Home / Romansa / Bad Duda / Bab 2. Penuh Dendam

Share

Bab 2. Penuh Dendam

last update Last Updated: 2023-11-05 14:25:26

Suasana hati Edeline belum sepenuhnya membaik. Pikirannya pun masih dihantui hal-hal buruk yang mengancam. Edeline belum memberanikan diri untuk mendekati pintu dan keluar dari kamar.

Padahal, mentari pagi sudah melenyapkan seutuhnya langit malam. Sepanjang waktu pergantian hari itu juga Edeline tidak menerima ancaman dari apa  pun yang dibayangkan. Pria kemarin malam juga tidak menyusulnya.

Tetapi, apa itu bisa menjaminkan ketenangan Edeline untuk aman keluar dari kamar?

Edeline meyakini pria itu menaruh dendam pada dirinya atas sikap tak menyenangkan yang dilakukan. Pria itu telah mengetahui identitas dan tempat Edeline akan mengabdikan diri. Bagaimana jika dia nantinya mencari Edeline demi menuntaskan dendam?

Oh shit! Kenapa gadis cantik itu bisa tertimpa sial?

Kemarin, Edeline hanya berniat menolong. Pun dia tidak ingin hari pertama dia mengabdi di rumah sakit itu jadi berantakan atas kesalahan naif kemarin malam. Selain itu, Edeline berharap bisa hidup damai di kota baru yang menjadi pilihannya—menggapai cita-cita.

“Kau tidak boleh takut, Edeline. Kau harus berani,” gumamnya mensugesti diri sendiri.

Embusan napas panjang telah kasar dilepaskan. Gadis cantik itu telah mantap untuk keluar dari kamar dengan membawa jas putih dokter atau yang disebut snelli beserta tas—berisikan segala keperluan hari itu.

Namun, keraguan masih tersisa di jiwa Edeline. Gadis cantik yang telah rapi berpenampilan itu—sedikit tidak bernyali ketika ingin melintasi kamar milik pria itu menginap.

Bagaimana jika pria itu telah menanti kemunculan Edeline? Lalu dia menyergap Edeline seperti kemarin malam?

Klek! Edeline tersentak oleh suara pintu yang terbuka—di mana pria yang sedang menguasai pikirannya telah keluar dari sana. Gadis cantik itu ingin terpukul mundur untuk menghindar, namun ada dorongan besar di dalam hati untuk berani berhadapan dengan pria itu.

Lari dari masalah adalah pengecut! Batin Edeline menjerit kencang memarahi diri. Selain itu, ada seseorang penting yang haru segera Edelin temui, sehingga akhirnya dia berani untuk berjalan.

Sayangnya, keinginannya untuk berjalan mulus terhalangi ketika melintasi pria itu.

“Awhh!” Edeline mengeluh sakit saat terjatuh akibat tersenggol lengan pria itu. “Kau sengaja!” bentaknya kesal.

“Matamu yang buta! Jalan tidak becus!” Pria itu menanggapi tenang pada Edeline yang masih terduduk—kesal di lantai.

“Kau sengaja melakukannya! Cepat, minta maaf!” Mata Edeline mendelik sempurna, samar-samar dia melihat bekas luka di sisi wajah pria itu.

“Yang salah itu kau! Gunakan matamu dengan baik! Berjalan itu matanya lurus ke depan, bukan ke bawah!” sentak pria itu tidak mau disalahkan.

Mau dinilai dari sudut pandang apapun, pria itu jelas sekali menaruh dendam kepada Edeline. Dia yang berjalan tiba-tiba ketika Edeline melintas, tetapi malah Edeline yang disalahkan.

Edeline mendengkus kesal. Lalu memalingkan pandang untuk memungut snelli beserta tasnya yang terlepas saat terjatuh.

“Kau sudah memotong kukumu? Kau itu seorang dokter, kan?” seru pria itu kepada Edeline yang berdiri tegak.

“Bukan urusanmu!” Edeline menolak kesal.

“Dokter bertugas untuk menyelamatkan pasien, bukan untuk mencelakai.”

