Share

BAB 09

Author: Yuliswar
last update Last Updated: 2022-12-16 08:45:48

Bagaikan Menu Warteg

BAB 09

Keesokan paginya seperti kemarin, aku menyiapkan sarapan untuk semuanya.

Kali ini aku masak sedikit lebih banyak karena Ibu sama Bapak mau bawa bekal.

Kami sarapan bersama, Ibu dan Bapak mertua orangnya super sibuk, sampai gak pernah punya waktu luang. Waktu mereka dihabiskan untuk mengurus toko masing-masing.

Setelah sarapan Bapak dan Ibu langsung berangkat ke toko. Mereka mengendarai mobil masing-masing, karena toko mereka taksearah.

Sedangkan aku membantu Mbok Sumi membersihkan meja dan mencuci piring.

Setelah selesai membersihkan peralatan makan, aku menyuruh Mbok Sumi dan yang lain untuk sarapan, sedangkan aku kembali naik ke kamar ku.

Aku segera mandi dan berganti baju karena Mbah Pon mau mengajakku jalan-jalan dan berbelanja.

Setelah selesai bersiap aku segera turun dan menuju kamar Mbah Pon.

Tok... Tok... Tok... "Mbah, ayo. Tutik sudah siap."seruku dari balik pintu

"Iya. Sebentar Nduk."jawabnya. 

Tak berselang lama pintu kamar terbuka, Mbah Pon terlihat sangat cantik dengan sedikit riasan di wajahnya.

"Wah... Mbah cantik sekali, kelihatan muda jadinya."pujiku

"Makanya perawatan Nduk. Masak kalah sama Mbah."jawabnya

"Oh iya kamu sudah bilang Seno kalau kita mau ngabisin uangnya hari ini."tanyanya. 

Aku menggeleng.

"Kamu ini gimana to Nduk. Minta uang suami itu wajib. Jangan malu."imbuhnya sambil mencubit hidung ku

Lalu Mbah Pon mengeluarkan handphone dan menghubungi Mas Seno.

"Hallo, Nak."

"Mbah mau bawa istri mu jalan-jalan. Transfer uang ke rekening Mbah sekarang ya."

"Ok. Mbah tunggu. Pokoknya kamu nanti pulang dari luar kota pasti pangling sama istri mu."

"Beres."

Hanya pembicaraan si Mbah yang bisa aku dengar.

Setelah menunggu sekitar sepuluh menit akhirnya Mas Seno sudah transfer ke rekening Mbah.

"Nduk. Coba kamu lihat berapa suamimu kirim untuk kamu belanja."ujarnya sambil menunjukkan sebuah notifikasi 

Aku terbelalak melihat jumlah nominal yang Mas Seno transfer untuk ku.

"Kok banyak sekali Mbah? Memang kita mau beli baju seberapa banyak?"tanyaku

"Kita perawatan ke salon, beli baju dan beli handphone baru untuk mu."jawabnya

"Tapi Mbah. Hp ku masih bisa di pakai."jawabku

"Sudah. Nurut saja sama Mbah, pokoknya Mbah sudah di beri amanah untuk membuat mu berubah dari ujung kaki sampai ujung rambut."ucapnya.

"Apa gak berlebihan Mbah?"tanyaku polos

"Uang suami mu itu banyak, segitu mah gak ada apa-apanya bagi Seno."jawabnya

"Sudah ayo kita berangkat. Pokoknya kamu diam saja dan terima apa pun yang akan Mbah lakukan."imbuhnya

Aku tidak lagi membantah si Mbah, takut jika Mbah tersinggung.

Kami berangkat diantar supir, Sebenarnya Mbah bisa nyetir tapi karena mau belanja banyak jadi Mbah membawa supir.

Tempat pertama yang kami tuju adalah sebuah salon. Salon itu sangat besar dan bagus, sepertinya orang-orang kaya saja yang masuk ke salon ini.

Begitu kami masuk, Mbah Pon sudah di sapa dengan pemilik salon.

