Binar langsung berontak begitu merasakan bibir Tuannya mampir ke bibirnya. Tangannya berusaha untuk mendorong tubuh Satya, tapi sudah pasti sia-sia.
Badan Satya jauh lebih besar dari Binar, mau mendorong, memukul, mencakar seperti apa pun bakalan percuma, si Tuan Bos lagi kesambet setan mesum. Membuat Binar yang awalnya berontak, berujung terdiam pasrah karena capek sendiri.
Ini ciuman pertama Binar, sialnya kenapa bibir si Tuan Bos yang awalnya terasa begitu kasar, kini jadi begitu ... nikmat. Jadi ini rasanya bibir ketemu bibir? Nempel seperti ikan sapu-sapu di aquarium kaca itu, kan?
Dalam mode pasrah itu akhirnya binar membiarkan bibir tuannya mencium bibirnya lebih dalam. Rasanya ada manis-manisnya.
Saat Binar sudah sangat menikmati ciuman tersebut, tiba-tiba Satya malah mengurai ciumannya.
Binar seperti orang mabok setelah mendapatkan bonus napas buatan ala-ala dari Satya tadi.
"Sorry, Bi, aku ... kebablasan!" kata Satya dengan ekspresi datar, sepertinya yang tadi hanya hal yang biasa untuknya. "Kamu nggak apa-apa, kan?"
Binar tersadar dari mode mabok sekilasnya. Dengan spontan ia memukul dada bidang Satya. "Tuan Bos jahat!"
Berkali-kali dada Satya terkena pukulan yang menurut Binar itu sudah setara dengan tenaga kamehameha Goku di Dragon Ball, tapi tentu tak terasa apa pun untuk Satya yang badannya kekar.
"Kamu ngapain, sih?" tanya Satya dengan nada yang agak tinggi.
"Binar lagi mukul Tuan Bos, soalnya Tuan nakal udah cium-cium Binar. Mana lagi ini kan ciuman pertama Binar, bisa-bisanya direnggut sama Tuan! Jahat, pokoknya jahat!" Binar benar-benar keki. Bibirnya yang tadi ketempelan bibir Satya pun kini terlihat manyun.
"Stop, stop!" Satya berusaha menghentikan tangan Binar yang terus memukul dadanya. "Kamu buang-buang tenaga mukulin aku, nggak berasa apa di badanku. Kalau kamu pengen lagi yang seperti tadi, kamu tinggal bilang aja!"
"Dih, siapa juga yang pengen lagi?" Mata Binar melotot tajam.
"Kamu nggak usah bohong, aku tahu kalau kamu menikmatinya, kok! Kasihan bener sih kamu, masa umur segini belum pernah ciuman? Parah banget! Dulu waktu aku TK malah udah nyosor cewek."
Binar mau ngambek, malah ingin melaporkan Satya ke KOMNAS perlindungan anak. Namun kalau dipikir-pikir, Binar bukan anak-anak lagi, sudah masuk usia dewasa. Untung aja Tuan Bosnya ini ganteng, mapan, dan ... seksi, biarpun ada tatto naga lagi kedip mata di punggungnya, yang sebenarnya menurut Binar malah menutupi keseksian si Tuan Bos. Jadi sementara ini bisa Binar maafkan. Aduh, Binar mulai oleng gara-gara kena ciuman napas buatan ala-ala Satya yang tadi. Masih teringat jelas bagaimana teksturnya, basahnya, manisnya, ah ... ini bahaya! Bahaya kalau deket-deket sama si Tuan Bos Satya, takutnya Binar jadi lebih kepo lagi.
"Kamu nggak usah baperan, yang tadi murni cuma niatku buat kasih napas buatan. Makanya kalau nggak bisa berenang, kamu jangan macem-macem ke kolam yang dalam. Paham?" Satya tetap terlihat tenang.
Binar memutar kedua bola matanya. Tahu kalau itu cuma alasan si Tuan Bos, padahal tadi jelas-jelas Binar sudah dalam kondisi sadar, malah sengaja didekati oleh Satya dan langsung ketempelan bibirnya.
"Hayo loh ... Daddy tama Mbak Binal pacalan, ya—Daddy sama Mbak Binar pacaran, ya?" Davi ternyata dari tadi menjadi saksi bisu adegan ciuman pertama Binar yang barusan. Untungnya anak itu mengikuti perkataan Satya untuk tidak pergi ke mana-mana. Saking mengikuti perkataan, malah bocil itu menonton dengan tenang saat Satya memberi napas buatan yang tadi.