“Aku tidak butuh nasihatmu! Aku tahu yang terbaik untukku—”

“Kuku panjangmu itu bisa melukai pasien! Seperti kemarin malam kukumu itu melukai wajahku.”

Edeline terdiam oleh kalimat pria itu yang menyela tajam. Pun secara spontanitas menggiring kedua mata tertuju Edeline pada luka di sisi wajah pria itu.

“Semoga harimu berjalan dengan baik, Dokter Edeline.” Pria itu mengulas seringai sinis yang mengejek.

Edeline terdiam sembari menatap kepergian pria itu. Di dalam jiwanya ada perasaan bersalah yang bergejolak. Tapi ... ah! Itu bukan salah Edeline. Kemarin malam dia hanya membela diri dan tidak berniat melukai wajah pria itu.

Tiba-tiba saja, Edeline tersentak oleh handphone-nya yang berbunyi. Dengan spontanitas kedua kaki melangkah cepat saat mata melihat nama si penelepon pada handphone di genggaman tangan.

 Sepanjang perjalanan menuju lobby—di mana seseorang telah menunggu, Edeline tidak berhenti berharap agar tidak bertemu lagi dengan pria pendendam dan menyebalkan itu.

“Kenapa kau lama sekali, Edeline?” seru sosok pria paruh baya kesal pada Edelina yang datang lama.

“Maafkan aku, Tuan Abraham,” Edeline menyapa dengan napas cukup terengah-engah.

Meski begitu, suara Edeline sangat sopan dan lembut kepada sosok penting yang sangat berjasa di kehidupannya beberapa tahun bekangan. Dia adalah Abraham Romanov—konglomerat yang memiliki sebuah yayasan beasiswa. Berkat dirinya, Edeline yang hidup serba kesusahan mampu meraih gelar dokter.

Kecerdasan dan tekad kuat gadis cantik itu meyakinkan Abraham—menjatuhkan pilihannya kepada Edeline untuk menerima beasiswa kedokteran. Berkat campur tangan dan kebaikannya juga, Edeline akan menjadi dokter magang di rumah sakit ternama di Manchester. Di mana dulu—rumah sakit itu pernah terikat kerjasama dengan rumah sakit yang pernah Abraham pimpin.

“Kita ke Omega Hospital sekarang juga. Petinggi di sana telah menunggu kedatangan kita,” ucap Abraham mengajak Edeline.

Tegang,  gugup dan berdebar-debar, itu yang Edeline rasakan sepanjang perjalanan menuju rumah sakit—tempatnya akan mengabdikan diri. Edeline terlihat tidak fokus mendengarkan obrolan ringan Abraham ketika di perjalanan. Bahkan ketika Abraham berbasa-basi menanyakan perihal kenyamanan kamar yang diberi, Edeline hanya menjawab seadanya.

Apakah Edeline bisa beradaptasi di tempat baru itu? Dan juga ... apakah tenaga medis di sana sama ramahnya dengan tenaga medis yang pernah ia temui? Rasanya jantung Edeline ingin berhenti berdetak saat itu juga, akibat rasa gugup yang melanda hebat.

“Edeline! Kita sudah sampai.” Abraham berkata.

Edeline menoleh kaku akibat terkejut. “O-oh iya, Tuan Abraham.”

“Jangan gugup! Orang-orang di sini sangat baik. Kau pasti akan betah dan senang memiliki rekan kerja seperti mereka.”

Bibir Edeline hanya menyimpulkan senyuman manis sebagai tanggapan. Dia tidak banyak berbicara, gadis itu hanya menurut ke mana langkah Abraham membawanya.

Namun, matanya bertindak lain. Sepanjang perjalanan menuju lantai atas, Edeline mencermati—sambil kagum pada fasilitas canggih di rumah sakit itu. Tidak heran jika berobat di Omega Hospital sangatlah mahal, karena memang rumah sakit ini memiliki fasilitas lengkap dan terbaik.

“Selamat datang, Tuan Abraham,” sapa hangat seorang pria berumur yang Edeline yakini petinggi eksekutif rumah sakit itu.

“Halo, Tuan Peter Dalton. Maaf kami membuat Anda menunggu.” Abraham membalas dengan cara yang sama.

