BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGAku terus berdoa ketika rasa sakit luar biasa mulai sering kurasakan. Mengatur napas, berusaha menikmati setiap proses menjelang kelahiran. Dadaku terasa sesak ketika menatap setiap calon ibu yang satu ruangan denganku menunggu pembukaan lengkap ditemani suami dan juga keluarganya. Mereka berusaha menenangkan ketika rasa sakit tak tertahankan datang. Ada yang teriak dan berkali-kali bilang tidak kuat. Ada juga yang reflek tiba-tiba mengejan. Suasana yang membuat hati ini pilu. Aku–di sini sendiri. Sesekali seorang perawat mendekat dan mengelus pinggangku ketika aku merintih sakit. Akhirnya hal yang kulakukan agar tetap kuat adalah memupus untuk tidak mengasihani diri sendiri. Karena saat ini aku harus menyiapkan mental, berjuang demi buah hati yang sebentar lagi akan hadir ke dunia. Untaian doa tak hentinya kupanjatkan pada Rabb'ku. "Aku ikhlas atas jalan hidup ini ya Allah," ucapku dengan air mata yang menetes dengan sendirinya.
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKURasanya benar-benar hampa. Sudah dua minggu ini Ida marah padaku. Dia memintaku untuk tidak menemuinya dulu sebelum aku dan Ning resmi bercerai. Ida merasa tidak nyaman dengan sebutan pelakor yang ditujukan padanya.Semua karena mulut ember teman-teman pabrik. Memangnya mereka tahu apa soal rumah tanggaku dengan Ning. Bisa-bisanya nyebut Ida sebagai pelakor. —-------------Diam-diam aku datang ke kontrakan Ida. Rasa rinduku sudah tak terbendung lagi. Dia benar-benar cuek saat bertemu di tempat kerja. Di telepon, di chat tidak ada respon sama sekali. Aku memesan bucket bunga mawar yang tengahnya aku sisipkan kotak perhiasan berisi kalung beserta liontin. Semoga saja usahaku ini bisa meluluhkan hatinya."Ida, Ida, tunggu dulu. Mas kangen banget sama kamu," terangku dengan menahan pintu saat dia mau menutup kembali ketika melihat aku datang. "Aku 'kan sudah bilang sama Mas Heru, jangan temui aku kalau belum resmi bercerai. Aku malu, Mas. Teman
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGTangisan Fathan mengalihkan pandanganku pada Mas Heru yang baru saja pergi. Aku segera membalikkan badan untuk masuk kembali. Baru saja langkah ini sampai di ambang pintu, terdengar suara klakson yang membuatku menoleh ke halaman.Mobil Bu Wati?"Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam, Bu.""Ibu, sendiri?" Aku memastikan dengan menatap ke arah mobil."Iya, Ibu nyetir sendiri. Itu Fathan nangis, Ning.""Astaghfirullah. Mari, Bu, masuk!"Aku segera mengambil Fathan dari kamar dan menggendongnya."Aduh, cucu Nenek. Ning, Ibu gendong Fathan, ya."Aku pun memberikan Fathan pada Bu Wati. Fathan terlihat nyaman di gendongan beliau. Dia sangat anteng."Tadi Ibu seperti meli-hat ….""Mas Heru?" sambungku sebelum Bu Wati meneruskan ucapannya. "Iya, Bu. Dia memang dari sini.""Alhamdulillah, akhirnya ingat juga dengan kalian.""Dia datang ke sini hanya untuk membicarakan soal perceraian, Bu. Bahkan masuk dan melihat Fathan saja tidak."Bu Wati me
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUAkhirnya, waktu yang kutunggu datang juga. Hari ini aku sengaja ambil libur untuk mengurus perceraianku dengan Ning ke pengadilan. Sudah tidak sabar rasanya untuk berpisah dengan perempuan itu dan menikah dengan pujaan hati–Ida.—----------Tiga minggu setelah pengajuan gugatan cerai, akhirnya aku mendapat surat panggilan dari pengadilan agama. Sidang pertama akan dilaksanakan tiga hari lagi.Setiap mendapat kabar bahagia seperti ini aku tak pernah absen memberitahu Ida.Baru saja memikirkan dia, orangnya datang. Mungkin inilah yang dinamakan jodoh. Sudah beberapa hari ini Ida membawa motorku. Aku pun mengalah dengan naik angkot saat berangkat kerja. "Tumben datang ke kost, Mas," tanyaku."Memangnya ngga boleh?""Boleh, dong, tapi ngga biasanya kamu mau ke sini. Kebetulan Mas juga ngga lembur."Ida turun dari motor dan duduk di kursi teras depan. Aku melihat motorku ada yang beda, lecet di mana-mana. Bagian body sangat parah."D-Da, ini mo