Sungguh tidak sopan, bisa-bisanya Satya memberi tontonan seperti itu padahal ada anak di bawah umur.
"Pokoknya Binar kesel sama Tuan Bos!" Binar mendorong lagi tubuh Satya agar menjauh dari dirinya. Gadis itu pun berusaha untuk naik dari kolam tersebut, hendak mengeringkan tubuhnya sekaligus membantu Davi mengeringkan tubuh juga.
Satya membiarkan saja gadis itu pergi mengajak Davi. Sementara mata Satya terus memperhatikan pergerakan Binar yang berjalan menjauh. Bisa-bisanya di saat seperti ini malah otak Satya oleng membayangkan adegan yang tidak-tidak. Duh ... jangan, Satya! Dia itu cuma asisten rumah tangga, kerjanya amatiran pula. Tinggal nunggu waktu yang tepat buat pecat Binar.
***
"Tumben banget lo telat, memangnya semalam lo bawa pulang yang mana, Sat?" Julian, sahabat Satya langsung menyapanya dengan pertanyaan to the point.
Satya menghempaskan tubuhnya di sofa yang ada di dalam ruangan Julian.
"Semalam, gue bawa pulang SPG Over Glow yang di mall. Tapi gue lupa namanya. Sofi, nofi, apa Lofi, ah ... lupa!"
Julian geleng-geleng kepala keheranan. "Mau sampai kapan lo begini, sih? Gonta ganti melulu, celup sana-sini. Iya gue tahu lo selalu main aman, lo rutin medical check up buat mendeteksi penyakit menular yang udah pasti hasil akhirnya menyatakan lo sehat. Tapi lo nggak—"
"Nggak bisa begini terus, gue harus cari istri seperti sahabat kita Ethan yang udah nikah duluan dan sekarang lagi punya bayi, begitu kan maksud lo?"
Julian nyengir. "Nah, itu lo pinter!"
"Tapi seharusnya, sebelum lo nasehatin gue, ada baiknya buat pastikan dulu kalau lo juga udah nikah, anjir!" Satya meledek balik sahabatnya. Jelas karena Julian pun belum menikah juga, kondisinya sama seperti Satya, sama-sama single. Bahkan Julian masih perjaka tong-tong, berbeda sekali dengan Satya yang sangat aktif di luar dan di dalam ya, Bund!
"Oh, sori dori mori, gue biarpun masih jomblo tapi ogah celup sana-sini. Lo tahu gimana gue yang selalu menjaga kehormatan perempuan, termasuk menjaga perjaka gue khusus buat istri gue nanti. Gue bakalan kasih benih-benih super yang menghasilkan bocah-bocah menggemaskan versi Julian junior ke calon istri gue aja."
Ngomong-ngomong masalah benih-benih super, Satya jadi teringat dengan Davi, hasil benih-benih premium supernya. Anak itu setelah berenang tadi sepertinya capek dan langsung tertidur. Baru setelahnya Satya berangkat ke kantor, meninggalkan Davi dengan Binar di rumah. Semoga saja Binar memang betah meladeni anak itu.
Awalnya sih Satya mau memecat Binar, hanya dalam hitungan hari, karena kerjaannya slebor. Namun kemunculan Davi secara tiba-tiba membuat Satya mengurungkan niatan memecat Binar. Ternyata gadis itu pandai mengurus anak kecil, mungkin karena konon katanya si Binar punya banyak adik di kampungnya, jadi udah terbiasa sama bocil.
Tadi juga Satya mengatakan kalau akan menaikkan gaji Binar, karena mau merangkap sebagai baby sitter juga. Daripada Satya pusing sendiri ngurus tuh bocil, malas juga kalau cari baby sitter yang baru, Satya tidak suka rumahnya banyak dihuni oleh orang lain. Terbiasa hidup sendiri sejak muda.
"Huh, sorry guys, gue barusan ditelpon istri gue, katanya baby Evelyn nangis melulu. Sepertinya gue harus balik pulang duluan, nggak apa-apa, kan?" Ethan, satu lagi sahabat Satya pendiri Over Glow, terlihat masuk ke ruangan Julian dan bergabung bersama dua rekannya. Tangannya memegang ponsel, sepertinya sedang sibuk dengan urusan anaknya yang baru lahir beberapa hari lalu itu.