“Saya tidak merasa menunggu. Ayo, kita duduk di ruangan saya saja.”

Sama seperti sebelumnya, Edeline menuruti langkah Abraham yang berada di depannya. Ketika duduk pun gadis cantik itu tidak terlalu jauh berjarak dari Abraham.

“Jadi, ini Dokter Edeline yang akan magang di rumah sakit kami?” Peter membuka pembicaraan.

“Ya! Dia adalah Dokter Edeline—salah satu dokter muda cerdas dan berprestasi yang aku sponsori.” Abraham begitu bangga mengenalkan Edeline. “Jangan pandang usianya, tapi lihat ketekunan dan kegigihannya jika sudah menolong pasien. Rumah sakit kami sangat kehilangan saat aku mengirimnya ke sini,” lanjutnya kemudian.

“Kami menerima dengan senang hati. Selama magang di sini Dokter Edeline akan dibimbing oleh dokter terbaik di sini,” Peter menyambut.

“Dokter itu pasti Dokter Elvis.”Abraham berkomentar dengan senyuman tipis di wajahnya.

Dokter Elvis? Seperti apa dia? Edeline menerka-nerka di dalam hati mengenai sosok yang akan menjadi dokter pembimbingnya. Jiwa gadis itu semakin penasaran untuk mengetahui dan mengenal sosok dokter itu.

“Beliau pasti Dokter yang hebat. Saya tidak sabar untuk bertemu dengan beliau.” Edeline bersuara setelah sesaat menjadi pendengar.

“Dokter Elvis sempat mengisi pusat bedah dan transplantasi jantung rumah sakit putraku. Beliau merupakan dokter terbaik dan juga dihormati.” Abraham menjelaskan.

“Dokter Elvis juga managing director rumah sakit ini. Dia adalah putraku,” sambut Peter menimpali.

Edeline tersenyum, sementara jiwa sudah ketar-ketir setelah mengetahui background dokter pembibingnya.

Dokter itu bukan sosok biasa. Di dalam hati Edeline berharap dirinya bisa berhadapan baik.

Ketika Edeline ingin membuka mulut mungilnya, pintu ruangan yang tertutup telah terbuka tanpa meminta izin. Seolah-olah hal itu sudah terbiasa dilakukan.

“Aku minta maaf datang terlambat. Aku harus melakukan visite pada pasien sebelum datang ke sini.” Suara berat Elvis memasuki ruangan.

“Kami sangat memaklumi,” Abraham menyahut tenang. “Dan ... oh, Edeline, ayo sapa dokter pembimbingmu. Beliau adalah Dokter Elvis—yang kita ceritakan tadi.”

Edeline tidak berkedip menatap pria yang baru datang itu. Dia terkejut setengah mati sampai membuatnya mematung kaku. Seluruh pikirannya telah berkecamuk sehingga Edeline tidak bisa berpikir jernih.

Napas Edeline terkecat ingin berhenti. Tangannya berkeringat dingin. Lutut terasa sangat lemas. Pria itu adalah pria yang beberapa waktu merusak awal pagi hari Edeline. Pria arogan yang menjengkelkan dan mengancam bagi Edeline.

“Elvis, kenapa dengan wajahmu?” tanya Peter begitu penasaran pada plester kecil di sisi wajah pria bernama Elvis Dalton itu.

“Kemarin aku dicakar oleh kucing.” Elvis menyindir, sementara mata tajamnya mengantarkan ketegangan nyata terhadap Edeline yang memucat.

“Berhati-hatilah agar tidak terluka.” Peter menanggapi naif.

Elvis mengabaikan perkataan ayahnya. Pria tampan bermulut kasar itu sedang sibuk membidik Edeline yang memucat—masih menutup mulut. “Jadi, dia adalah dokter magang itu? Dokter muda di bawah pengawasanku?”

Bersuaralah, Edeline! Jangan tunjukkan rasa takut menyebalkan itu kepada pria itu. Batin Edeline menjerit untuk menyadarkan.