"Hallo Jeng."sapa pemilik salon

"Hallo juga Jeng. Oh iya ini cucu mantu yang ku ceritakan tadi."jawab si Mbah

"Lumayan juga ya."ucapnya

"Dia ini sebenarnya cantik, karena tidak pernah di rawat jadi kusam dech."imbuhnya sambil melihat kearah ku

"Makanya Aku bawa kesini. Tolong kamu urus cucu ku. Buat dia secantik mungkin."jawab si Mbah.

"Itu mah, gampang Jeng. Pokoknya percaya sama aku, akan ku buat sangat cantik cucumu ini."ucap pemilik salon

"Tapi aku mau cantiknya tetap natural ya."pinta si Mbah.

"Beres."jawabnya

Setelah itu aku di bawa ke sebuah kursi, rambutku mulai dikasih cream entah apa namanya, setelah itu mereka ada yang membersihkan kuku ku mulai kuku kaki sampai kuku tangan. Setelah itu aku di bawa ke sebuah kamar, disana aku di suruh baring dan mereka memakaikan masker di wajahku.

Semua perawatan aku jalani satu persatu, capek itulah yang aku rasakan.

Setelah selesai si Mbah menemuiku, aku tidak tahu tadi si Mbah pergi kemana ketika aku sedang perawatan.

"Nduk Itu benar kamu?"tanyanya dengan sorot mata tak percaya

"Iya Mbah."jawabku

"Kamu cantik sekali Nduk. Kamu benar-benar sangat berbeda."imbuhnya

"Ah... Mbah bikin aku jadi malu."ucapku

"Bener Nduk, kamu sangat cantik."jawabnya lagi. Aku tersipu mendengar pujian dari Mbah Pon.

"Bagaimana Jeng? Puaskan dengan hasilnya?"tanya pemilik salon

"Puas banget Jeng. Memang bisa di andalkan kamu."puji Mbah

"Syukurlah kalau Jeng puas dengan hasilnya."ucap pemilik salon

"Terima kasih ya Jeng sudah merubah cucuku jadi cantik."ucap Mbah Pon.

Lalu pemilik salon pamit untuk menemui pengunjung salon yang lain.

Setelah membayar di kasir, kami langsung ke mobil.

"Bagaimana Nduk? Kita mau kemana lagi sekarang?"tanya si Mbah

"Tutik capek banget hari ini Mbah. Kita pulang saja ya."jawabku

"Ok. Kita cari makan dulu sebelum pulang."ucapnya

"Kita belanja bajunya besok."imbuhnya

"Iya Mbah."jawabku

Si Mbah memberi arahan ke pada supir. Setelah sampai restoran kami langsung memesan makanan.

Setelah selesai makan kami langsung pulang.

Ketika sampai rumah ternyata Bapak sama Ibu sudah pulang.

Mereka terlihat sangat terkejut dengan perubahan ku.

"Bu. Itu Tutik mantuku?"tanya Ibu mertua

"Ya. Iyalah Ratih. Siapa lagi kalau bukan Tutik."jawab si Mbah

"Ayu tenan yo Mbah."pujinya

"Baru sadar to? Makanya jangan sibuk ngurus toko terus."jawab si Mbah

"Iya Bu. Tapi kan Ibu tahu sendiri toko bagaimana gara-gara ulah Ria."ucap Ibu mertua.

Si Mbah melotot kearah Bu Ratih, sepertinya Mbah Pon tidak mau jika aku tahu tentang Ria.

"Nduk. Kamu istirahat saja, pasti capek seharian di salon."perintah Ibu mertua

"I-iya Bu."jawabku.

Keesokan harinya aku dan Mbah Pon berbelanja baju, kosmetik dan tak lupa Mbah Pon membelikan handphone baru.

Mbah Pon meminta ku untuk menyimpan semua baju yang aku bawa dari kampung. Boleh di pakai jika aku kangen sama kampung

💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞

Dua Minggu berlalu.

Hari ini Mas Seno pulang dari luar kota. Mbah meminta ku untuk dandan secantik mungkin untuk menyambut mas Seno.

Pukul tujuh malam Mas Seno datang.

Jantungku berdegup kencang ketika melihat Mas Seno sudah berdiri di ambang pintu.