"Semenjak lo punya baby, sepertinya memang fokus lo bakalan terbagi, Than!" kata Julian. "Nggak apa-apa, lo kelarin dulu urusan anak istri lo, biar bisa konsen kerja lagi."
"Oh, sh*t!" umpat Satya tiba-tiba.
Ethan langsung menoleh ke arah Satya."Kenapa, Sat? Lo nggak suka kalau gue balik sekarang? Lo nggak mau gue tinggalin pekerjaan gue demi anak istri?" Ethan mulai overthinking ke Satya.
Satya segera menggerakkan tangannya. "No, no, no ... gue nggak masalah sama urusan lo dan keluarga kecil lo itu, Than! Yang jadi masalah, sepertinya gue juga jadi ikut-ikutan nggak fokus kerja gara-gara keinget Davi."
"Davi? Siapa Davi?" Ethan bingung sendiri.
Satya melirik ke Ethan, lalu bergantian ke Julian. "Davi itu, Davi itu ... katanya anak gue. Sekarang Davi ada di rumah gue dan umurnya udah tiga tahun."
"What? Lo punya anak, Sat? Kenapa lo baru bilang?" Julian yang paling pertama kaget.
"Wah, parah lo ... sampai umur tiga tahun lo sembunyiin dari kita berdua?" Ethan ikut-ikutan.
"Bu-bukan!" Satya geleng-geleng kepala. "Bukan bermaksud mau sembunyiin dari kalian tapi emang nih bocil baru muncul aja di hidup gue." Satya menghela napas panjang.
"Apa sebaiknya gue tes DNA buat mastiin nih bocil anak gue atau—"
"Daddy ... Dapi dataaaaanggggg!" Suara khas si bocil tiga tahun itu terdengar memasuki ruangan kantor tersebut.
Dengan spontan Satya menoleh ke arah suara itu. OMG, kenapa nih bocah bisa ada di sini?
Jelas Satya tidak baik-baik saja dengan keadaan ini. Air matanya secara otomatis mengalir, sejarah sendu terulang lagi dalam hidupnya.Memang ini bukan momen pertama kali Satya menangis. Saat kedua orang tua Satya meninggal, adalah momen di mana Satya benar-benar kehilangan dan benar-benar hancur. Apalagi saat itu Satya masih sangat muda, masih SMA. Sepertinya momen saat ini adalah pengulangan yang akan membuat Satya kembali hancur. Belum selesai kehilangan Binar, malah Satya akan kehilangan Davi lagi."Daddy ... jangan nanis, kan Dapi udah jadi anak baek—Daddy jangan nangis, kan Davi udah jadi anak baik." Davi mengusap air mata Satya. Sungguh Davi jadi anak baik, tapi kenapa sikap baik Davi ini seperti sinyal kalau ini adalah pertemuan terakhir mereka?"Ke-kenapa Davi bohongin Daddy? Kenapa Davi nggak bi-bilang ka-kalau Davi punya papa?" Satya menangis sesenggukan. Rugi Davi menghapus air mata Satya, kalau ujung-ujungnya tetap banjir juga. Davi hanya menggelengkan kepalanya. Entah
Kecurigaan terhadap Binar makin menjadi-jadi, saat Satya akhirnya menyadari kalau semua barang-barang milik Binar di kamarnya ternyata sudah tidak ada. Apa pun tidak ada yang tersisa. Rekaman cctv di rumah Satya menunjukkan kalau Binar pergi dari rumah di saat subuh, lengkap dengan membawa tas besar. Ketika Satya mengecek rekaman cctv, ternyata memang benar kalau Binar sempat membuka laptop milik Satya. Anehnya, dari mana Binar bisa tahu password di laptop milik Satya itu? Ah, Satya lemas di tempat. Tentu saja Binar bisa tahu, Binar sering bersih-bersih di dekat Satya saat laki-laki itu sedang ingin bekerja dengan laptopnya. Kemungkinannya Binar curi-curi kesempatan untuk melirik password di laptop Satya. Apa pun itu, yang jelas Satya jadi paham kalau sebenarnya Binar bukanlah orang kampung yang asli, pantas saja kerjaan Binar saat menjadi pembantu memang kurang becus. Berhari-hari rasanya Satya galau, ditambah galau karena ide produknya kemungkinan besar dicuri Binar. Apa ini mung
