BUNDA, PULANGLAH KAMI TAKUT SAMA AYAH 5.
**
PoV Raisa.
Patah ....
Satu kata yang menggambarkan perasaanku ketika melihat Rindu terbaring lemah di bangsal rumah sakit dan berada di ruang ICU. Aku b a n t i ng tulang bekerja agar kehidupan kami menjadi lebih baik tapi kenyataannya seperti ini.
Apa gunanya aku pergi jauh-jauh kalau anak-anakku menderita. Kenapa balasan Mas Emran begitu tega kepadaku. Ini adalah cobaan yang begitu besar untukku menyaksikan buah hati tercinta terbaring tak berdaya.
"Pasien terkena benturan yang cukup keras di kebagian kepala sehingga menyebabkan dia tak sadarkan diri," kata Dokter yang menangani.
Bulir-bulir bening berjatuhan mendengar perkataan Dokter. Pasti anakku mendapatkan perlakuan yang begitu kasar dari Mas Emran dan juga Liana. Padahal Rindu adalah anak kandung Mas Emran sendiri. Kenapa dia tega melakukan ini kepada Rindu?
"Saya ingin pemeriksaan yang lebih lagi untuk anak saya, Dokter. Saya ingin seluruh tubuh anak saya diperiksa. Apakah anak saya mengalami berbagai bentuk kekerasan karena saya melihat di tangannya juga ada luka lebam," kataku ke Dokter.
"Tentu kami akan mengupayakan yang terbaik untuk kesembuhan pasien dan gejala penyakit apa yang sedang dideritanya selain benturan benda keras di kepala," kata Dokter.
Mendengar perkataan Dokter hatiku semakin gusar. Namun ini sudah terjadi aku hanya bisa bersabar dengan semua ujian dan cobaan yang datang dalam hidupku. Sembari berdoa untuk kesembuhan Rindu dan mengikuti prosedur Rumah Sakit.
Kupandangi wajah gadis kecilku yang terlihat sangat cantik. Aku mengambil tangannya lalu mencium tangan itu dengan penuh perasaan dan rasa sayang yang begitu besar untuk Rindu.
Lastri yang berada di sampingku membesarkan hati dengan mengelus pundakku agar aku bersabar.
"Liana ...," cicit Lastri saat seorang wanita masuk ke ruangan ICU.
Aku juga menolehkan pandangan karena dari tadi fokusku ke Rindu. Aku tersentak kaget, dia berani masuk ke ruangan ini begitu pula dia yang tidak menyangka, aku ada di sini.
"Raisa ... Lastri. Kenapa kalian ada di sini? Lagian Raisa bukannya kamu di Hongkong, kerja?" katanya.
Melihat wajahnya rasa benci ku menguar begitu besar. Ingin sekali aku men-jam-bak dan me-nam-par wajah w a n i t a yang sudah membuat kehidupanku berantakan.
"Seharusnya aku yang bertanya sama kamu? Kenapa kamu bisa ada di sini? Kenapa kamu bisa berada di ruang perawatan anakku?" tanyaku sengit.
"Itu .... Anu ...."
"Apa? Kamu ngapain di sini?"
Suaraku sedikit meninggi karena emosi yang memuncak dalam diri. Namun beberapa orang yang berada satu ruangan dengan Rindu yang juga menjenguk keluarga mereka sedikit mengamati kami. Aku merasa kurang nyaman kemudian secara kasar kutarik tangan Liana agar kami bisa berbicara di luar. Tidak enak juga dengan petugas yang menjaga.
"Lepaskan aku, Raisa. Kamu kasar banget!" katanya ketika kutarik tangannya keluar.
"Apa? Kamu gak suka?" ucapku.
"Ya, kamu tiba-tiba narik aku. Itu sama aja kamu melakukan ke-ke-ra-san kepadaku!"
"Oh, aku melakukan ke-ke-ra-san sama kamu? Terus bagaimana dengan anakku. Siapa yang buat dia ce-la-ka?"
"Kenapa kamu tanya aku? Emang aku Ibunya?" katanya.
Beberapa saat dia menatap ku dan Lastri. Liana men-de-sah, sepertinya dia tahu kalau kami tahu segala kebohongannya.
"Lastri, kamu ikut campur kan dengan kepulangan Raisa?!" katanya sengit.
"Maksudmu apa? Raisa bicara kalau dia pulang dan aku sengaja jemput dia ke Bandara?"
"Halah, gak usah bohong kamu!" katanya menyalahkan Lastri.
"Diam kamu, Liana. Kamu apakan anakku? Kamu yang mencelakakan anakku!"
"Kamu punya bukti apa menuduhku?" katanya.