Disatu sisi aku sangat senang Mas Seno pulang, tapi disisi lain aku takut jika Mas Seno akan menggauliku.

Mas Seno sangat terkejut ketika melihat ku. Matanya tak henti-hentinya melihat ku.

"Husssss.... Jangan di pelototin aja! Di peluk kek. Di cium kek."ucap Mbah Pon kepada Mas Seno.

Aku yang mendengar itu jadi tersipu, jantungku semakin degup kencang, keringat mulai sedikit membasahi pipiku.

"Dek. Eeehhhmmm... A-anu."ucap Mas Seno terbata ketika aku mencium tangannya.

"Ciiiieeeee... Gak bisa ngomong, karena ke cantikan istrinya."goda si Mbah.

"Ah. Mbah ini ngolok Seno terus."protesnya

"Gimana? Cantik gak? Sesuai permintaan mu kan?"tanya si Mbah.

"Iya Mbah. Pokoknya Mbah the best dech."jawabnya sambil mengacungkan jempol.

"Pesenan yang satunya Mbah?"tanyanya lagi

"Beres."jawab Mbah Pon sambil mengedipkan mata.

"Mas, aku bawa tasnya ke kamar dulu ya."selaku

"Eeehhhmmm... I-iya Dek."jawabnya kagok

"Ya sudah kamu mandi sana terus habis itu kita makan."perintah Mbah Pon kepada Mas Seno

"Seno sudah makan tadi Mbah. Seno mau istirahat saja, capek banget soalnya." Jawabnya

"Ya sudah kalau gitu, mandi terus istirahat sana biar fit nanti malam."perintahnya dengan mengedipkan sebelah matanya.

Sebenarnya aku penasaran dengan arah pembicaraan mereka. Tapi gak mungkin aku bertanya kepada Mas Seno atau Mbah Pon.

Aku lalu membawa tas Mas Seno ke kamar, sedangkan Mas Seno menemui Bapak dan Ibu yang sedari tadi di meja makan.

Setelah membawa tas ke kamar tak berselang lama mas Seno sudah ada di depan pintu kamar.

Mas Seno terlihat sedikit kikuk, begitu juga dengan ku.

"Dek. Mas mandi dulu ya... Tolong siapkan baju."perintahnya

"I-iya Mas."jawabku

"Adek, nanti langsung makan saja karena semua sudah nunggu di meja makan."ucapnya

"I-iya Mas."jawabku.

Aku lega ternyata Mas Seno tidak seperti waktu mau berangkat kemarin.

Setelah menyiapkan baju, aku langsung turun karena tidak enak jika mereka terlalu lama menunggu.

Kami makan malam berempat karena Mas Seno sudah makan, Setelah makan seperti biasa Bapak dan Ibu masuk ke kamar sedangkan Mbah Pon lagi di dapur sedang membuat minuman.

"Nduk, tolong teh ini nanti bawa ke kamar yang gelas putih untuk Seno karena gak pake gula dan yang gelas biru untuk mu. Kalian lama gak bertemu jadi ngobrol yang banyak biar semakin dekat."ujarnya

"I-iya Mbah."jawabku.

Lalu aku naik ke atas membawa dua gelas teh.

Di dalam kamar ternyata Mas Seno sudah selesai mandi dan sedang duduk santai di teras kamar.

"Mas. Ini tehnya."ucapku

"Sini Dek. Kita minum teh disini sambil melihat pandangan malam."jawabnya

Aku lalu mendekat dan memberikan teh hangat kepada Mas Seno.

Mas Seno tersenyum penuh arti ketika aku memberikan teh.

"Diminum Dek, kalau dingin gak enak."ucapnya.

"I-iya Mas."jawabku

Aku lalu menseruput teh hangat itu. Mas Seno melirik kearah ku

"Enak Dek?"tanyanya

"I-iya Mas."jawabku

Lalu aku pura-pura menguap agar terlihat sedang mengantuk.

"Kamu ngantuk Dek?"tanyanya

"I-iya nich Mas, aku ngantuk banget, boleh aku tidur duluan?"jawab ku berbohong

"Boleh Dek, tapi sebelum tidur habisin dulu tehnya."ucapnya sambil tersenyum.

