"Kamu itu anak lelaki pertama! Jika kamu mau Papi memberikan semua hak dan wewenang di perusahaan, kamu harus memiliki keturunan. Jika kamu tidak bisa memiliki keturunan Papi masih bisa memberikan perusahaan kepada anak-anak dari mami sambung kamu."
Kejadian itu seperti video yang berputar ulang di kepala Alex. Untuk itulah ia menikahi Rachel. Seorang gadis cantik yang begitu polos dan mau menyerahkan cinta sepenuhnya kepada seorang Alex Rajasa Utama.
Alex beruntung, apalagi ia tidak akan mungkin mau menyerahkan harta milik papinya yang dikumpulkan bersama almarhum maminya menjadi milik adik-adik dan ibu tirinya.
Ia tidak sudi.
“Lex, kamu melamun?” tanya Rachel menyadarkan Alex dari lamunannya.
Alex tersenyum kecil, memberikan kesan pada Rachel bahwa ia memberikan perhatian pada wanita itu.
Setelahnya, ia mengusap pipi istrinya dengan lembut. Wajah Rachel sangat cantik dengan rambutnya yang sedikit berantakan membuat Alex merasa ada yang kembali mendesak.
Perlahan, ia mengangkat dagu Rachel dan mengecup bibir wanita yang sudah dua bulan menjadi istrinya itu. Perlahan ia melumat dan menyesap bibir merah wanita itu.
Rachel pun tak ingin mengecewakan sang suami, apalagi setela perdebatan kecil itu. Ia pun membalas setiap sentuhan dan ciuman yang diberikan Alex kepadanya dengan penuh cinta.
Namun, tiba-tiba ciuman yang memabukkan itu harus terhenti karena ketukan di pintu.
“Tuan Alex! Tuan! Nyonya--”
“Ada apa, Mbok?” tanya Alex.
“Nyo-Nyonya Sheila tadi tiba-tiba saja kesakitan lalu pingsan." Suara wanita separuh baya yang sudah lama mengabdi di rumah itu sebagai asisten rumah tangga kembali terdengar.
Tanpa mengatakan apa pun juga Alex dengan cepat langsung mengenakan bajunya dan keluar kamar, meningalkan Rachel begitu saja.
Sementara Rachelhanya bisa menunduk sedih. Ah, inikah nasib seorang istri kedua? Tetap saja, tidak bisa mengalahkan cinta seorang lelaki terhadap istri pertamanya,
bisik Rachel dalam hati, perih.Rachel hanya bisa menatap kepergian sang suami yang keluar dari kamarnya dengan terburu-buru. Sheila memang selalu menjadi yang nomor satu di hati Alex. Rachel menarik napas panjang dalam-dalam kemudian mengembuskannya perlahan. Ia menyadari jika kehadirannya hanya sebagai yang nomor dua.
Ia ingat alasannya dulu menerima lamaran Alex karena sikap lelaki itu yang sangat baik dan perhatian. Alex bukan hanya memperhatikan dirinya tetapi juga keluarganya.
Rachel kembali menghela napas panjang dan segera beranjak dari tempat tidurnya. Wanita cantik itu melangkah ke kamar mandi dan membasuh tubuhnya terlebih dahulu sebelum mengenakan pakaiannya. Setelah rapi berpakaian ia pun segera menyusul sang suami menjenguk Sheila.
"Kamu merasa sakit di mana, Sayang? Kita ke rumah sakit sekarang, ya."
Rachel mendengar suara Alex terdengar begitu lembut dari balik pintu yang memang sedikit terbuka itu. Perlahan, ia mengetuk pintu dan memberanikan diri untuk melangkah masuk saat Alex menjawab.
"Bagaimana kondisi Mbak Sheila, Lex?" tanya Rachel.
"Masih lemah, Sheila tadi pingsan. Aku khawatir jika terjadi sesuatu, tapi Sheila tidak mau diajak ke rumah sakit atau dipanggilkan dokter pribadi," kata Alex.
Sheila yang merasa sedang di atas angin langsung menyandarkan kepalanya di bahu Alex.
"Aku hanya butuh kamu saat ini untuk menemaniku. Jika kamu ada di sini, aku nggak butuh dokter dan obat," sahut Sheila dengan suara yang terdengar lemah.
"Memangnya aku ini obat?" kata Alex sambil tersenyum. Lelaki itu memeluk mesra Sheila lalu mengecup pucuk kepala wanita yang merupakan istri pertamanya itu.
Sheila hanya tersenyum dan makin menyandarkan tubuhnya di pelukan Alex. Dari sudut matanya ia jelas melihat kecemburuan di wajah Rachel.