Emosiku tersulut mendengar ucapannya. Ingin sekali ku gam-par dia sekarang juga. Aku masih menahannya. Bukan begini caranya. Aku masih harus sabar, di rumah sakit ini ada CCTV. Lagi pula aku gak mau mengotori tanganku di sini.
"Bunda ...."
Aku menoleh mendengar suara yang kurindukan. Suara putraku, Reyhan. Dia datang ke Rumah Sakit bersama Mas Emran. Reyhan bergegas memelukku. Begitu pula dengan ku.
Perasaanku sungguh senang bisa berjumpa lagi dengan Reyhan. Mas Emran terkejut dengan kedatanganku ke sini.
"Bunda .... Reyhan kangen banget. Jangan pergi lagi, Bunda," katanya menangis sesenggukan.
"Iya, Sayang. Bunda juga merindukan kamu, Nak. Gak akan pergi lagi," kataku memeluknya erat. Dia melakukan hal yang sama seakan takut aku pergi.
"Kalau Bunda pergi Reyhan juga ikut," katanya.
Aku mengurai pelukan kami. Kuhapus perlahan air mata anakku. Ya Allah, Reyhan kurus sekali. Apa yang mereka lakukan pada anakku. Reyhan sudah sebelas tahun. Tapi, dia kayak gak terurus. Bajunya juga lusuh sekali.
"Bunda janji gak akan meninggalkan kamu, Nak," kataku.
"Raisa, kamu kok ada di sini?" ucap Mas Emran terkejut dengan kepulanganku.
"Ya. Kenapa kamu gak suka?" kataku berdiri menatapnya sengit. Rasa benci ini menguar begitu saja.
"Kok kamu begitu banget, Sayang. Mas kaget kamu pulang. Bukannya kamu masih kerja di Hongkong? Kontrak kerja sudah selesai? Kamu gak perpanjang lagi?"
"Aku mau kamu menjelaskan semuanya ini sama aku, Mas. Kenapa Rindu bisa sakit dan koma?" kataku meminta penjelasannya.
Aku juga menatap sengit. Liana terdiam. Ku lirik dia dari tadi menatap Reyhan marah seakan memberi perintah agar tidak bicara apapun. Aku yakin, anakku mendapat tekanan lahir batin bersama Liana. Dia lah yang membuat Rindu celaka dan Reyhan jadi kurus kering dan tak terurus begini. Padahal secara rutin ku kirim uang selalu. Dia yang menikmati uang hasil kerja kerasku selama ini.
"Rindu ... Dia jatuh, Raisa. Mas belum cerita sama kamu. Mas minta maaf. Lebih baik kita bicara saja di rumah!" katanya padaku.
"Baik, kamu juga harus menjelaskan kenapa Liana ada di sini? Apa hubungan kamu dengan dia. Jelaskan semuanya!" kataku.
"Anu .... Aku masih ada keperluan," kata Liana mencoba mengelak.
Saat dia hendak beranjak. Kupegang tangannya secara kasar agar di gak pergi.
"Jangan mencoba menghindar dari kesalahan kamu. Aku yakin kamu yang melakukan semua ini!" kataku menatapnya marah.
"Sakit, Raisa!" ucap Liana meringis.
"Raisa, kamu jangan kasar gitu sama Liana. Baiklah, Mas akan ceritakan semuanya sama kamu. Kita jangan bicara di sini ya," kata Mas Emran membela Liana. Seolah tak suka aku menyakiti g u n d i k sia-lannya ini.
Bersambung.
