Share

BAB 08

Penulis: Yuliswar
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-13 10:27:25

Bagaikan Menu Warteg

BAB 08

Aku naik ke atas untuk segera mandi, dan untuk membangunkan Mas Seno.

Setelah mandi aku lihat Mas Seno sudah duduk di tepi ranjang, sepertinya Dia baru bangun.

"Mas. Mandi lalu sarapan."perintah ku

 Mas Seno lalu bangkit dan masuk ke dalam kamar mandi, sedangkan aku menyiapkan baju untuk Mas Seno.

Setelah menyiapkan baju aku kembali turun. Aku melihat Mbah Pon sedang sibuk menerima telepon.

Lalu aku ke dapur untuk membuatkan teh untuk semua keluarga.

Setelah selesai membuat teh, aku memanggil Bapak dan Ibu.

"Pak, Bu, sarapan sudah siap."seruku dari balik pintu

"Oh. Iya Nduk,"jawab mereka

Lalu aku kembali ke kamar untuk memanggil Mas Seno.

"Mas, ayo sarapan sudah siap. Ibu sama Bapak sudah menunggu."ucapku

"Eeehhhmmm... Dek, tunggu."serunya

"Ada apa? tanyaku

"Eeehhhmmm itu, tolong kesini sebentar."pintanya

"Ogah! Nanti seperti kemarin!"tolakku

"Hahahaha... Masih kesal ya..."godanya

"Sudah ayo turun."ajakku

 

Lalu Mas Seno mengekor di belakang ku.

Ketika sampai bawah ternyata mereka sudah menunggu di meja makan.

"Wah... Nduk ini kamu yang masak?"tanya Ibu mertua

"Iya Bu."jawabku

"Enak ya kalau punya anak perempuan gini."ujarnya lagi sambil menyendokkan nasi kepiring Bapak mertua

"Iya Bu, apa lagi Bapak sudah lama tidak makan nasi goreng sederhana seperti ini."jawab Bapak mertua

"Makanya kalian itu jangan sibuk terus ngurus toko."celetuk Mbah Pon

"Ya mau gimana lagi Bu. Belum ada yang bisa di percaya."jawab Ibu mertua

Lalu mereka menikmati hidangan yang aku masak tadi, mereka makan sangat lahap.

"Nduk, kalau setiap hari kamu masak menu kampung seperti ini. Bapak pasti gemuk."puji Bapak mertua

Aku tersenyum mendengar ucapan bapak.

"Iya Pak, kita pasti jarang makan di luar."timpal Ibu.

"Bagaimana kalau Ibu sama Bapak bawa bekal saja dari rumah. Jadi Tutik ada kegiatan masakin Ibu sama Bapak."usulku.

"Lho! Masak hanya untuk Ibu sama Bapak? Terus suamimu suruh Mbah gitu yang masakin?"celetuk Mbah Pon 

"Hahahaha... Ibu ini ada-ada saja. Ya pasti Tutik dong yang masakin suaminya."jawab Bapak sambil tertawa

Aku diam dan melirik kearah Mas Seno yang sedari tadi menikmati makanannya.

"Oh iya Nduk. Maaf hari ini Mbah tidak jadi ajak jalan-jalan, karena Mbah mau menjenguk teman Mbah yang sakit."ucap Mbah

"Iya Mbah gak apa. Kan masih ada besok."jawabku

"Ya sudah kalau begitu,  nanti kamu juga yang masak untuk makan malam ya Nduk."imbuh si Mbah

"Beres Mbah."jawabku sambil mengacungkan jempol

"Kan ada si Mbok, Bu. Kenapa harus Tutik?"protes Bapak mertua

"Kamu gak lihat Jo. Anakmu sangat lahap menyantap makanan buatan istrinya."jawab Mbah Pon sambil menunjuk kearah Mas Seno

"Yang penting Tutik jangan sampai ke cape-an Bu, soalnya kami sudah gak sabar untuk nimang cucu."ujar Bapak Mertua

Mendengar itu Mas Seno langsung terbatuk-batuk. Aku segera menuangkan air untuknya.

Setelah selesai sarapan mereka semua berangkat, tinggallah aku dengan si Mbok.

Si Mbok sedang sibuk membersihkan piring kotor bekas sarapan tadi, aku lalu menghampiri dan membantunya.