“Halo, Dokter Elvis. Saya adalah Dokter Edeline—dokter magang yang—”

“Tidak punya sopan-santun dan memiliki sikap meremehkan!” Elvis menyela kejam Edeline yang sudah beranjak—ingin mengenalkan diri. “Kepada orang yang lebih dewasa sekaligus dokter pembimbingnya saja, kau tidak memiliki attitude untuk langsung menyapa. Bagaimana dengan pasien? Kau akan melihat dan diam saja?”

Dada Edeline begitu sakit oleh kalimat ketus yang Elvis keluarkan. Pria itu masih dendam pada Edeline. Tatapannya yang bermusuhan tak suka itu sangat menegaskan jika Elvis menaruh dendam begitu besar pada Edeline.

“Rumah sakit ini tidak butuh dokter magang yang tidak tahu etika seperti Anda, Dokter Edeline,” ucap Elvis yang menyindir kental.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
12345
Menarik, penasaran lanjutannya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bad Duda   Bab 78. Ending Scene (TAMAT)

    ~ Enam tahun kemudian ~Pandangan mata Edeline teralihkan pada bocah tampan berusia empat tahun. Edeline yang semula fokus di meja kerjanya telah beranjak menghampiri bocah tampan itu.“Hello, Dwayne.” Edeline berjongkok di depannya.“Apa Dokter akan menyuntikku lagi?” tanya bocah itu takut.Edeline tertawa lemah. “Aku tidak menyuntikmu. Aku hanya memberikan vitamin agar kau kuat seperti Superman!”“Aku mau kuat seperti Hulk, Dokter!” seru Dwayne—pasien Edeline sangat antusias.“Oke! Kalau begitu aku akan berikan vitamin agar kau kuat seperti Hulk!” sahut Edeline tak kalah antusias dari Dwayne.Dia adalah Edeline—dokter spesialis anak yang banyak disayangi oleh pasiennya. Edeline selalu bersikap sama kepada anak-anak yang datang kepadanya. Dia menganggap semua pasiennya seperti anaknya sendiri.Dokter cantik itu akan memberikan hadiah, entah itu berupa mainan atau permen kepada pasiennya. Hal itu dilakukan sebagai bentuk rasa bersalah dan perhatian Edeline. Bersama Lina—yang menjadi p

  • Bad Duda   Bab 77. Extra Part VI

    ~ Beberapa bulan kemudian ~Aktivitas Edeline menjadi terbatas sejak memasuki usia kehamilan matang. Wanita cantik itu tidak bebas bergerak karena mengalami keluhan dari kehamilan mengandung anak kembar. Kakinya membengkak sejak memasuki usia 30 minggu. Kondisi itu semakin memprihatinkan saat kini—kehamilan Edeline telah memasuki usia 37 minggu.Bukan hanya keluhan itu dirasakan oleh Edeline. Setiap malam Edeline cukup tersiksa pada betisnya yang kram. Sebuah pijatan di kedua betisnya menjadi penghibur terbaik yang Edeline terima. Pinggangnya sering sakit, seperti akan patah.Ritme pernapasan pun ikut terganggu karena kondisi perut Edeline yang membesar karena mengandung dua anak-anaknya yang tumbuh baik dan sempurna. Tidak usah ditanya bagaimana kualitas tidur Edeline. Wanita cantik itu sudah tak lagi bisa tidur nyenyak sejak usia kehamilan 28 minggu.Namun, semua keluhan itu tidak mengurangi antusias Edeline menyambut kelahiran kedua anaknya. Wajah cantiknya selalu berseri-seri, au

  • Bad Duda   Bab 76. Extra Part V

    Setibanya di apartemen, Alex langsung menidurkan Asha yang sudah lelap dalam dunia mimpi. Seperti biasa—tanpa canggung Alex mengganti pakaian putri kecilnya itu dengan piyama yang menghangatkan.Sikap sigap Alex sangat membantu Sarah. Sejak Asha hadir di hidup mereka, keduanya kompak bekerjasama dalam kehidupan rumah tangga maupun pekerjaan. Seperti yang sudah terjadi, Alex tak sungkan mengambil peran Sarah. Dengan senang hati Alex memperhatikan putri mereka ketika Sarah membersihkan diri dan mengganti pakaian.Sarah sendiri sudah tulus menatap Alex. Hatinya masih diselimuti perasaan yang sama, bahkan saat itu perasaan cinta semakin memenuhi jiwa. Batinnya tak henti-henti merasa bersyukur memiliki pria yang sangat peduli itu. Alex selalu menomorsatukan Sarah dan Asha. Kebahagiaan dan kenyamanan keduanya merupakan prioritas utama.Samar-samar Sarah berpikir, jika saja waktu itu takdir tidak mendorongnya pada Alex entah bagaimana Sarah saat ini.“Biar aku yang berganti memindahkan Asha