Entah mengapa aku jadi berpikir yang tidak-tidak melihat senyum Mas Seno.

"Mas. Mas tidak akan memaksa untuk melakukan itukan?"tanyaku menyelidik

"Gak Dek, tenang saja. Tapi jika Adek yang minta mas tidak bisa nolak."jawabnya dengan senyum nakal

"Idih. Gak mungkin aku minta duluan Mas. Jangan ngadi-ngadi dech."ucapku sambil berlari masuk kedalam dan langsung naik keatas ranjang.

Aku langsung menutup seluruh tubuhku dengan selimut. Aku lupa jika kali ini aku sedang memakai daster. Jadi aku bangkit lagi dan membuka lemari untuk mengganti bajuku dengan baju tidur yang bercelana panjan jadi Mas Seno tidak akan bisa macam-macam pikirku.

Setelah berganti baju aku kembali naik ke atas ranjang. Aku menutupi tubuhku dengan selimut.

Aku mencoba untuk berpura-pura tertidur, tapi mata ini enggan betul di ajak kompromi.

Aku hanya bolak-balik diatas ranjang. Entah tiba-tiba aku merasa suhu tubuhku mulai terasa sedikit panas, aku lalu menarik selimut ku sampai perut, tapi rasa panas ini semakin menjadi, rasanya sangat aneh di bilang panas tapi bukan demam, aku bingung ada perasaan yang aneh, perasaan yang tidak pernah aku rasakan selama ini. Aku gelisah, tidak enak duduk atau berbaring.

Mas Seno masuk kedalam kamar. Aku melihat Mas Seno sedang tersenyum manis kepada ku.

Entah mengapa melihatnya tersenyum seperti itu membuat ku ingin sekali mendekat kearahnya.

Tanpa aku sadari kaki ku sudah turun dari ranjang dan berjalan mendekat kearah Mas Seno.

"Ada apa Dek?"tanya Mas Seno sambil mengusap pipiku dan bibirku.

Sentuhan itu membuat suhu tubuhku semakin naik.

"Mmmasss... A-aku..."ucapku dengan nafas terengah-engah

Mas Seno sepertinya tahu maksud ku. Mas Seno langsung membelai pipiku, lalu mengecup keningku, lalu turun ke hidung dan langsung melumat bibirku, entah mengapa aku tidak marah saat itu. Aku sangat menikmati lumatan demi lumatan. 

Aku melingkarkan tangan ku keleher Mas Seno. Mas seno masih terus melumat bibir ku. Dan mas Seno langsung menggendong ku.

Tubuhku di baringkan di atas ranjang, ketika mas Seno akan bangkit aku menahannya.

Aku tarik tangan Mas Seno dan akhirnya Mas Seno jatuh diatas tubuhku.

"Apakah kamu mau itu Sayang?"bisiknya ditelinga ku

"I-iya Mas.... Aku butuh sentuhan mu."jawabku dengan nafas terengah-engah.

Sedikit saja sentuhan Mas Seno, membuatku semakin tahu apa yang sebenarnya aku inginkan.

Mas Seno mulai mencumbu ku lagi dan dengan mudahnya Mas melepas semua kain yang ada di tubuhku.

Aku menikmati sentuhan demi sentuhan dan akhirnya aku merasakan ada sesuatu memaksa masuk di bagian bawah dengan mudahnya aku buka kedua kakiku.

Mas Seno nafasnya mulai memburu, begitu juga dengan ku.

 Mas Seno mendesah tak karuan.

"Ouwh... aah....aah....Ayam kecap."

"Ouwh...  Aah....aah...ayam goreng"

"Ouwh...aah...aah...Rica-rica ayam."

"Ouwh...aah...aah .perkedel jagung."

"Ouwh... aah...aah...Tumis pare."

Tak ku pedulikan desahan aneh yang keluar dari mulut Mas Seno, aku sangat menikmati apa yang Mas Seno lakukan saat ini.

Mas Seno semakin tak karuan gerakannya, nafas Mas Seno juga semakin memburu hingga Mas Seno.

