Bagaikan Menu WartegBAB 11Kami semua makan malam bersama.Setelah makan malam, semua seperti biasa Bapak dan Ibu ijin untuk beristirahat.Sebenarnya aku pengen banget bisa lebih dekat dengan Bapak dan Ibu, karena selama disini jarang sekali kami ngobrol.Tapi setiap pulang dari toko beliau terlihat sangat lelah jadi gak tega meminta mereka untuk bisa meluangkan waktu untuk ku.Aku, Mbah Pon, dan Mas Seno masih di meja makan."Nak. Besok istri mu ajak ke toko."perintahnya Mbah Pon"Eeehhhmmm..."Mas Seno seperti sedang berpikir"Jangan takut, Dia berbeda."ucap si mbah"Baiklah Mbah."jawab Mas Seno"Nduk. Besok ikut suami mu ke toko biar tahu segede apa toko suami mu."ucapnya kepada ku"Tapi nanti Mbah sama siapa di rumah?"tanyaku"Mbah, mau keluar kota, besok subuh berangkat diantar supir."jawabnyaAku lalu mengangguk.Mbah pamit ke kamar untuk menyiapkan semua keperluan untuk ke luar kota, Sebenarnya aku sudah menawark bantuan tapi si Mbah menolak. Si Mbah menyuruhku untuk melayani M
Bagaikan Menu WartegBAB 12Gadis bernama Susi itu menghentakkan kakinya dan langsung kembali ke dalam.Sedangkan Mas Seno terlihat biasa saja dan langsung memesan makanan untuk karyawan dan untuk kami."Dek. Makannya di toko saja ya."ucapnya"Iya Mas." JawabkuSetelah menyebutkan beberapa lauk yang Mas Seno inginkan, dengan cekatan wanita bernama Wanti itu membungkuskan pesanan Mas Seno.Enam buah nasi bungkus sudah selesai di bungkus, lalu Mas Seno membayarnya."Ini nanti sisanya kasih untuk Susi, bilang jangan suka ngambek."ucap Mas Seno sambil menyodorkan uang beberapa lembar berwarna merah."Beres Bos."jawab wanita ituSebenarnya aku heran, kenapa gadis itu marah ketika Mas Seno membawa ku? Dan kenapa Mas Seno terlalu peduli pada gadis itu sampai mau mengeluarkan uang untuk mereda kemarahannya.Setelah memberikan uang kepada Wanti, Mas Seno lalu mengajak ku untuk kembali ke toko.Karyawan Mas Seno langsung makan dan beristirahat, toko di tutup sekitar satu jam.Aku yang tadi bers
Satu Minggu kemudian.Sesuai kesepakatan kami membayar setengah dari harga yang di sepakati.Setelah surat menyurat selesei baru pelunasan.Ibu mertua meminta sertifikat rumah atas nama ku. Awalnya aku menolak. Karena tidak enak dengan Mas Seno, tapi karena Mas Seno tidak keberatan akhirnya aku tidak bisa menolak lagi."Nduk. Sertifikat atas nama mu saja.""Ta-tapi Bu.""Ini Ibu belikan sebagai hadiah untuk pernikahan kalian.""Kenapa gak atas nama Mas Seno saja Bu?""Rumah yang sekarang kami tempati ini haknya Seno. Jadi rumah itu hak kamu.""Ta-tapi Bu.""Sudah Dek. Terima saja. Rejeki jangan di tolak."sela Mas Seno."Ba-baik lah Bu. Tutik terima hadiah dari Ibu.""Nah. Gitu dong Nduk.""Terima kasih banyak Bu.""Iya sama-sama Nduk. Oh iya kapan kalian akan pindah?""Tunggu rumahnya selesei di bersihkan dan di cat ulang Bu.""Ya sudah kalau begitu. Minta sama Seno untuk menemani mu membeli perabotan rumah.""Iya Bu."Setelah selesai di bersihkan dan di cat ulang. Kami mulai membeli
Satu Minggu kemudian.Hari ini kami akan pindah ke rumah baru. Bapak dan Ibu tidak membuka tokonya hari ini. Karena mereka ingin membantu kami pindahan.Sebenarnya tidak banyak barang yang kami bawa. Kami hanya membawa baju saja. Karena di rumah baru semua perlengkapan rumah sudah kami beli seminggu yang lalu.Kami berangkat beriringan. Menggunakan tiga mobil, Bapak, Ibu, Mbok, satu mobil. Sedangkan aku dan Mas Seno, satu mobil. Lalu mobil hadiah dari Bapak supir yang mengendarai. Karena Bapak maunya nanti aku segera bisa menyetir sendiri.Setelah sampai rumah kami lalu menurunkan dua koper. Ya karena memang hanya itu barang yang kami bawa.Bapak dan Ibu sangat senang dengan rumah baru kami. Kata mereka walaupun kecil tapi sangat nyaman dan asri.Sebenarnya aku meminta Ibu dan Bapak untuk menginap di sini untuk beberapa hari, namun mereka menolak karena mereka tidak mau mengganggu kami bulan madu katanya."Pak, Bu. Menginap lah disini untuk beberapa hari."pintaku"Bukan Ibu sama Bapak
Bagaikan Menu WartegBAB 15Aku menceritakan semuanya kepada Mas Seno, perihal Paman Rudi dan Bibik Sari."Ya sudah Dek. Besok pagi kita pulang.""Bener Mas?""Iya Dek. Sekalian Mas mau bertemu dengan Paman dan Bibik mu yang jahat itu.""Terima kasih Mas." Mas Seno memelukku. Dan ketika kami sedang berpelukan. Tiba-tiba Susi datang."Massssss... Susi tungguin di warung kenapa gak datang!"ucapnya dengan nada manjaAku langsung menatap tajam kearah Mas Seno."Iya. Sus, tadi istri Mas sudah masak untuk Mas dan karyawan jadi gak ke warung."jawab Mas Seno"Mas Seno jahat. Padahal Susi sudah masak untuk Mas."ucapnya sambil menghentakkan kakinya"He! Kamu itu gak tahu jika Mas Seno itu sudah punya istri!"hardikku dengan nada tinggi"Kamu itu kalau mau genit sana sama laki-laki yang belum nikah!"imbuhku."Massssss... Lihat istri mu..."ucapnya manja sambil bergelayut manja di lengan Mas Seno."Mas! Kenapa kamu biarkan Susi!"hardikkuMas Seno lalu tersadar dan menepis pelukan Susi."Huhuhu...