BUNDA, PULANGLAH KAMI TAKUT SAMA AYAH 6.Hai, Kak jangan lupa subscribe dan like ya 🙏**POV RAISA."Raisa, kamu jangan kasar sama Liana!" kata Mas Emran tak suka.Aku mencibirnya. Sekarang terang-terangan dia membela gundiknya."Kamu bela dia? Kamu gak suka kalau dia tersakiti?" kataku g e r a m."Bukan gitu, Raisa.""Sekarang kamu jujur aja, Mas. Kamu bisa kan jujur. Nggak perlu ke rumah segala. Apa hubungan kamu sama dia?!" kataku dengan kilatan amarah."Raisa. Ini masalah pribadi nggak mungkin kita menceritakannya di Rumah Sakit. Apalagi kita harus menghormati anak kita yang sedang sakit!" Mas Emran berkilah.Menghormati? Bukankah Rindu sakit juga ulah mereka."Kamu menghormati Rindu yang sedang sakit? Kamu tahu nggak apa yang terjadi sama Rindu ini sebenarnya perlu dilaporkan ke pihak yang berwajib. Kamu nggak lihat lebam-lebam di badannya dan juga tiba-tiba dia itu terbentur. Seharusnya sebagai orang tua kamu udah melakukan tindakan tegas. Tapi apa yang kamu lakukan? Kamu bahka
Aku melirik Liana dengan amarah yang begitu besar. Tatapanku setajam pisau yang baru saja diasah. Liana menelan ludah melihat wajahku dan dia terus saja menarik tangannya agar aku melepaskan. Begitu pula dengan mas Emran yang tidak menyangka kalau aku bisa berbuat seperti ini. Dia tahu bagaimana karakterku yang nekat. Dulu pun aku ke luar negeri karena benar-benar nekat sekaligus ada dorongan dari dia yang terus-menerus untuk mengangkat derajat keluarga kami menjadi lebih baik."Baik, kita bicarakan saja semuanya baik-baik," kata Mas Emran akhirnya.Aku pun kemudian memberikan pengertian ke Reyhan kalau Lastri itu wa-ni-ta baik dan dia temanku. Lastri tidak mencelakakan Reyhan. Aku tahu betul siapa Lastri, keluarganya, tempat tinggalnya, anaknya. Lastri juga membantu ku sejauh ini. Begitupun saat ini Lastri memberikan pengertian ke Reyhan kalau aku harus menyelesaikan masalahku dengan ayah dan juga gundik ayahnya."Sayang, kamu percaya sama Bunda kalau Bunda akan terus di sisi kamu da
BUNDA PULANGLAH KAMI TAKUT SAMA AYAH 7.**Jangan Lupa Subscribe ya Kak tersayang ❤️PoV RaisaAku sama sekali tidak terkejut mendengar perkataan Mas Emran yang mengatakan kalau mereka sudah menikah. Aku sudah tahu sebelumnya. Itulah yang menyebabkan diriku gusar ketika bekerja di luar negeri dan ingin segera pulang untuk melihat kondisi anakku.Namun, aku tersentak, Liana hamil. Ah, mereka sudah menikah mungkin terlebih dahulu selingkuh. Jadi wajar wanita di depanku ini hamil. Hal yang tidak ku sukai adalah dia menyiksa anak-anakku, menjadikan Rindu, Di rumah sakit. Sedangkan Reyhan nggak terurus. Bahkan anakku itu juga mengalami kekerasan yang aku belum melihat sendiri apa saja yang sudah dilakukannya ke Reyhan.Mereka peng-khia-nat dan tidak ada tempat untuk seorang pen-ja-hat seperti mereka."Kapan kalian menikah?" tanyaku."Sekitar enam bulan uang lalu, Raisa. Mas minta maaf," kata Mas Emran tertunduk.Aku tahu betul apa yang di katakannya itu palsu. Minta maaf? Kalau aku nggak p
"Astagfirullah, keterlaluan kamu, Mas. Itu uang hasil kerja kerasku. Seenaknya saja kamu gadaikan sesuka hati mu. Di mana pikiran kamu!" sentakku gak terima.Sakit hatiku. Dia melakukan ini sesukanya. Sepertinya pekerjaanku semua sia-sia. Untunglah masih ada tabungan hasil kerja kerasku selama dua tahun tak kuberikan sepenuhnya."Maafkan, Mas, Sayang. Maaf sekali ... Bantu Mas bayar cicilan rumah kita ke Bank ya," katanya memelas.**"Raisa .... Mas Minta maaf. Kita bisa bicara baik-baik," kata Mas Emran mengetuk pintu kamar setelah kami selesai dari Rumah Pak RT.Ternyata masalah kami lebih dari kompleks. Jadi tak bisa selesai sehari juga.Aku sengaja mengunci pintu kamar agar mereka tak menggangguku. Bagaimanapun ini tetap rumahku walau Mas Emran membangunnya atas nama dia. Makanya dia bisa gadaikan surat tanah dari rumah ini. Aku frustasi dengan ke-bo-do-han ku di masa lalu.Gawaiku bergetar dan itu panggilan dari Lastri. Lastri mengajak Reyhan jalan-jalan untuk menyenangkan hati a