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGAku harus tegar menghadapi sidang perceraian hari ini. Meski tak bisa dipungkiri, kalau hatiku terluka. Bukan karena Mas Heru lebih memilih perempuan lain daripada aku, bukan. Tapi lebih ke rasa sakit saat melihat Fathan. Anak yang tidak tahu apa-apa harus menjadi korban. Ya … hari ini aku akan menghadiri sidang perceraian pertamaku dengan Mas Heru. Aku akan berusaha terus hadir sampai sidang putusan nanti. Akan kutunjukkan di depan Mas Heru bahwa aku perempuan yang kuat.—-----------Tidak pernah terbayangkan sekitipun dalam benakku, kalau saat ini akan membawa seorang anak yang belum genap tiga bulan ke pengadilan agama. Anak sekecil Fathan yang seharusnya sedang merasakan kehangatan dan kasih sayang dari kedua orang tuanya, kini justru akan ikut hadir dalam sidang perceraian ayah dan ibunya. "Ning, apa kamu benar-benar sudah siap menghadiri sidang perceraian ini?" tanya Bu Wati yang memang ingin mengantarku. Nanti beliau akan me
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUItu beneran badut tua 'kan? Kenapa penampilannya beda sekali. Naik mobil mewah pula. Berkali-kali mengusap kedua mataku, memastikan kalau memang tidak salah lihat. Badut tua yang dulu mangkal di lampu merah bersama Ning, sekarang berubah seratus delapan puluh derajat. Dia seperti orang kaya raya. Tapi mana mungkin secepat itu dia menjadi kaya. Masa' iya dia kaya karena menjadi badut. Impossible.Terdengar panggilan masuk dari Ida. Segera mengambil ponsel dari saku celana dengan pandangan masih tertuju pada badut tua dan juga Ning."Hallo, Da.""Gimana, Mas, sidangnya? Lancar?""Lancar, dong. Untung Ning tidak mempersulit.""Bagus, deh, kalau begitu.""Kenapa? Kamu sudah tidak sabar ingin menikah denganku, ya.""Ngga juga, sih. Yang penting Mas Heru punya uang dan bisa memberikan apa yang aku butuhkan. Karena itu salah satu poin penting untuk pria yang ingin menikahiku. Harus punya rumah, kendaraan sendiri, syukur-syukur mobil."Aku hanya mam
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGAku tidak tahu, harus merasa lega atau sedih. Tapi yang pasti aku harus bisa menerima semua ini dengan ikhlas. Setelah beberapa kali sidang, akhirnya aku dan Mas Heru pun resmi bercerai. Proses lebih cepat dari yang aku kira.Hak asuh Fathan jelas jatuh di tanganku, apalagi Mas Heru memang tidak menghendaki Fathan. Makanya dia tidak mempermasalahkan soal anak. Kini aku harus menyiapkan diri sebagai orang tua tunggal untuk Fathan. Dia sebuah anugerah luar biasa yang Allah titipkan padaku. Aku harus membimbing dan mendidik dia agar menjadi anak yang sukses dunia maupun akhirat. —----------Selama melalui masa iddah, aku tetap menerima pesanan kue basah ataupun kering. Tetapi mereka harus mengambil sendiri di rumah. Sejak melahirkan Fathan, aku memang hanya membuat kue atau makanan lain saat ada pesanan saja. Aku belum mulai menitipkan jualan ke warung terdekat ataupun pasar seperti waktu hamil.Hari ini kebetulan aku mendapat dua pes
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKU"Mending kamu pindah kerja saja, Mas. Kalau kita masih satu tempat kerja seperti ini, yang ada akan menimbulkan masalah terus. Capek jadi olok-olokan teman pabrik," ucap Ida."Pindah kerja? Ngapain sampai segitunya, sih, Da. Cuekin saja omongan mereka yang ngga penting itu. Apalagi sekarang aku sudah resmi bercerai dengan Ning. Jadi masalahnya di mana kalau Mas deketin kamu?""Masalahnya, dari awal mereka sudah menganggap'ku sebagai perusak rumah tangga kamu dan badut itu. Kalau kamu pindah kerja, pasti mereka tidak akan membahas tentang kita lagi."Ada benarnya juga ucapan Ida. Sampai kapan pun mereka pasti akan membicarakan kami. Apalagi ada provokator si Eli dan gengnya itu."Terus, kapan badut itu keluar dari rumah kamu, Mas? Kenapa sampai sekarang kamu masih ngekost. Bukannya setelah resmi bercerai, dia akan kamu usir?""I-iya, Da. Pasti Mas akan usir Ning. Tapi sabar dulu, biar perempuan itu selesai masa iddahnya. Nanti Mas dikira suami