Share

4. Ciuman Pertama Binar

Binar langsung berontak begitu merasakan bibir Tuannya mampir ke bibirnya. Tangannya berusaha untuk mendorong tubuh Satya, tapi sudah pasti sia-sia.

Badan Satya jauh lebih besar dari Binar, mau mendorong, memukul, mencakar seperti apa pun bakalan percuma, si Tuan Bos lagi kesambet setan mesum. Membuat Binar yang awalnya berontak, berujung terdiam pasrah karena capek sendiri.

Ini ciuman pertama Binar, sialnya kenapa bibir si Tuan Bos yang awalnya terasa begitu kasar, kini jadi begitu ... nikmat. Jadi ini rasanya bibir ketemu bibir? Nempel seperti ikan sapu-sapu di aquarium kaca itu, kan?

Dalam mode pasrah itu akhirnya binar membiarkan bibir tuannya mencium bibirnya lebih dalam. Rasanya ada manis-manisnya.

Saat Binar sudah sangat menikmati ciuman tersebut, tiba-tiba Satya malah mengurai ciumannya.

Binar seperti orang mabok setelah mendapatkan bonus napas buatan ala-ala dari Satya tadi.

"Sorry, Bi, aku ... kebablasan!" kata Satya dengan ekspresi datar, sepertinya yang tadi hanya hal yang biasa untuknya.  "Kamu nggak apa-apa, kan?"

Binar tersadar dari mode mabok sekilasnya. Dengan spontan ia memukul dada bidang Satya. "Tuan Bos jahat!"

Berkali-kali dada Satya terkena pukulan yang menurut Binar itu sudah setara dengan tenaga kamehameha Goku di Dragon Ball, tapi tentu tak terasa apa pun untuk Satya yang badannya kekar.

"Kamu ngapain, sih?" tanya Satya dengan nada yang agak tinggi.

"Binar lagi mukul Tuan Bos, soalnya Tuan nakal udah cium-cium Binar. Mana lagi ini kan ciuman pertama Binar, bisa-bisanya direnggut sama Tuan! Jahat, pokoknya jahat!" Binar benar-benar keki. Bibirnya yang tadi ketempelan bibir Satya pun kini terlihat manyun.

"Stop, stop!" Satya berusaha menghentikan tangan Binar yang terus memukul dadanya. "Kamu buang-buang tenaga mukulin aku, nggak berasa apa di badanku. Kalau kamu pengen lagi yang seperti tadi, kamu tinggal bilang aja!"

"Dih, siapa juga yang pengen lagi?" Mata Binar melotot tajam.

"Kamu nggak usah bohong, aku tahu kalau kamu menikmatinya, kok! Kasihan bener sih kamu, masa umur segini belum pernah ciuman? Parah banget! Dulu waktu aku TK malah udah nyosor cewek."

Binar mau ngambek, malah ingin melaporkan Satya ke KOMNAS perlindungan anak. Namun kalau dipikir-pikir, Binar bukan anak-anak lagi, sudah masuk usia dewasa. Untung aja Tuan Bosnya ini ganteng, mapan, dan ... seksi, biarpun ada tatto naga lagi kedip mata di punggungnya, yang sebenarnya menurut Binar malah menutupi keseksian si Tuan Bos. Jadi sementara ini bisa Binar maafkan. Aduh, Binar mulai oleng gara-gara kena ciuman napas buatan ala-ala Satya yang tadi. Masih teringat jelas bagaimana teksturnya, basahnya, manisnya, ah ... ini bahaya! Bahaya kalau deket-deket sama si Tuan Bos Satya, takutnya Binar jadi lebih kepo lagi.

"Kamu nggak usah baperan, yang tadi murni cuma niatku buat kasih napas buatan. Makanya kalau nggak bisa berenang, kamu jangan macem-macem ke kolam yang dalam. Paham?" Satya tetap terlihat tenang.

Binar memutar kedua bola matanya. Tahu kalau itu cuma alasan si Tuan Bos, padahal tadi jelas-jelas Binar sudah dalam kondisi sadar, malah sengaja didekati oleh Satya dan langsung ketempelan bibirnya.

"Hayo loh ... Daddy tama Mbak Binal pacalan, ya—Daddy sama Mbak Binar pacaran, ya?" Davi ternyata dari tadi menjadi saksi bisu adegan ciuman pertama Binar yang barusan. Untungnya anak itu mengikuti perkataan Satya untuk tidak pergi ke mana-mana. Saking mengikuti perkataan, malah bocil itu menonton dengan tenang saat Satya memberi napas buatan yang tadi.

Sungguh tidak sopan, bisa-bisanya Satya memberi tontonan seperti itu padahal ada anak di bawah umur.

"Pokoknya Binar kesel sama Tuan Bos!" Binar mendorong lagi tubuh Satya agar menjauh dari dirinya. Gadis itu pun berusaha untuk naik dari kolam tersebut, hendak mengeringkan tubuhnya sekaligus membantu Davi mengeringkan tubuh juga.

Satya membiarkan saja gadis itu pergi mengajak Davi. Sementara mata Satya terus memperhatikan pergerakan Binar yang berjalan menjauh. Bisa-bisanya di saat seperti ini malah otak Satya oleng membayangkan adegan yang tidak-tidak. Duh ... jangan, Satya! Dia itu cuma asisten rumah tangga, kerjanya amatiran pula. Tinggal nunggu waktu yang tepat buat pecat Binar.

