Lingga berbicara tanpa expresi apapun. Hanya menatap tajam Pak Surya yang seolah tersudut oleh sesuatu yang mengerikan. setelah Lingga selesai berbicara, Pak Surya pun segera menandatangani dokumen penyerahan hartanya. Sungguh kalimat yang di ucapkan Lingga seperti mewakili malaikat penghukum. Dia bilang bertobatlah seolah mengingatkan padahal dialah yang telah memberi hukuman. Setelah itu aku, Lingga dan juga Pak Pram pergi meninggalkan rumah sakit.
"Berikanlah dokumen harta Surya kepada Panti Sosial, setelah itu lanjutkan rencana selanjutnya!" pinta Lingga kepada Pak Pram.
"Iya akan aku lakukan" jawab Pak Pram lalu langsung pergi meninggalkanku dan Lingga.
"Sekretaris apa yang harus dilakukan selanjutnya? " tanya Lingga kepadaku yang masih terheran dengan kejadian tadi. Begitu cepat mereka menyelesaikan masalah.
"Haa.. apa? Oh sebentar," jawabku sambil mengecek jadwal Lingga di smartphone.
"Belum ada jadwal hingga nanti siang Pak," jawabku.
<Setelah semua ketegangan satu setengah hari ini aku merasa lapar. Hmm.. Bukan karena itu sih, karena aku memang belum sarapan.Setelah sampai di kantor, aku menuju pantry menyiapkan secangkir kopi untuk Lingga seperti biasanya. Namun, bukan itu alasan yang sebenarnya. Tapi karena aku sungguh lapar. Untung saja perusahaan tempatku bekerja ini sungguh elit, mereka memiliki koki sendiri untuk membuat roti. Jadi selalu tersedia roti harum di pantry untuk semua karyawan. Sungguh berbeda dengan perusahaan lainnya kan? Karena makan cukup adalah kunci dari efisiensi hidup sehat menurut kebijakan perusahaan.Aku sudah memakan beberapa roti harum dan minum satu gelas susu hangat. Ya, kadang aku memang lebih suka susu dari pada teh, tergantung kondisinya saja. Kalau sekarang karena minum susu jelas lebih mengenyangkan ketimbang minum teh. Tapi memang perutku ini bawaan gen lokal, gak akan kenyang kalau cuma makan makanan ringan.Tapi apa juga yang bisa aku laku
"Ahh.. kamu lama sekali, aku saja deh, aku yang melakukan tapi kamu yang harus berterima kasih!" ucapnya.Setelah itu kedua tangannya memegangang wajahku lalu mengecup bibirku, melumatnya dengan lembut tidak seperti yang dia lakukan sebelumnya. Satu tangannya memegang wajahku dan tangan lainnya merangkul erat pinggangku hingga tubuhku seolah menindih tubuhnya yang bersandar di sofa.Kurasakan suhu tubuhnya yang semakin panas dengan semakin eratnya dia memeluk tubuhku. Tidak pernah kurasakan rasa seperti ini pada ciuman yang Lingga lakukan sebelumnya, saat ini aku seolah terbawa oleh ciuman lembut yang dilakukan olehnya. Tubuhku mulai terasa panas di iringi dengan detak jantungku yang semakin kencang. Hingga aku tidak sadar bahwa saat ini aku telah memejamkan mata. Lingga terus melumat lembut bibirku, aku masih diam seperti biasanya namun kurasa bibirku ini sesekali juga membalas lumatannya.Kurasakan Lingga tertawa kecil saat bibirku otomatis b
"Makan apa Azalea? " tanyanya."Apapun yang penting saya juga makan Pak, bukan cuma nonton!" jawabku."Hahahaha.. kamu lucu sekali, jangan lucu - lucu nanti aku jatuh cinta!" jawabnya sambil menoel daguku.Kalau ngomong gak disaring. Dia gak akan jatuh cinta padaku, apalah arti wajah dan semua serba biasa ini. Sedangkan dia, jika tidak ada sisi psycopath dan jika dia memperlakukanku dengan baik sejak awal, aku sudah pasti tergila - gila padanya.Aku menurut saja dia akan mengajakku makan apa. Mobil yang kita kendarai sudah melewatkan banyak restaurant sedari tadi tapi nampaknya belum ada yang cocok untuknya. Setelah cukup lama memilih restaurant akhirnya Lingga berhenti pada restaurant lokal dengan menu khas ayam bakar dan ikan bakar."Kamu aja yang pesan makanan sebagai ganti dari yang tadi pagi!" perintahnya."Oke!" jawabku singkat dan berlalu pergi untuk memesan makanan.Aku memesan ayam bakar dengan sambal super pedas. Tidak tahu