BUNDA PULANGLAH KAMI TAKUT SAMA AYAH 8**Jangan lupa Subscribe ya Kak sebelum membaca 🙏PoV RaisaAku hendak beranjak meninggalkan Rumah bersama Reyhan dan juga Lastri karena berada lama-lama di sini juga membuat ku pusing. Aku ingin menjaga anakku di Rumah Sakit. Aku juga memikirkan membuat laporan ke Polisi, masalah ini adalah masalah hukum yang harus mereka pertanggungjawabkan."Raisa ... Kamu mau ke mana? Ini udah malam!" kata Mas Emran gak suka."Aku mau ke Rumah Sakit menjaga Rindu. Kamu lupa kalau anak kita sedang koma!" sentakku."Eh, itu. Biasanya kalau malam seperti ini ada perawat yang menjaga ataupun suster. Nanti kalau kenapa-napa mereka akan menghubungi Mas. Raisa, tidur di ruang ICU juga nggak bisa!" Mas Emran berkilah."Itu menandakan kamu sama sekali nggak peduli dengan anak. Aku ingin kamu segera melunasi hutangmu di Bank agar kita bisa cepat menjual rumah ini. Aku pergi dulu," kataku dengan suara pelan dan dingin."Raisa ... Reyhan di rumah saja. Udah malam juga b
"Kamu jangan takut, Nak. Bunda nggak akan diam aja kalau kamu disakiti oleh Ayah dan juga Liana. Bunda akan bertindak. Kita harus sama-sama bertindak agar mereka nggak semena-mena sama kamu. Sama Rindu dan sama Bunda juga," ucapku meyakinkannya."Reyhan dan Rindu sering di p u k u l, di ma-ra-hi, di ma-ki, di je-do-tin ke dinding. Reyhan sering di suruh ke sawah bantu tetangga yang punya sawah. Uangnya diambil Tante Liana. Kalau Reyhan lapor, yang ada Reyhan kena marah. Malam hari Reyhan masih di suruh kerja, cuci piring dan Rindu di suruh masak. Kadang kami di suruh Tante juga ngemis kalau gak ada kerjaan lain," katanya."Astagfirullah," kataku miris.Kupeluk anakku yang pasti menghadapi trauma besar."Sayang, kamu gak kabur?" tanyaku."Kalau ngemis biasanya Tante Liana ikut. Dia memantau. Reyhan gak berani kabur, Bun. Takut, makanya masih bertahan. Kasihan juga Rindu. Kalau Reyhan kabur kata Tante Liana bakal menyiksa Rindu," kata anakku sesenggukan.Aku tidak menyangka Mas Emran di
BUNDA PULANGLAH KAMI TAKUT SAMA AYAH 9. **Jangan lupa subscribe dan tinggalkan jejak ya PoV RaisaMas Emran datang tergopoh. Dia memberikan informasi kalau Liana sakit, terjatuh dan keguguran. "Raisa, tolong pinjamkan Mas uang. Kasihan Liana. Dia pendarahan. Bukankah sesama wanita harus saling tolong menolong," katanya memelas dan datang padaku. "Kenapa kamu datang padaku? Kamu harusnya mikir, Mas. Dia itu maduku. Kamu k a w i n diam-diam dan aku gak setuju. Kamu bahkan lebih peduli padanya dari Rindu!" "Raisa, tak baik menyimpan dendam. Liana sakit dan harus segera di tolong!" kata Mas Emran dengan suara cukup keras. "Terus, anakku gak sekolah lagi aku harus diam. Dia di suruh ngemis aku juga harus diam. Kepalanya di pukul dan di benturkan aku juga harus diam!" kataku menatap Mas Emran sengit. "Raisa, kamu dengar itu dari siapa? Pasti Reyhan yang bicara bukan-bukan padamu. Keterlaluan sekali dia berbohong. Kamu jangan percaya padanya!" dusta Mas Emran. Aku mencibir perkataan
"Aku mendukung kamu, Raisa. Perbuatannya udah keterlaluan. Anak-anak kamu pasti mengalami trauma. Aku berharap Rindu segera sembuh, segera sadar. Begitu pula Reyhan bisa ceria seperti dulu lagi karena mereka juga masih anak-anak, masih membutuhkan kasih sayang. Jika mengalami kekerasan, mungkin dampaknya akan panjang, apalagi masalah psikisnya," ucap Lastri mendukungku. "Iya, Lastri. Aku sudah memikirkan semuanya dan aku berharap masalah ini segera selesai. Aku juga nggak mau anak-anak ku mengalami trauma berkepanjangan." Entah kenapa aku ingin mengunjungi Liana. Bukankah dia berada di rumah sakit yang sama dengan Rindu. Tak ada salahnya aku mengunjungi dia. Aku pun meminta Lastri untuk menunggu sebentar di sini. Reyhan di sini saja bersama Lastri. Aku bergegas ke ruangan di mana Liana dirawat. Ku lihat tidak ada Mas Emran di sana. Dia sendirian. Kayaknya dia benar-benar sakit akibat pendarahan. Mungkin benar keguguran. Aku menatap wanita itu lebih dekat. Ada beberapa orang juga y