Share

Bagian 5

 

Karin nampak akrab dengan si kembar, sejak tadi mereka tak berjauhan dengan tantenya itu. Sementara Sera lebih banyak menjaga si bayi yang nampak anteng tertidur, Kalina sesekali menangis saat meminta susu.

 

Ponsel Sera berdering, sebuah panggilan masuk.

 

"Hallo!"

 

"Bisa kirim uang gak?" ucap seseorang di sana tanpa basa basi.

 

Sera menghela napas panjang. "Aku belum ada uang."

 

"Rentenir dari tadi nagih uang ke rumah. Pusing. Mana beras habis!"

 

"Uang yang aku kirim waktu itu memang sudah habis?"

 

"Sudahlah! Cukup apa uang segitu satu bulan dengan bapakmu yang banyak hutang? Rasanya ingin ku tinggalkan saja!"

 

"Tinggalkan saja! Tidak usah bertahan kalau sulit! Aku harus kerja lagi, sudah dulu!"

 

Tanpa banyak bicara Sera menutup teleponnya. Seseorang yang baru saja bicara dengannya itu adalah ibu tirinya. Seseorang yang selalu menuntutnya di luar kendali.

 

"Ayo pulang!" Arkan datang menghampiri.

 

"Mau pulang sekarang?"

 

"Iya, sudah mendung. Sebentar lagi hujan."

 

"Oh iya." Sera pun beranjak, kemudian membawa kereta dorong Kalina untuk masuk ke dalam mobil. Si kembar pun berlarian untuk masuk dan saling berebut.

 

"Masuk satu-satu, jangan berebut."

 

"Tante duduk di belakang, ya. Aku mau Tante yang duduk sama kita! Jangan yang lain."

 

Sera diam, ia tahun maksud kedua anak kembar itu, tanpa banyak bicara ia langsung masuk ke bagian depan, terlihat sekali wajah Karin tidak suka.

 

Di tengah perjalanan si kembar meminta untuk dibelikan eskrim, lagi dan lagi mereka meminta ditemani Karin, sementara Sera menunggu di dalam mobil, ternyata Arkan pun tidak beranjak. Mereka hanya diam dan membeku seraya mendengar alunan lagu yang mulai bersenandung.

 

"Wajah istriku mirip sekali dengan Karin." Arkan mencoba memecah kebisuan.

 

"Ya, aku melihat melihat foto bundanya anak-anak dan memang sangat mirip."

 

"Dia adalah seorang ibu yang luar biasa, itu mengapa kepergiannya menjadi luka yang begitu dalam bagi anak-anak!"

 

"Bagi Anda juga tentunya!"

 

Arkan mengangguk pelan. "Sebelas tahun pernikahan kami, ia tak pernah sekalipun melewatkan untuk mengurus kami, hingga ketika dia pergi aku seperti kebingungan. Bagaimana mengurus anak-anak, dimana ia menyimpan pakaianku, dimana ia meletakkan obat lambungku, dan banyak lagi. Biasanya ia selalu menyiapkan semuanya. Dan aku terlalu bergantung padanya."

 

Sera tidak mampu berkata-kata, ia seperti mampu merasakan sakitnya luka kehilangan yang begitu dalam, kemudian tak berapa lama terdengar pintu mobil terbuka dan di luar hujan mulai datang rintik-rintik. Tak lama kemudian mobil pun kembali meluncur meninggalkan tempat ini.

 

Seketika terlintas ingin mengetahui seperti apa sosok mendiang istri majikannya itu.

 

 

****

 

.

 

.

 

Selepas salat Maghrib terjadi kepanikan, Kezia tersengal sulit bernapas, wajahnya memucat dan ia terkapar.

 

Semua yang ada di rumah ini panik, Arkan dengan sigap membawa sang anak pergi ke klinik terdekat, ia ditemani oleh Karin yang kebetulan saat ini menginap di rumah mereka.

 

Sementara Sera dengan panik menunggu di rumah, dalam diam ia tidak bisa menyembunyikan rasa paniknya.

 

Waktu seolah melambat detiknya, jam menunjukkan pukul delapan malam, sudah lebih dari satu jam dan belum ada tanda Arkan kembali. 

 

Semua masih menunggu di sini sampai setengah jam kemudian Arkan datang, wajahnya merah padam, sorot matanya menunjukkan kemarahan.

 

"Siapa yang memberikan Kezia strawberry?" Suaranya lantang sambil menatap satu persatu orang yang ada di rumah ini.

 

Semua diam, sampai akhirnya Sera bersuara. "Sa ... Saya, Pak!"

 

"Apa maksud kamu? Mau membunuh anak saya? Memangnya tidak ada yang memberi tahu bila Kezia tidak bisa makan strawberry?"

 

Semua diam.

 

"Tuti! Aini! Kalian tidak memberi tahu?"

 

"Tadi saya sudah bilang, Pak!" jawab Tuti dengan ketakutan.

 

Tuti memang sempat memberitahu, tapi Sera tidak mendengarnya.

 

"Bereskan pakaianmu dan pergi dari rumah ini! Aku tidak mau ada pembunuh berkeliaran di sini!" Sergah Arkan.

 

Sera terdiam, dadanya sesak dan tanpa sadar menitikkan air mata.

 

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status