Ya, saat ini Rachel memang merasakan kecemburuan yang sangat dalam. Ia merasa perlakuan Alex kepadanya tadi dan Sheila sangat berbeda jauh. Alex memang bersikap perhatian kepadanya tetapi kelembutan yang Alex berikan kepadanya dan Sheila adalah sesuatu yang sangat berbeda jauh.
Terkadang, apa yang Alex lakukan kepadanya membuat Rachel yakin jika suaminya itu juga sangat mencintainya. Tetapi melihat pemandangan yang terlihat di depannya ini membuatnya ragu jika Alex mencintainya.
"Mbak mau aku temani ke dokter atau aku panggilkan dokter pribadi saja?" tanya Rachel lagi.
Sheila langsung memalingkan wajah dan menatap Rachel lalu menggelengkan kepalanya.
"Aku nggak mau, aku bosan diperiksa dan minum obat," jawab Sheila dengan lemah.
"Kamu yakin, Sayang? Aku khawatir, " kata Alex lagi.
Namun, lagi-lagi Sheila menggelengkan kepalanya.
"Nggak usah, Sayang. Aku hanya perlu istirahat saja, lagi pula obatku masih ada. Aku tidak perlu dokter, yang paling penting kamu ada di sini menemaniku," kata Sheila dengan manja,
Lagi-lagi Rachel hanya bisa menghela napas panjang. Tiba-tiba saja mbok Markonah kembali datang bersama seorang lelaki muda. Lelaki itu tampak sangat panik.
"Tuan, asisten Anda datang, katanya ada yang penting," kata Mbok Markonah, asisten rumah tangga yang tadi memanggil Alex.
Alex menoleh lalu perlahan ia membantu Sheila kembali berbaring.
"Sebentar, Sayang. Rafli, kita bicara di luar," kata Alex.
Sheila pun mengangguk dan Alex langsung bangkit berdiri dan melangkah diikuti oleh Rafli yang merupakan asisten pribadinya.
Alex membawa Rafli ke ruangan kerjanya yang kebetulan ada di samping kamar Sheila.
"Ada apa, Raf?" tanya Alex saat mereka sudah berada di ruangan kerja.
"Maafkan saya mengganggu Anda, Pak. Tapi, masalah ini hanya bisa Anda yang turun tangan," kata Rafli.
Alex menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan.
"Istri saya sedang sakit. Apa tidak bisa jika kamu atau Pak Agra yang menangani?" tanya Alex dengan dahi berkerut.
"Maafkan saya, Pak. Tapi, klien ingin berjumpa langsung dengan Anda selaku pemilik perusahaan. Jika tidak, dana sebesar lima belas milyard akan hilang begitu saja. Anda tau sendiri jika ini adalah kerjasama yang sangat penting."
Alex kembali mengembuskan napasnya. Perlahan ia mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja dan berpikir sejenak. Ia memang mengkhawatirkan kesehatan Sheila, tapi bisnis ini juga sangat penting dan klien yang mereka hadapi ini sudah sangat lama sekali menjalin kerjasama.
"Baiklah, kamu tunggu sebentar. Kita ke kantor, saya temui dulu istri saya," kata Alex. Lelaki tampan itu pun melangkah kembali ke kamar Sheila. Tampak Sheila sedang berbaring sambil memejamkan mata. Sementara Rachel sedang duduk di sofa yang ada di dalam kamar itu.
Perlahan, Alex pun mendekati Sheila lalu mengecup kening wanita itu dengan lembut.
"Sayang, aku harus pergi sebentar. Ada masalah di kantor yang harus aku selesaikan dengan klien. Dan ini masalah yang sangat penting. Kamu tidak apa-apa aku tinggal? Aku janji tidak akan lama," kata Alex.
Sheila mengerjapkan matanya perlahan, "Nggak bisa diwakilkan? Bukannya ada Pak Agra dan juga Rafli?"
Alex menggelengkan kepalanya perlahan.
"Nggak bisa, Sayang. Harus aku langsung yang turun tangan. Ini bukan kontrak kecil. Tidak apa-apa, ya?"
Sheila menghela napas panjang lalu ia pun mengangguk perlahan, "Iya, sudah tidak apa-apa jika memang harus kamu yang berangkat."
"Terima kasih atas pengertiannya, Sayang."
Alex pun menoleh kepada Markonah, "Mbok, kamu dan Bu Rachel jaga baik-baik Nyonya Sheila. Jika kambuh telepon dokter Lalita. Jangan sampai terjadi sesuatu dengan nyonya," katanya dengan penuh penekanan.