"Tumben banget lo baru muncul jam segini, Sat! Terus ngapain bawa bocah ke kantor?" Julian, sahabat Satya, terlihat keheranan saat mendapati Satya datang terlambat, ditambah datangnya juga tidak sendirian.Satya menghela napas dengan panjang. Tidak bisa berkata-kata lagi.Sementara Davi yang sedang ada dalam gendongan Satya pun tersenyum lebar memamerkan giginya ke arah Julian."Halo Om!" sapa Davi dengan ramah kepada Julian. "Gue makin yakin kalau nih bocah memang anak kandung lo, makin lama mukanya makin mirip sama lo, Sat." Pandangan Julian terus bergiliran ke arah Satya dan Davi, memastikan kemiripan wajah dua makhluk yang ada di hadapannya itu."Jul, gue lagi nggak peduli masalah yang itu. Masalah yang lebih gede lagi adalah, gue kehilangan Binar. Itu sebabnya Davi gue ajak ke sini," jelas Satya dengan sedikit lemas.Julian mengernyit. "Binar? Maksud lo baby sitter-nya anak lo ini? Yang waktu itu sempat datang ke kantor, kan? Yang body-nya oke itu? Yang udah lo dapetin perawanny
Di tengah perjalanan nikmat yang mereka lalui di dapur, tiba-tiba saja Binar baru menyadari sesuatu yang terlupakan sejak tadi. Dengan cepat ia pun mendorong tubuh Satya dengan kuat, hingga laki-laki itu pun terjatuh di lantai dapur."Aduuuuhhhhh, uuuuhhh ...." Satya mengaduh kesakitan. "Ke-kenapa, Bi?""Kondomnya!" Binar melotot seperti orang kesurupan. "Kenapa Tuan nggak pakai kondom?"Satya yang masih di lantai pun akhirnya nyengir lebar. Perlahan ia berdiri dan mendekati Binar yang masih melotot tajam itu."Kan tadi udah terlanjur keenakan, ya mana inget juga ambil begituan, Sayang!" ucap Satya dengan lembut sambil meraih tangan Binar, mencoba merayunya lagi."Nggak!" Binar langsung menolak sentuhan dari Satya. "Tuan nggak boleh deket-deket!""Nggak boleh deket-deket gimana? Barusan aja kita tempel-tempelan mirip tokek-tokek di dinding kok!""Tapi Tuan bandel, kenapa nggak pakai pengaman sih?" Binar tetap ngotot, sampai lupa dengan birahinya yang barusan, gara-gara saking syoknya
Fix, Binar ngambek!Ini terbukti saat makanan yang Satya pesan datang, tiba-tiba saja Binar makan mirip orang kesurupan. Tidak sampai disitu, setiap Satya bertanya selalu jawabannya ketus dan berakhir dengan membuang muka.Kalau begini sih Satya jadi tidak berani mengganggu Binar dengan pertanyaan-pertanyaan lagi. Bahkan sampai mereka pulang pun ternyata Binar masih betah dalam settingan ngambek.Kalau Davi? Sepertinya malam ini Davi paham kalau Binar sedang tidak baik-baik saja, jadi ia pun juga tidak mengganggu baby sitter-nya itu. Davi jadi lebih nempel dengan Satya, hingga akhirnya bocah itu pun ketiduran saat perjalanan pulang.Sesampai di rumah, Satya langsung menidurkan Davi di kamarnya, kemudian ia hendak mencari Binar untuk meminta maaf lagi.Sudah pasti perempuan muda itu kini sedang mengunci pintu di kamarnya, atau mungkin sudah tidur? Satya jadi ragu, sepertinya malam ini Satya tidak akan mengganggu Binar, siapa tahu besok Binar sudah kembali ke settingan awal lagi.Rasany
Tampaknya Satya memang harus terbiasa dengan kondisi 'ada Davi'. Iya, dirinya tidak bisa leluasa seperti dulu lagi, apa saja kegiatan nakal yang mau Satya lakukan pasti bocah ini selalu muncul. Pada akhirnya Satya pun segera mengajak Binar dan Davi untuk berangkat menuju ke tempat makan malam yang sudah Satya sediakan. Mungkin nanti malam bisa dilanjut lagi mesra-mesraannya saat Davi sudah tidur.Tidak memakan waktu lama, mereka pun sampai di tujuan. Mata Binar secara otomatis mengedar di resto berkelas yang baru saja ia kunjungi untuk pertama kalinya. Ada perasaan ragu pada Binar untuk lanjut masuk ke dalam, takut tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan seorang asisten rumah tangga. Ya jelas saja, ini tempat khusus untuk orang-orang berduit, dan pengunjung yang datang memang semua berpakaian rapi dan formal."Ayo, Bi!" Satya meraih tangan Binar dan hendak mengajaknya untuk masuk ke dalam.Binar menahan dirinya hingga Satya pun kebingungan."Kenapa?" tanya Satya."Ummm ... Tuan yak
