"Maaf kekalutanku tadi sehingga asal bicara." Sera mengangguk. "Saya paham." "Setelah kehilangan istriku, terlalu banyak hal yang aku takutkan, salah satunya melihat kondisi Kezia tadi." Sera kembali mengangguk, rasanya ia kehilangan kata. Meski begitu sama sekali tidak ada kemarahan di sana. "Minggu depan aku ada pekerjaan ke Bandung aku akan membawa anak-anak sekalian berlibur, aku harap kamu juga bisa ikut serta." "Tentu, saya kan pengasuh anak-anakmu." "Saya tidak suka dengan sebutan itu." "Lalu? Baby sitter?" "Sudahlah, tak perlu dibahas." Dingin semakin menyeruak ketika rintik hujan mulai turun, tak terasa Sera pun terlelap, Arkan melihat wanita di sampingnya sekilas, ada sebuah perasaan bersalah atas ucapannya tadi. Sekitar satu jam kemudian mereka pun tiba di rumah dan Arkan pun membangunkan Sera. "Kita sudah sampai." Sera mengerjap. "Maaf ketiduran." **** . . Hari keberangkatan tiba, Kalina tidak ikut karena kemarin diambil oleh nenek dari ibunya, mereka akan
"Dasar anak kurang ajar!" Pria itu menjerit seraya melihat ke arah anak yang sedang menggigitnya. Dia adalah Kezia yang sejak tadi memperhatikan gerak gerik pria bertubuh gempal itu, apalagi ketika melihat si bapak tua meremas salah satu organ vital pada tubuh perempuan.Bukannya merasa takut, Kezia malah menjulurkan lidahnya meledek, membuat pria itu semakin geram dan hampir saja melayangkan pukulan bila tidak ditahan oleh Arkan. "Ini anak anda Pak Arkan?""Iya!""Bagaimana bisa anda membesarkan anak anda tanpa sopan santun.""Dia anak yang baik dan manis," jawab Arkan."Jelas-jelas salah mengapa anda membelanya, bagaimana ia menjadi manusia nanti!" jelasnya, aura kemarahan masih terlihat di sana. Sera belum mampu berkata-kata, tangannya masih dingin dan bergetar."Yang pasti anak saya akan tumbuh dengan baik!"jawab Arkan tidak gentar. "Tolong jaga perilaku anda Pak Aldi, dia adalah wanita terhormat di sini!" lanjut Arkan seraya melihat ke arah Sera."Apa maksud anda?" Ia terlihat
Sera panik, ia pun mendekat pada Kenzo yang masih meneriakinya. Tanpa sadar ada serpihan kaca yang menempel, namun ia hiraukan."Kalian terpikir atas ucapan ayah tadi?Mereka tidak menjawab, sejak kakaknya menangis, Kezia pun turut menangis."Kalian jangan khawatir, ucapan Ayah tadi tidak sungguh-sungguh, Ayah hanya sedang melindungi Tante, sama seperti Zia yang tadi berusaha melindungi. Terimakasih banyak, Tante tahu, kalian anak yang baik. Tante janji akan menjaga kalian dengan baik!"Keduanya membisu, tangis mulai mereda. "Tante di sini hanya sebagai orang yang membantu kalian, dibayar langsung oleh Ayah, hanya bekerja, bukan untuk menggantikan bunda, kalau kalian butuh apa pun, Tante siap kapan pun."Sementara Arkan menelpon pihak hotel untuk membantu membereskan pecahan piring yang berserakan. Setelah bersih Sera dengan langkah pincang keluar kamar dan kembali membawa sepiring nasi lagi, merekapun mulai melahapnya, Sera bisa bernapas lega, kemudian ia pamit untuk keluar."Tante
Suara gelas jatuh ketika dengan sekuat tenaga Sera berusaha menahan pria yang tenaganya jauh lebih kuat itu."Jangan dekati aku! Kalau tidak aku tidak akan segan membunuhmu!""Bisa? Sini kalau bisa!" Pria gempal itu seolah meledek.Semenjak peristiwa kemarin beberapa kali pikirannya kosong, masih ada perasaan trauma. Bahkan untuk pagi ini ia sangat kurang berhati-hati. Sedikitpun tak terbesit dalam pikirannya, bila pria gila di hadapannya ini menginap di hotel yang sama, sehingga memiliki kartu akses, mengingat hotel ini adalah bintang lima yang memiliki akses yang cukup ketat.Mata itu menyeringai, seolah kemenangan ada di hadapannya. Dalam sekejap mata ia menerkam Sera, mendekap tubuhnya erat sehingga ia sulit bernapas.Namun tak lama setelahnya pelukan terlepas, ia mengerang seraya memegang bagian belakang tubuhnya. Si kembar yang terbangun karena mendengar suara keributan, segera melihat keluar kamar dan pemandangan menakutkan. Kezia tanpa pikir panjang langsung menelpon resepsion