"Kamu nggak perlu begitu, ini hanya sakit ringan kok, Sayang. Kamu pergi aja dan selesaikan perjanjian dengan klienmu. Setelah itu langsung pulang, ya."
Alex tersenyum lalu kembali memberikan ciuman kepada sang istri.
"Titip Sheila, ya," katanya kepada Rachel yang dijawab anggukan kepala oleh wanita itu.
Alex pun segera melangkah pergi meninggalkan kedua istrinya itu bersama dengan Rafli sang asisten yang sudah menunggunya.
Begitu juga dengan Markonah yang pamit kembali ke dapur untuk menyelesaikan pekerjaannya. Sementara itu dalam kamar hanya ada Sheila dan Rachel.
Rachel menghela napas panjang dan menatap kakak madunya itu.
"Mbak, biar saya yang merawat Mbak, ya. Mbak mau saya ambilkan obat atau mau makan sesuatu? Saya buatkan bubur?" kata Rachel penuh perhatian.
Sheila yang tadinya berbaring dengan lemah tiba-tiba saja duduk tegak dan tidak ada tanda-tanda jika ia sedang sakit. Hal itu tentu membuat Rachel mengerutkan dahinya.
"Tidak usah mengurusi aku, adik maduku. Aku sudah bilang jika aku baik-baik saja. Aku hanya memerlukan kehadiran suamiku dekat denganku," jawab Sheila dengan tegas. Rachel hanya bisa menggelengkan kepalanya, rupanya sakit Sheila hanya untuk menarik perhatian suami mereka saja.
"Kamu keterlaluan Mbak," ujar Rachel. Sheila langsung menatap Rachel dengan tajam.
"Jangan mengurusi aku, lebih baik urusi saja kenapa kamu belum juga hamil. Lebih baik kamu segera hamil jika tidak mau suamiku menendangmu keluar dari rumah ini! Ingat, kamu sudah enam bulan menikah dengan suamiku, jangan-jangan kamu mandul."
"Rachel … aku Alex Matthew sekali lagi ingin meminta persetujuanmu untuk memenangkan hatimu. Maukah kau menikahiku lagi?" Alex menengadah dan menatap tepat ke kedua mata Rachel yang berwarna coklat tua. Kedua tangannya terulur ke atas sambil memegang sebuah kotak berisikan cincin berlian yang besarnya tidak main-main.Jantungnya berdebar kencang, berharap agar Rachel … cinta sepanjang hidupnya mau menerima kembali dirinya. Kali ini adalah benar-benar murni versi dirinya yang sesungguhnya.Rachel memandangi Alex yang tengah berlutut di hadapannya dan melamarnya. Pria yang sama yang pernah mengisi hatinya enam tahun yang lalu. Pria yang telah memberinya buah hati yang tampan dan berbakat. Dan pria yang sama pula yang pernah paling menyakiti hatinya.Akankah ia bisa mempercayai pria ini lagi untuk menjadi pendamping seumur hidupnya?"Mommy, apakah Daddy Alex sedang minta maaf pada kita?" tanya Alexa kecil dengan nada suaranya yang polos, membuat Rachel terdiam."Iya betul! Aku sedang min
Rachel masih membelalak lebar mendengar ucapan Alex. "Dasar kurang ajar! Berani sekali kamu memintaku menggantikan wanitamu! Lepaskan aku, Brengsek!"Namun alih-alih melepaskan, Alex malah menyatukan kedua tangan Rachel di atas kepala wanita itu dan menahannya. "Berhenti bersikap seperti ini. Lagipula aku sangat yakin kamu pasti cemburu karena aku mengajak perempuan lain ke rumah ini, kan? Kamu tidak bisa mengelak kalau kamu masih sangat mencintaiku.""Kamu sangat tidak sopan, Alex! Lepaskan aku atau aku akan berteriak agar semua orang tau kalau kamu sedang berusaha melecehkan istrimu sendiri!""Oh, aku takut sekali mendengarnya, Rachel!"Mereka pun masih saling bertatapan dengan tajam saat suara pintu kamar mendadak dibuka dengan kasar.Brak!"Kudengar kalian ribut lagi, hah? Dan apa yang sedang kalian coba lakukan?" pekik seorang pria tua yang nampak membelalak kaget.Alex dan Rachel pun langsung menoleh bersamaan menatap pria tua itu.Rachel langsung terdiam menatap Mahendra, ia m