"Bagaimana kabarnya Pak? " tanya Lingga lembut sambil menggiring Pak Ageng untuk duduk di sebuah kursi yang terbuat dari bambu. Kursi itu tidak terlihat bagus, orang membuatnya sembarangan, mungkin hanya untuk duduk sementara."Baik Pak Lingga," jawab laki - laki paruh baya tersebut."Bagaimana kabar Ibu Pak? " tanya Lingga lagi sambil terus tersenyum dan memegang tangan Pak Ageng. Aku terheran melihat Lingga yang ini. Sungguh seperti sosok yang berbeda."Ibu kabarnya juga baik Pak, monggo mampir kerumah untuk melihat Ibu!" jawab laki - laki itu dengan santun juga."Lain kali aja ya Pak, saya masih harus bertemu orang setelah ini," jawab Lingga."Lain kali mampir ya Pak, Ibu juga tanya Pak Lingga ko lama tidak kerumah?" ucap laki - laki itu yang berarti Lingga sudah pernah kerumahnya."Iya, saya pasti kesana!" sahutnya."Ini saya ada sedikit rezeki buat Pak Ageng sama Ibu, semoga bermanfaat yaa," ucap Lingga sambil memberi sebua
"Karena kamu adalah anjingku dan aku ini Tuan yang baik, jadi aku memperlakukanmu dengan baik juga!" jawabnya terakhir.Hatiku sedikit sakit dan sesak mendengarnya. Rasa sakit yang berbeda dari saat pertama Lingga menyentuhku atau saat aku terpaksa harus menandatangani kontrak hidupku itu. Isi kontrak itu adalah melakukan apa pun yang Lingga inginkan. Saat dia ingin menyentuhku, saat dia ingin berbuat baik padaku, apa pun keinginan dia terhadapku, aku harus siap. Itu lah pekerjaanku, dan hakku adalah tidak berharap lebih apa pun atas itu.Kurasakan tangan Lingga yang sudah mulai dingin. Wajahku juga sudah terasa kaku. Pemandangan ini dan kenyataan hidupku membuatku lupa akan waktu. Lingga membalik tubuhku, memegang kedua wajahku dengan tangannya seperti biasanya. Selanjutnya adalah hal yang sudah berulang kali dia lakukan.Ya, dia mencium dan melumat bibirku dengan lembut di awal dan semakin kuat hingga akhir. Tangan dinginnya yang menyentuh wajahku terasa
Lingga melihatiku yang saat ini sedang melihatinya juga."Azalea cepat mandi, kotor sekali, minyak di wajahmu itu sudah satu liter!" hinanya.Manusia ini kenapa cepat sekali berubah, kadang seperti ini kadang seperti itu. Ingin sekali rasanya aku berubah menjadi Pak Ageng agar tidak mendapat cacian lagi darinya. Untung saja dia ganteng, gak ganteng udah kugetok pake sapu aja tuh mulut."Yasudah minggir, minyak satu liter mau lewat!" balasku sambil melihatinya sinis."Awas aja nanti!" sambungku berbicara.Maksud dari ucapanku adalah awas nanti kalau sudah mandi pegang - pegang. Mulut ko jahat banget. Tapi aku gak melanjutkan kalimatnya. Aku tidak ingin memprovokasi dia. Biarlah malam ini tubuh ini bermanja - manja dengan kasur yang empuk.Ini kota dengan udara yang dingin. Berada di kamar mandi, membiarkan tubuh ini di guyur oleh siraman air hangat dari shower membuat rasa lelah di sekujur tubuhku mengelupas perlahan.Sungguh segar sek
Aku tidak menyangka bahwa Lingga benar - benar mengikuti keinginanku. Sesaat tadi kupikir aku akan kehilangan segalanya malam ini. Aku terus melihat wajahnya yang sekarang menjadi sayu. Lingga menyadari bahwa aku melihatnya tapi dia tidak melihat ke arahku. Entah apa yang dia pikirkan sekarang.Tiba - tiba saja Lingga menghampiriku dan memelukku dari belakang. Sekarang posisi kita adalah aku menghadap depan melihat langit sedangkan Lingga memelukku dari belakang. Menempelkan dagunya di atas kepalaku."Apakah sangat sakit? " tanyanya yang belum aku mengerti sepenuhnya."Di hatimu apakah itu sangat sakit? Karena yang aku lakukan tadi," sambungnya.Aku terheran. Sudah berapa kali dia seperti ini. Ada apa gerangan dengan laki - laki ini."Sakit itu seperti apa? " tanyanya lagi semakin membuatku terheran. Laki - laki ini apakah benar - benar tidak tahu."Sakit itu ya sakit, seperti terluka karena jatuh tapi itu lebih sakit, sakitnya d
"Oh yaa.. Azalea, telfon Pak Hendry katakan padanya bahwa di lembah ada aliran sungai yang cukup deras, bangun air terjun buatan disana dan buat pusat listrik tenaga air, kita buat sendiri listriknya jadi kita tidak harus memakai listrik negara untuk real estate kita, karena kebutuhan listrik untuk real estate begitu besar dan sangat tidak efisien memasang kabel dan tiang listrik di jalan sepanjang itu!" perintah Lingga kepadaku."Baik Pak!" jawabku lalu segera aku menelepon Pak Hendry untuk menjelaskan apa yang Lingga katakan barusan."Azalea bekerja dengan baik ya, " puji Pak Pram."Ya begitulah Paman, lembah yang kita beli tempatnya begitu indah, aku sangat tenang berada disana, tapi wajah Azalea merusak pemandangannya, sungguh -sungguh membuat ketenanganku hilang, untung saja aku tidak menendangnya ke lembah!" sahut Lingga.Ada apa gerangan dengan manusia ini. Sekarang aku tidak harus melakukan kesalahan untuk dia mencaciku lagi. Beda disana bed