  • Bad Duda   Bab 75. Extra Part IV

    Hunian mewah di depan mata ditatap tak berkedip oleh Edeline. Dia benar-benar tidak menyangka Elvis akan membawanya dan Shopia ke hunian mewah yang akan menjadi tempat tinggal baru mereka.Hunian mewah itu terlihat berbeda dari rumah Elvis. Lebih tepatnya itu adalah mansion mewah berlantai dua yang berdiri di tengah-tengah lahan luas, berdiri di tengah-tengah halaman yang dilengkapi tanaman beserta pepohonan hijau menyejukkan.“Ini hadiah pernikahan dari diriku,” Elvis berbisik lembut.Edeline tersentak dari rasa takjubnya, kemudian menoleh pada Elvis. “Kapan kau menyiapkan ini? Aku sampai tidak tahu!”“Saat sibuk menyiapkan pernikahan kita, aku sudah membeli mansion ini. Aku langsung minta merenovasi beberapa sudut dan baru selesai bulan lalu. Furniture dan yang lainnya sudah tersedia sehingga kita bisa pindah ke sini secepatnya.”Sungguh, Edeline tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya pada Elvis. Suaminya itu selalu memiliki cara membuat Edeline terkejut bahagia. Sayangnya, ada kek

  • Bad Duda   Bab 74. Extra Part III

    Setelah selesai menjalani pemeriksaan USG, Edeline beranjak turun dari ranjang dengan dibantu oleh Elvis. Dia dirangkul mesra oleh Elvis saat bersama duduk pada kursi kosong di depan dokter wanita itu.“Syukurlah tidak ada keluhan atau kondisi yang mengkhawatirkan pada kehamilan Edeline. Baik Edeline dan kedua anak kalian tumbuh dengan sehat.” Leyla—dokter wanita itu menyampaikan hasil pemeriksaan pada Elvis dan Edeline. “Aku akan meresepkan beberapa vitamin dan obat untuk Edeline. Jangan lupa untuk rutin mengkonsumsi susu ibu hamil,” sambungnya yang tertuju hanya pada Elvis.Elvis berdecih ringan. “Aku adalah dokter! Sudah pasti aku tahu apa pun yang baik dikonsumsi untuk istriku.”“Kalau kau memang dokter, kau harusnya tahu apapun yang baik untuk tubuhmu! Bukan meminum alkohol dengan perut kosong! Bergadang semalaman hanya demi hal yang tidak penting,” balas Leyla dengan ekspresi mencela nyata.Edeline tampak kebingungan melihat Elvis dan Leyla yang bereaksi akrab seperti sudah lama

  • Bad Duda   Bab 73. Extra Part II

    Edeline telah bergoyang di atas Elvis. Wajahnya yang merona merah terlihat seksi, sangat erotis seperti pinggulnya yang bergoyang-goyang mengocok kejantanan Elvis yang terbenam sempurna di surgawinya.Posisi itu sangat sempurna, membuat Edeline kelimpungan dalam kenikmatan yang memanjakan nafsu. Jemarinya pun tidak dibuat menganggur. Edeline sudah meremas dada bidang Elvis sembari berpegangan di sana.Elvis sendiri sudah berkali-kali memuji Edeline yang memiliki perkembangan dalam bercinta. Pria itu terpesona menatap Edeline yang telah bergerak naik-turun menimbulkan dan menenggelamkan kejantanan Elvis di lubang intimnya. Dalam benaknya Elvis benar-benar tidak menyangka akan mendapatkan kebahagiaan erotis seperti itu.“Nikmat, Sayang. Nikmat sekali,” erangnya memuji sembari meremas gemas pinggul Edeline.Elvis benar-benar sudah tidak tahan. Dia sudah sedikit frustrasi oleh birahi terdorong dalam puncak klimaks. Akan tetapi, Elvis belum mau cepat-cepat menyudahi kenikmatan itu. Tidak a