“Kalau Daddy mau tau perasaan mama kepada Daddy, buat saja Mama cemburu,” kata Alexa kepada Alex.Lelaki itu baru saja bercerita kepada sang anak jika dia ingin sekali kembali membuat Rachel mencintainya seperti dulu. Dan diluar dugaan Alexa malah mengusulkan saran seperti itu.“Apa kamu yakin?”“Coba saja kalau tidak percaya.”Maka, malam ini Alex merencanakan semuanya dengan matang. Ia sengaja bersandiwara dengan seorang gadis yang bekerja di sebuah club malam."Shit! Ayo, cepatlah! Aku sudah hampir sampai!" kata Alex dengan keras."Ah, Alex..." desah wanita di bawahnya makin keras.Brak!Dan wanita muda dengan segala keangkuhannya itu masuk ke sana."Apa kamu pikir rumah ini tempat maksiat? Berhenti sekarang juga!" geram wanita itu dengan tatapan tajam yang berapi-api.Rachel tidak bisa menahan dirinya mengetahui kalau Alex sudah mulai berulah dengan membawa para wanita nakal ke rumahnya.Apalagi karena ada anak-anak di rumah itu.“Kamu memintaku dan anak-anak tinggal di sini hanya
Mahendra merasa sangat senang karena ia baru saja menerima pesan jika saat ini Alex sedang bersama dengan anak istrinya di rumah sakit. Meski merasa khawatir kepada Alexa, tetapi Mahendra senang pada akhirnya Alex mengetahui keberadaan Alexa dan Rachel.“Papi berharap jika kamu dan anak-anakmu mau tinggal bersama lagi di rumah papi,” kata Mahendra kepada Rachel.“Kamu tidak harus tidur dalam satu kamar bersamaku. Tapi, yang paling penting kita bisa satu atap demi anak-anak,” kata Alex kepada Rachel.Rachel menarik napas panjang. Sungguh rasanya sangat berat untuk mengiyakan permintaan Mahendra. Tetapi, ayah mertuanya itu tampak begitu berharap. Mungkin karena ia juga ingin berkumpul dengan cucunya.“Dalam hal ini aku tidak bisa menjawab. Semuanya terserah kepada Alexa,” jawab Rachel lirih.Rachel berharap jika Alexa akan menolak, tetapi ternyata gadis itu menerima permintaan Alex dan Mahendra.“Aku mau tinggal bersama Daddy dan Grandpa,”jawab gadis kecil itu dengan tegas.Dan akhirny
Entah berapa lama Alexa kehilangan kesadaran karena matanya terasa begitu berat. Saat ia terbangun, tubuhnya terasa basah. Hal itu disebabkan karena keringat yang keluar. Ia menoleh ke sampingnya, tampak Rachel memegang tangannya. Sementara kepalanya berada di atas ranjang. Ibunya tertidur dalam posisi duduk. Dan ketika ia melihat ke arah sofa ... ternyata Alex sedang duduk di sana sambil menatap layar laptopnya.“Mama ....”Alex yang mendengar suara Alexa segera menyingkirkan laptopnya dan menghampiri gadis kecil itu.“Kamu sudah bangun, Sayang? Mau minum?”Mendengar suara Alex yang terasa dekat, Rachel membuka matanya. Dan wanita itu tersenyum saat melihat Alexa sudah terbangun. "Kamu mau apa? Bajumu basah, Sayang. Mau mama bantu untuk menggantinya?" tanya Rachel. Alexa duduk di tempat tidurnya, memandangi ibunya dengan tatapan penuh kesedihan. Rachel, mencoba meyakinkan Alexa untuk mengganti pakaian yang kotor dengan yang segar. Namun, gadis kecil itu menolak dengan tegas."Ma
Mendengar suara Celine, Rachel pun bergegas masuk ke dalam. Dan saking paniknya ia sampai tidak menyadari jika Alex pun ikut masuk dan berjalan di belakangnya. Saat mereka masuk, tubuh Alexa sudah ada di atas lantai yang dingin. Sementara Celine duduk bersimpuh di dekat Alexa sambil menangis."Ya ampun, Alexa!” Rachel membantu Alexa bangun, lalu terkejut dengan betapa panasnya tubuh putrinya itu. “Suhu tubuhmu semakin parah!"“Ayo, kita bawa saja dia ke rumah sakit!” kata Alex dengan tegas.Pandangan Alexa buram, kepalanya menjadi pusing tapi suara panik Rachel terdengar jelas. Samar ia juga melihat kehadiran Alex bersama sang ibu. Apa lelaki yang mengaku ayahnya ini juga tengah mengkhawatirkannya?Entah berapa lama Rachel dan Alex membawa tubuh Alexa ke mobil. Akan tetapi, semakin lama Alexa semakin kesulitan membandingkan antara mimpi dan bukan.Gadis kecil itu merasa tubuhnya seperti melayang. Dan semuanya pun menja