Mengenal seseorang dalam waktu yang singkat tak bisa melemparkan kepercayaan begitu saja. Sera mengakui dirinya salah ketika merasa nyaman dengan perlakuan Arkan yang baik padanya, juga sikap melindungi yang ternyata palsu.Sambil menyeka air matanya, ia memasukkan satu persatu pakaian. Sera merasa ia bukan lagi dirinya, yang ia tahu, dirinya adalah sosok yang tangguh dan pemberani. Ia merasa kalah, jatuh dan tak berdaya.Sementara Arkan yang baru saja tiba segera menuju ke kamar sambil membawa Kalina dalam pangkuan, di usia yang hampir masuk empat bulan, ia masih sering tidur."Mana Tante Sarah?"Si kembar mengangkat kedua bahunya. "Di kamarnya mungkin!"Kemudian Arkan menyimpan Kalina pada box tempat tidurnya dan hendak menghampiri Sera untuk membicarakan sesuatu. Namun, Arkan terkejut ketika melihat wanita itu baru saja selesai mengemas pakaian dan seolah bersiap untuk pergi."Kamu mau kemana?""Saya ingin berhenti bekerja sekarang juga! Saya tidak ingin lagi berada di rumah ini da
"Ada apa Sera?" tanya Bi Marni. Ia adalah adik dari Almarhumah ibunya. Ketika langkah tak tahu harus kemana, ia membawa kakinya untuk pergi ke pinggiran kota Bandung, menjauh dari hiruk pikuk kota, dan ternyata ini cukup ampuh membantunya untuk sekadar membuat jiwanya lebih segar. "Aku harus kembali ke Jakarta, Bi." "Kenapa? Kok mendadak!" "Anak majikanku sakit, Bi." "Kamu mau kembali kerja, Neng?" tanya sang paman yang baru saja keluar dari kamar dengan pakaian rapi hendak pergi ke masjid. "Iya, Mang. Aku butuh pekerjaan ini." "Ya sudah! Nanti biar diantarkan sama si Ari ke terminal, kamu hati-hati di jalan." Sera mengangguk, kemudian ia bersiap dan berkemas, selepas itu di antar ke terminal oleh adik sepupunya. "Makasih, Ri. Hati-hati pulangnya, nih uang jajan buat kamu!" "Makasih banyak, Teh." Anak bujang kelas tiga SMA itu terlihat senang. Tanpa banyak basa basi lagi, Sera pun menaiki sebuah bus yang akan mengantarkannya lagi pada rumah itu. Rumah yang terkadang
“Maksudnya, Pak?”“Hmm ... ya maksudnya saya akan memastikan tidak ada fitnah bila kamu bekerja dengan saya nanti di luar kota.”“Kenapa harus ada fitnah? Kan saya hanya bekerja.”“Kamu tidak memiliki lisensi sebagai pengasuh anak, takutnya orang menganggap kamu bukan yang sedang bekerja denganku. Selain itu ...” Arkan menghentikan ucapannya, ia terlihat ragu-ragu ketika hendak mengatakan lanjutan dari ucapannya.“Selain itu apa?” Sera masih ingin mendengar lanjutan dari perbincangan ini.Arkan masih terlihat ragu, ia menunjuk wajah Sera tanpa mengatakan apa pun, membuat wanita itu kebingungan dengan maksud bosnya itu. Sera mengernyitkan dahi, menelisik penuh selidik, membuat Arkan seolah terpojok.“Selain itu ... kamu cantik.” Arkan buru-buru mengalihkan dan kembali sibuk pada laptopnya.Sera semakin tidak paham dan menatap aneh pada Arkan. “Jadi menurut bapak kalau pengasuh jangan cantik?”“tidak ... tidak bukan begitu, jangan salah paham!”“Lalu?”Majikannya itu kembali salah tingk
“Kamu tidak perlu tegang, aku hanya bercanda!” ucap Arkan.Sera tidak menjawab dan memilih untuk tidak menanggapi. Kemudian ia pergi mengambil makanan sekadar mengisi perut yang keroncongan, ia baru saja ingat belum makan sejak tadi pagi.“Sekarang sudah lengket sama pengasuhnya ya Neng Kezia,” ucap Bi Tuti.“Biasa saja!”“Bibi dengar Ayah mau nikah ya sama Tante Sera!”Kezia yang sedang makan seketika menghentikan makanannya dan melihat sinis ke arah Bi Tuti.“Ayahku tidak akan menikah dengan siapapun, tidak ada yang bisa menggantikan Bunda!”“Bibi setuju, makanya Neng Kezia jangan sampai lengah!”Sementara Kalina sejak tadi terus menangis, ia tak mau menyusu meski sudah digendong ke sana kemari oleh Rindu. “Kamu bisa diam tidak! Menyusahkan sekali!” ucap Rindu memarahi bayi itu ketika ia mulai menjauh dari kerumunan, nampaknya ia begitu stres menghadapi Kalina.“Hey! Kok dibentak! Bayi mana ngerti dimarahi seperti itu!” ucap Sera mendekat. Wajah rindu seketika memucat. Sera kemudi