"Ouwh... Ouwh... Ouwh...Ren-ren-rendanggggg." dan mas Seno terkulai lemas di samping ku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Bahjatunnur
keren bangeeet,
goodnovel comment avatar
Novita Fridawaty
cwpet banget beli 200rb gak ada sehariam udh hbs ,setiap babnya sedikit isinya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 30

    Bagaikan Menu WartegBAB 30Aku sangat terkejut ketika mendengar Mas Seno menyebut nama Susi. Apakah Mas Seno masih berhubungan dengan Susi?"Memang ada apa dengan Susi?"tanyaku"Dek. Mas benar-benar minta maaf tidak meminta ijin mu terlebih dahulu."jawabnya.Mendengar jawaban Mas Seno, aku jadi semakin gelisah, aku takut jika apa yang aku pikirkan ternyata benar."Ma-maksudnya!"ucapku"Dek. Mas yang menyuruh Susi dan ibunya untuk pindah dari kota ini. Dan maaf Mas juga membukakan warung untuk mereka sebagai permintaan maaf Mas."jawabnyaDEG... Ada apa lagi ini? Apakah Mas Seno selalu menyesali perbuatannya setelah meniduri para gadis-gadis itu?"Tapi, Dek. Mas tidak punya hubungan apapun sama Susi. Mas hanya memberikan sejumlah uang yang mereka minta. Dan setelah Mas kasih uang itu mereka pindah dan Mas tidak pernah lagi berkomunikasi dengan Susi."imbuhnya.Aku memandangi wajah Mas Seno. Terlihat ada kejujuran terpancar dari matanya."Mas. Apakah semua yang kamu katakan ini semuanya

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 29

    Bagaikan Menu WartegBAB 29Aku lalu menurunkan Mbok di depan rumah. Aku lalu meminta supir taksi untuk mengantarku ke toko.Setelah sampai di toko dan membayar taksi tadi. Aku langsung menemui Mas Seno untuk menanyakan kebenaran tentang apa yang Ria ucapkan tadi.Aku lihat toko masih terlihat sepi. Aku lalu langsung ke meja kasir, karena Mas Seno sedang duduk disana."Mas... Bisa kita bicara sebentar."ucapku dengan pelan agar para karyawan tidak curiga."Mau bicara apa Dek?"tanyanya"Penting. Ayo kita cari tempat di luar jangan disini tidak enak di dengar karyawan."jawabku"Oke... Mas kasih tahu mereka dulu. Untuk menjaga toko."ucapnya.Lalu Mas Seno memanggil salah satu karyawan dan memberitahu jika kami akan pergi keluar sebentar.Setelah itu kami pergi dengan menaiki mobil Mas Seno. Kami menuju sebuah cafe yang tidak terlalu jauh dari toko.Setelah sampai cafe dan memesan makanan. Aku mulai bertanya kepada Mas Seno."Mas. Tolong jawab dengan jujur."ucapku"Mau tanya apa sich Dek?"j

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 28

    Bagaikan Menu WartegBAB 28Sedih, sakit, hancur, ya itulah yang aku rasakan saat ini.Tapi aku tidak boleh lemah. Aku tahu jika Mas Seno sekarang ingin berubah. Karena sudah beberapa kali Mas Seno menolak Dewi maupun Ria.Aku akan memberi pelajaran kepada Ria. Jangan sampai dia menjadi duri di dalam rumah tangga ku.Setelah sedikit tenang aku lalu keluar dari kamar mandi.Mas Seno masih terlelap. Sepertinya dia sangat capek karena tadi habis ngewarteg.Karena tidak bisa tidur. Aku duduk di balkon sambil mencari udara segar.Setelah beberapa saat aku kembali masuk, karena sudah larut malam.Setelah itu aku beristirahat. Aku mencoba untuk bisa memejamkan mata.Dan akhirnya aku bisa tertidur.Keesokan paginya.Rutinitas ku seperti biasa, menyiapkan sarapan untuk Mas Seno. Sedangkan Mbok Sumi membersihkan rumah.Setelah selesai sarapan Mas Seno berangkat ke toko.Setelah Kepergian Mas Seno. Aku menghubungi mbah Pon, untuk menanyakan progres pembangunan rumah petak ku."Mbah... Bagaimana