  • Bad Duda   Bab 72. Extra Part

    ~ Lima bulan kemudian ~Dari duduknya di tepian ranjang tidur, pandangan kedua mata Edeline terlempar ke arah jendela ketika mendengar suara mobil di depan kediaman mewah itu. Kedua kakinya bergegas mendekat ke arah jendela, mengintip dari balik tirai untuk memastikan seseorang yang tiba di bawah sana.Bibir wanita cantik menipis oleh senyuman manis yang terulas, sementara matanya telah berbinar bahagia melihat seseorang yang tiba itu adalah Elvis. Suaminya itu baru saja kembali dari kepentingan bisnis di Amerika. Sudah lima hari mereka terpisah jarak. Selain itu, tepat di tengah malam itu adalah momen hari kelahiran Elvis.Lebih dahulu Edeline menyimpan sebuah benda seperti sebuah stik di laci meja nakas, lalu setelahnya Edeline bergegas keluar kamar untuk menyambut kepulangan suami tercinta.Di depan kamar ternyata Shopia telah menanti kehadiran Edeline. Keduanya telah bekerja sama memberikan kejutan ulang tahun pada Elvis. Beruntung saat itu Liz ikut andil membantu Edeline dan Shop

  • Bad Duda   Bab 71. Perfect Ending

    Cincin berlian yang melingkar cantik di jari manis masih terus Edeline pandangi. Edeline merasa seperti bermimpi. Ah, tidak! Edeline tidak pernah memimpikan akan mendapatkan hal semanis dan mewah seperti yang didapatkan.Namun semuanya terlalu mustahil untuk dinyatakan sebagai mimpi. Pria yang memeluknya dari belakang telah menyadarkan Edeline. Gadis itu tak bisa memberontak pada Elvis menciumi lekukan lehernya. Matanya terpejam, Edeline tak lagi fokus pada cincin berlian. Melainkan pada Elvis yang menghujani lekukan leher Edeline dengan ciuman sensual.“Aku merindukanmu. Jangan takut padaku, Edeline,” Elvis berbisik menggoda di telinga Edeline.Edeline tak takut, karena dia telah percaya pada Elvis. Dia juga sudah menduga akan berakhir seperti itu setelah Elvis mengajak dirinya beristirahat di kamar yang sama.Elvis menuntun Edeline untuk beralih ke ranjang tidur. Dengan cara yang sama pula Edeline didudukkan pada tepian ranjang tidur. Namun anehnya, Elvis memilih berlutut di hadapan

  • Bad Duda   Bab 70. Pria yang Sempurna

    Mata cokelat Eva tak bisa menyembunyikan kekecewaan mendalam melihat hanya Elvis dan Shopia saja yang datang ke Edinburgh. Eva begitu tak mempercayai Edeline yang tidak ada, sampai-sampai dia fokus menatap ke arah pintu mobil Elvis demi mengharapkan kehadiran Edeline.“Edeline tidak ikut bersama kami, Mom.” Elvis menyadarkan Eva yang mencari-cari Edeline. “Edeline sedang berada di London. Dia memiliki urusan di sana,” jelas Elvis.“Sebaiknya kita masuk ke dalam jika ingin berbicara serius. Salju semakin turun dengan deras, udara dinginnya tidak baik untuk Shopia.” Peter menginterupsi istrinya yang sudah membuka mulut. Pria itu sudah fokus pada Shopia yang berada di gendongannya.Eva segera menyetujui dan membiarkan semuanya masuk ke dalam mansion mewah itu. Dia mengajak suami, anak beserta cucu kesayangannya untuk menghangatkan tubuh di ruangan santai keluarga.“Apa Edeline masih bersedih?” Eva mencecar Elvis yang baru saja duduk di sofa. Dia mengabaikan putranya yang cukup lelah mene

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status