suaminya tersebut mendapatkan tekanan dari pekerjaan atau sejenisnya, sehngga Alex menuntut Rachel sebagai pelampiasannya. Namun, usai mendengar pertanyaan tersebut, Rachel berpendapat bahwa suaminya memang sudah melewati batas. 

"Aku hanya--" 

"Caramu memperlakukanku salah," potong Rachel penuh emosi. Tampaknya pertanyaan Alex lebih melukainya daripada perlakuan pria itu tadi. "Memangnya kamu saja yang ingin punya anak? Aku juga!" 

Rachel memekik kesal, ia menautkan jari jemarinya menahan emosi yang saat ini terasa menyesakkan dadanya. Ia merasa sangat sakit hati. Bagaimana pun ia adalah istri, bukan mesin pencetak anak. Atau, apakah Alex menikahinya hanya untuk mendapatkan keturunan?

Alex tidak mengatakan apa pun. Sepasang matanya menyorot dingin saat membalas tatapan mata Rachel yang penuh emosi.

Rachel melanjutkan, “Aku sakit, Lex! Bukan cuma tubuhku yang sakit setelah kamu pakai layaknya boneka pemuas nafsu! Dan bukannya permintaan maaf malah kamu menuduh aku mandul. Apa kamu sadar dengan apa yang baru saja kamu katakan?!” 

Rachel mengenal Alex sebagai sosok lelaki yang begitu lembut dan hangat penuh perhatian kepadanya.  Padahal, lelaki itu terkenal sangat angkuh juga arogan jika berhadapan dengan orang lain. Itulah sebabnya Rachel merasa jika Alex sangat menyanjungnya dan wanita mana yang tidak akan bertekuk lutut jika diperlakukan istimewa? Demikian juga dengan Rachel.  Pada akhirnya ia pun menyerah dan menerima lamaran Alex.

Akan tetapi ternyata sikap Alex kepadanya tidak seperti itu setiap saat. Terkadang, suaminya tersebut akan bersikap perhatian dan penuh cinta, tetapi terkadang sikapnya akan sangat dingin seperti hari ini.

Empat bulan menjadi istri Alex, Rachel masih belum bisa memahami pria itu sepenuhnya.

Alex menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan sebelum berkata, “Kita ini sudah melakukannya terlalu sering, selama kita menikah." Suara pria itu dalam dan penuh penekanan. Meskipun begitu, nada bicaranya terdengar lebih lembut. "Aku ... ingin segera menimang buah cinta kita."

Jantung Rachel seolah hendak melompat keluar dari tempatnya.  Perlahan, Rachel menyandarkan tubuhnya ke ranjang dengan posisi setengah duduk sambil menutupi tubuhnya dengan selimut.

 “Alex, apakah kita harus terburu-buru seperti ini?” tanya Rachel dengan lembut.

Rahang Alex tampak mengeras.

“Rachel. Ini bukan hanya masalah keturunan, tetapi masalah pewaris untuk perusahaan dan penerus nama keluargaku," sahut Alex kemudian. "Papi sudah berulang kali menanyakan apakah kamu sudah hamil atau belum. Dan kamu tahu bagaimana kerasnya Papi itu."

Rachel terdiam. Ada rasa sakit yang tertoreh di dasar hatinya. Untuk pertama kalinya selama pernikahan, Alex berkata dengan dingin dan begitu menusuk. Apa ia dinikahi hanya untuk menjadi mesin pencetak anak semata?

Rachel pun menundukkan kepalanya, menahan air mata yang  sudah menggenang agar tidak jatuh. Kemarahannya tadi menguap entah ke mana, berganti menjadi kesedihan.

Akhirnya, usai melihat sang istri yang menahan air mata, Alex pun kembali menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. 

“Maafkan aku, Sayang." Kali ini nada bicara Alex kembali melembut. "Tapi, aku harap kamu bisa mengerti. Sebelumnya juga kita pernah membicarakan soal anak ini dan kamu setuju untuk memiliki anak secepatnya. Apakah kamu berubah pikiran?"

Mendengar suara Alex yang kembali menghangat Rachel pun mengangkat wajahnya dan menggeleng.

“Kita pasti akan memilikinya,  Lex," ujar Rachel kemudian dengan suaranya yang lirih. "Saat aku memeriksakan kesehatan ke rumah sakit, dokter mengatakan jika aku tidak bermasalah."

Rachel memelankan suaranya. Saat ini ia merasa lebih baik sedikit mengalah saja. 

Bukan hanya Alex yang menginginkan kehadiran makhluk mungil di rahimnya. Ia juga sangat menginginkan hal itu. Sebagai seorang wanita, adalah satu kebanggaan jika bisa mengandung dan memberikan anak kepada suaminya, bukan? Apalagi pria ini adalah sosok yang paling Rachel cintai, orang yang pernah menjanjikan kebahagiaan dan cinta pada Rachel sebelumnya.

"... Rachel, kamu tahu mimpiku, kan?"

Ucapan Alex kembali membuat Rachel memfokuskan ingatannya pada masa lalu, ketika Alex melamarnya. Saat itu, pria itu berkata bahwa ia jatuh cinta pada pesona keibuan yang Rachel miliki. Detik itu, Alex mengatakan pada Rachel mimpinya--mimpi yang baru saja Rachel ingat kembali, bahwa ia telah berjanji untuk membantu Alex mewujudkan mimpi tersebut.

"Aku ingin membangun keluarga bahagia bersamamu, Rachel."

Usai kalimat itu terngiang kembali di kepalanya, Rachel berkata, “Alex, aku mencintaimu."

Alex tersenyum--sesuatu yang akhirnya Rachel syukuri karena ia merindukan senyuman suaminya tersebut. Pria itu merengkuh tubuh istrinya ke dalam sebuah pelukan hangat, sebisa mungkin membuat Rachel merasa nyaman dan aman bersamanya.

“Kalau begitu," bisik Alex. "Seorang anak. Kamu bisa mewujudkannya, kan?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status