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 27

    Bagaikan Menu WartegBAB 27Karena melihat kondisi ku yang tidak memungkinkan. Mas Seno lalu mengajak ku untuk pulang ke rumah.Setelah sampai rumah aku langsung masuk kedalam kamar untuk menenangkan diri. Jujur aku masih sangat terkejut. Mas Seno meminta Mbok Sumi untuk membuatkan teh hangat untuk ku. Setelah itu Mas Seno kembali ke toko.Ketika aku sedang mencoba menenangkan diri, tiba-tiba hp ku berbunyi.Aku segera mengangkatnya karena penasaran siapa yang menghubungi ku dengan nomor baru."Hallo.""He! Perempuan kampung! Enyah kamu dari kehidupan Seno!""Ria! Ooo... Jadi kamu yang tadi mau menabrak ku.""Ha...ha...ha... Itu baru permulaan. Ingat jika kamu tidak segera pergi dari kehidupan Seno. Maka aku akan melakukan yang lebih parah dari itu.""Kamu pikir aku takut dengan ancaman mu!""OOO... Kamu nantangin aku!""Sebenarnya apa sich mau mu itu. Ha!""Aku mau rujuk sama Seno. Tapi karena ada kamu. Seno tidak mau.""Ha...ha...ha... Kamu gak malu sebagai wanita? Sudah di tolak m

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 26

    Bagaikan Menu WartegBAB 26"Mas. Memang usia Dewi saat itu berapa?"tanyaku penasaran karena Mas Seno tadi mengucapkan jika waktu itu Dewi dibawah umur dan itu juga yang di pake senjata untuk memeras Mas Seno."Sembilan belas tahun Dek. Waktu itu pas ulang tahun Dewi."jawabnya "Mas! Itu bukan di bawah umur. Jika usia Dewi delapan belas atau tujuh belas tahun. Itu baru di bawah umur."ucapku dengan emosi"Masak kamu gak ngerti akan hal itu Mas! Atau semua ini hanya rekayasa kamu saja agar tetap bisa menikmati tubuh Dewi!"bentakku"Dek. Mas tahu. Tapi setiap Mas ngomong seperti itu keluarga Dewi selalu mengatakan jika Dewi di bawah umur. Karena Mas malas ribut dan Mas juga salah jadi Mas mengalah. Tapi Dek. Mas berani bersumpah, Mas tidak pernah menjanjikan Dewi sebuah pernikahan. Mas juga bingung kenapa Dewi tiba-tiba minta Mas nikahin. Padahal selama ini kami berkomunikasi baik dan setiap bulan Mas kirim uang ke Dewi dan bahkan Dewi juga bercerita kepada Mas jika dia sudah memiliki pa

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 25

    Bagaikan Menu WartegBAB 25Setelah Paman mendatangi kertas kosong itu. Aku segera menyimpan sertifikat dan kertas tadi. Lalu aku membujuk Paman agar bisa meminjam kan sertifikat rumah Bik Sari."Paman. Bisa tolong Tutik sekali lagi."ucapku"Mau minta tolong apa lagi?"tanyanya sambil menghitung uang"Tolong bantu Tutik untuk meminjam sertifikat rumah Bik Sari. Karena pihak Bank maunya harus dua sertifikat kalau mau pinjaman cepat cair."jawabku."Kalau Paman. Tidak bisa bantu Tutik terpaksa harus menjual rumah baru itu."imbuh ku"Apa sertifikat rumah Paman masih belum cukup."tanyanya"Pihak Bank meminta dua sertifikat sebagai jaminan. Karena pinjaman Tutik cukup besar dan paman tahu sendiri kalau rumah di kampung pasti di hargai murah oleh mereka."jawabku."Paman tenang saja. Nanti kalau Bibik bersedia meminjamkan sertifikat rumahnya. Ada bonus sepuluh juta untuk Paman."imbuhku.Paman semakin berbinar mendengar aku akan memberinya bonus."Ambil saja Mas tawaran Tutik. Hari gini siapa y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status