Aku tidak tahu apa yang Mas Seno sedang rencanakan untuk Paman Rudi dan Bibik Sari."Kalau memang Paman dan Bibik suka, silahkan tinggal di rumah itu."ucap Mas Seno"Wah. Bener. Nak Seno?"jawab Bik Sari sumringah"Tentu. Silahkan Paman dan Bibik tinggal dirumah itu."ucap Mas Seno meyakinkan mereka."Baiklah. Karena Nak Seno tidak keberatan. Kami akan tinggal di rumah itu. Sayang rumah sebagus itu jika yang nempati kampungan seperti Sardi."ucap Paman Rudi sambil mencibir Paman Sardi."Ya. Sudah. Paman, Bibik, kami pamit dulu karena mau menjenguk Paman Sardi di rumah sakit."ucap Mas Seno."Oh. Iya. Maaf kami tidak bisa menjenguk Sardi karena masih sibuk."ucap Paman Rudi."Iya tidak apa-apa. Nanti akan kami sampaikan kepada Bibik."jawab Mas Seno."Nak Seno gak ninggalin uang untuk kami?"tanya Bik Sari ketika kami bangkit dari kursi.Mataku membulat mendengar Bibik Sari terang-terangan meminta uang kepada Mas Seno."Oh. Tentu. Kami pasti memberi sesuatu untuk Bibik dan Paman."jawab Mas Se
Aku berpamitan kepada Bibik, Bu Iyem dan Intan. Setelah berpamitan aku langsung berangkat.Didalam mobil aku hanya terdiam. Aku jadi teringat Paman Rudi dan Bibik Sari, bisa-bisanya mereka saat Paman Sardi meninggal tak menunjukkan batang hidungnya.Aku ingat perkataan Mas Seno, jika aku berhak menjual rumah itu kapan saja.Aku akan memberi pelajaran kepada mereka.Di tengah perjalanan Pak supir bertanya."Non. Mau singgah makan atau jalan terus."tanyanya dengan sopan"Bapak lapar tidak? Kalau Bapak lapar, kita singgah cari tempat makan. Jika tidak kita lanjut jalan saja."jawabku"Saya masih kenyang Non. Tadi dirumah keluarga Non sudah makan banyak."ucapnya"Ya sudah kita terus jalan saja Pak. Langsung ke toko Mas Seno ya."jawabku"Baik Non."ucapnya.Setelah itu tak ada lagi pembicaraan lagi. Tiga jam kemudian akhirnya kami sampai di depan toko Mas Seno.Aku menyuruh supir untuk pulang ke rumah Bapak dan Ibu. Karena aku akan pulang bersama Mas Seno.Aku langsung bergegas turun. Tak sa
Mas Seno sudah pulang dari toko. Aku baru selesai memasak dan langsung mandi.Mas Seno mau makan dulu di rumah, Sebelum menemui Ria di hotel.Setelah sholat magrib kami makan malam. Setelah makan malam Mas Seno meminta ku untuk segera bersiap. Karena jarak dari rumah ke hotel membutuhkan waktu sekitar satu jam.Sekitar tiga puluh menit aku bersiap, mulai memilih baju sampai memoleskan sedikit riasan di wajah ku.Ketika aku keluar dan menemui Mas Seno. Mas Seno nampak terkejut melihat ku."Wah. Dek. Kamu cantik banget mengenakan baju itu."ucapnya.Aku memilih sebuah dress berwarna hitam. mas Seno melihat ku tanpa berkedip."Gak. berlebihan Mas?"tanyaku"Gak. Dek. Gaun itu sangat cocok untuk mu."pujinya. Aku tersipu karena Mas Seno memujiku."Ya sudah ayo kita berangkat Mas."ajak ku."Tunggu, Mas pastikan dulu. Ria sudah di hotel atau belum."ucapnya.Lalu Mas Seno mengeluarkan gawainya. Dan langsung menghubungi Ria."Hallo. Sudah di hotel?""Ya.... Mas juga sudah tidak tahan ingin seger