Untuk pertama kalinya Binar terpesona sendiri melihat bayangan dirinya di cermin. Oh tidak seratus persen terpesona, sebenarnya agak sedikit risih dengan gaun yang irit bahan ini. Paha mulus Binar jadi terpampang nyata, juga dirinya pun tidak bisa duduk sembarangan kalau gaunnya pendek begini. Belum lagi bagian dada Binar jadi terlihat sangat menonjol, sungguh membuatnya jadi makin tidak nyaman."Iya, bagus sih, kainnya juga berasa beda sama daster murah yang Binar punya. Ummm ... tapi biarpun mahal tetap aja kurang nyaman dipakai, terlalu seksi nggak, ya?" Binar berkali-kali membolak balikkan tubuhnya, memperhatikan bagaimana tampilan dirinya lewat pantulan kaca.Suara ketukan pintu di kamar Binar terdengar, sudah pasti itu si Tuan Bos. "Bi, udahan? Kamu dandannya kenapa lama banget, sih? Bisa tumbuh akar ini pantatku kalau kelamaan nunggu kamu," suara Satya terdengar sedikit berteriak dari luar kamar Binar. Ya jelas Binar lama di dalam, dari tadi ia pusing sendiri melihat dirinya d
Tidak masalah bagi Satya kalau Binar punya inisiatif untuk menciumnya duluan. Malahan Satya sangat senang, baginya ini prestasi yang sangat baik untuk Binar. Sambil berciuman, satu tangan Satya pun menyalakan keran shower, hingga rintik-rintik hujan shower pun menemani mereka.Awalnya Binar bergidik akibat air shower yang membasahi tubuhnya, tapi lama kelamaan ia malah membiarkan air-air itu menghujani kegiatan panas mereka.Rasanya milik Satya di bawah sana tidak bisa diajak kompromi berlama-lama. Mau kembali mengulang kejadian semalam, temu kangen untuk kedua kalinya. Saat Satya hendak mengarahkan little bro miliknya ke milik Binar, seketika Binar menghentikan ciumannya. "Tuan!" Binar langsung menggeleng tanda penolakan."Kenapa, Bi? Ini kamu udah basah banget loh." Satya kembali mengarahkannya untuk segera masuk. Namun sayang, lagi-lagi ditahan oleh Binar."Enggak mau!" tolak Binar lagi."Mau aja!""Nggak mau, Tuan!""Aku janji pelan-pelan, nggak bakalan sakit, kok! Kemarin aja
Satya keki bukan main saat mengetahui kalau dirinya semalam pingsan dan tidak ada yang menyelamatkan. Pagi-pagi sekali Satya tersadar dari acara pingsan itu, dan ketika membuka mata ternyata dirinya sudah rebahan ganteng di lantai.Hampir saja Satya lupa dengan kronologi yang terjadi. Namun seketika ia teringat kalau semalam ada sosok gelap di dekat tangga dan membuat dirinya kaget sampai akhirnya pingsan.Bisa-bisanya Binar tidak membangunkan Satya, atau paling nggak pindahin badan Satya ke sofa biar Satya nggak masuk angin. Ini benar-benar dinginnya lantai menusuk sampai ke tulang-tulang. Pokoknya mood Satya jadi nggak bagus gara-gara kejadian ini. Saat Binar menghampirinya pun seketika Satya manyun, tidak ada manis-manisnya padahal semalam Satya sudah membobol Binar dengan penuh kenangan. Harusnya pagi ini bakalan jadi momen sayang-sayangan, malah Satya jadi ogah-ogahan."Tuan, Binar udah bikin sarapan nih! Eh?" Binar terheran sendiri saat melihat kondisi Satya yang berantakan dan