***

"Tumben banget lo telat, memangnya semalam lo bawa pulang yang mana, Sat?" Julian, sahabat Satya langsung menyapanya dengan pertanyaan to the point.

Satya menghempaskan tubuhnya di sofa yang ada di dalam ruangan Julian.

"Semalam, gue bawa pulang SPG Over Glow yang di mall. Tapi gue lupa namanya. Sofi, nofi, apa Lofi, ah ... lupa!"

Julian geleng-geleng kepala keheranan. "Mau sampai kapan lo begini, sih? Gonta ganti melulu, celup sana-sini. Iya gue tahu lo selalu main aman, lo rutin medical check up buat mendeteksi penyakit menular yang udah pasti hasil akhirnya menyatakan lo sehat. Tapi lo nggak—"

"Nggak bisa begini terus, gue harus cari istri seperti sahabat kita Ethan yang udah nikah duluan dan sekarang lagi punya bayi, begitu kan maksud lo?"

Julian nyengir. "Nah, itu lo pinter!"

"Tapi seharusnya, sebelum lo nasehatin gue, ada baiknya buat pastikan dulu kalau lo juga udah nikah, anjir!" Satya meledek balik sahabatnya. Jelas karena Julian pun belum menikah juga, kondisinya sama seperti Satya, sama-sama single. Bahkan Julian masih perjaka tong-tong, berbeda sekali dengan Satya yang sangat aktif di luar dan di dalam ya, Bund!

"Oh, sori dori mori, gue biarpun masih jomblo tapi ogah celup sana-sini. Lo tahu gimana gue yang selalu menjaga kehormatan perempuan, termasuk menjaga perjaka gue khusus buat istri gue nanti. Gue bakalan kasih benih-benih super yang menghasilkan bocah-bocah menggemaskan versi Julian junior ke calon istri gue aja."

Ngomong-ngomong masalah benih-benih super, Satya jadi teringat dengan Davi, hasil benih-benih premium supernya. Anak itu setelah berenang tadi sepertinya capek dan langsung tertidur. Baru setelahnya Satya berangkat ke kantor, meninggalkan Davi dengan Binar di rumah. Semoga saja Binar memang betah meladeni anak itu.

Awalnya sih Satya mau memecat Binar, hanya dalam hitungan hari, karena kerjaannya slebor. Namun kemunculan Davi secara tiba-tiba membuat Satya mengurungkan niatan memecat Binar. Ternyata gadis itu pandai mengurus anak kecil, mungkin karena konon katanya si Binar punya banyak adik di kampungnya, jadi udah terbiasa sama bocil.

Tadi juga Satya mengatakan kalau akan menaikkan gaji Binar, karena mau merangkap sebagai baby sitter juga. Daripada Satya pusing sendiri ngurus tuh bocil, malas juga kalau cari baby sitter yang baru, Satya tidak suka rumahnya banyak dihuni oleh orang lain. Terbiasa hidup sendiri sejak muda.

"Huh, sorry guys, gue barusan ditelpon istri gue, katanya baby Evelyn nangis melulu. Sepertinya gue harus balik pulang duluan, nggak apa-apa, kan?" Ethan, satu lagi sahabat Satya pendiri Over Glow, terlihat masuk ke ruangan Julian dan bergabung bersama dua rekannya. Tangannya memegang ponsel, sepertinya sedang sibuk dengan urusan anaknya yang baru lahir beberapa hari lalu itu.

"Semenjak lo punya baby, sepertinya memang fokus lo bakalan terbagi, Than!" kata Julian. "Nggak apa-apa, lo kelarin dulu urusan anak istri lo, biar bisa konsen kerja lagi."

"Oh, sh*t!" umpat Satya tiba-tiba.

Ethan langsung menoleh ke arah Satya."Kenapa, Sat? Lo nggak suka kalau gue balik sekarang? Lo nggak mau gue tinggalin pekerjaan gue demi anak istri?" Ethan mulai overthinking ke Satya.

Satya segera menggerakkan tangannya. "No, no, no ... gue nggak masalah sama urusan lo dan keluarga kecil lo itu, Than! Yang jadi masalah, sepertinya gue juga jadi ikut-ikutan nggak fokus kerja gara-gara keinget Davi."

"Davi? Siapa Davi?" Ethan bingung sendiri.

Satya melirik ke Ethan, lalu bergantian ke Julian. "Davi itu, Davi itu ... katanya anak gue. Sekarang Davi ada di rumah gue dan umurnya udah tiga tahun."

"What? Lo punya anak, Sat? Kenapa lo baru bilang?" Julian yang paling pertama kaget.

"Wah, parah lo ... sampai umur tiga tahun lo sembunyiin dari kita berdua?" Ethan ikut-ikutan.

"Bu-bukan!" Satya geleng-geleng kepala. "Bukan maksudnya mau sembunyiin dari kalian tapi emang nih bocil baru muncul aja di hidup gue." Satya menghela napas panjang.

"Apa sebaiknya gue tes DNA buat mastiin nih bocil anak gue atau—"

"Daddy ... Dapi dataaaaanggggg!" Suara khas si bocil tiga tahun itu terdengar memasuki ruangan kantor tersebut.

Dengan spontan Satya menoleh ke arah suara itu. OMG, kenapa nih bocah bisa ada di sini?

   

Comments (1)
goodnovel comment avatar
~ Sari
nah loh bocil nya nongoll...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status