"Sini Mbok biar Saya yang cuci piringnya, si Mbok sarapan saja dulu."perintah ku

"Iya Non."jawabnya sopan

"Oh iya Mbok, itu nasi goreng masih banyak, tolong antarkan ke satpam di depan biar mereka sarapan, sayang gak ada yang makan."pintaku. Si Mbok mengangguk dan mengambil dua buah piring untuk di isi nasi goreng beserta ayam goreng.

Setelah selesai mengantar makanan untuk satpam, si Mbok lalu sarapan.

Setelah selesai sarapan aku duduk berdua sama si Mbok di dapur.

"Mbok, sudah lama kerja disini?"

"Alhamdulillah sudah Non."

"Mbok, boleh tanya sesuatu gak?"

"Silahkan Non."

"Mas Seno kenapa bisa bercerai dengan istrinya?"

Si Mbok diam, sepertinya sedang berpikir.

"Kalau si Mbok, gak bisa cerita juga gak apa-apa kok."

"Bu-bukan begitu Non, tapi sepertinya tidak sopan jika saya yang cerita Non."

"Menurut Mbok, mas Seno itu orangnya seperti apa?"

"Baik, Non, den Seno orang yang sangat baik. Bahkan den Seno itu tidak pernah marah Non." Aku hanya ber O panjang mendengar penuturan si Mbok.

Tiba-tiba handphone ku berbunyi. Ku lihat ada sebuah panggilan dari nomor yang tidak aku kenal.

"Hallo."

"Dek, tolong siapkan baju Mas, nanti siang Mas mau berangkat ke luar kota selama dua minggu, karena mau mau meninjau lokasi."perintahnya

"Lho! Mas tahu nomor ku dari mana?"tanyaku bingung, karena memang aku tidak pernah memberikan nomor telepon ku kepada Mas Seno.

"Ya lucu dong Dek, jika suami istri tidak tahu nomor teleponnya."

"Aneh!"

"Gak, aneh Dek, tapi wajar."

"Terserah, aku gak akan pernah menang melawan Mas!"

"Nah! Gitu dong sayang."

Aku lalu mematikan sambungan telepon sepihak. Malas banget meladeni mas Seno.

Aku meninggalkan si Mbok yang masih di dapur.

Aku segera menyiapkan baju untuk Mas Seno pergi. Setelah selesai memasukkan baju ke koper aku lalu beristirahat.

Aku tertidur karena sangat mengantuk.

Entah sudah berapa lama aku tertidur, hingga aku merasakan ada sebuah sentuhan hangat di bibirku. Aku segera membuka mata, dan betapa terkejutnya aku, melihat wajah mas Seno sudah ada di atas wajahku.

Aku lalu berpaling dan mencoba mendorongnya.

"Mas! Kapan kamu datang?"tanyaku mengalihkan

Mas Seno tersenyum dan tidak menjawab pertanyaan ku.

"Dek. Ikut Mas ke luar kota yok."ajaknya

"Gak ah Mas. Aku di rumah saja to Mas gak lama kan?  "Jawabku

"Apa Dek? Dua Minggu itu gak lama bagimu?"ujarnya sedikit kaget

"Eeehhhmmm..."jawabku

"Kapan kita bisa cepat punya anak, kalau kamu selalu menghindar dari Mas?"ucapnya

"Mulai lagi?"tanyaku

"Iya... Mas ingat sudah berjanji."jawabnya malas

"Ya sudah sana berangkat."perintahku

"Sebelum berangkat Mas boleh kecup dikit aja ya."pintanya memelas

Aku diam sejenak, gak apalah ijinkan kali ini to nanti mas Seno akan pergi lama. Ucapku dalam hati.

Aku tidak menjawab akan tetapi aku memejamkan mataku.

Mas Seno mendekat u rasakan hembusan nafasnya terasa sangat dekat dan tidak menunggu waktu lama Mas Seno sudah mulai melumat bibirku, awalnya dengan lembut, lama-lama semakin beringas, aku mulai terbawa suasana, aku mulai bisa menikmati lumatan demi lumatan Mas Seno.

Setelah cukup lama akhirnya Mas Seno menyudahinya. Dan tersenyum,  wajahku langsung memerah karena malu.

Apa aku sudah mulai siap menerima Mas Seno? Kenapa tadi bisa menikmati dengan apa yang di lakukan Mas Seno? Ucapku dalam hati

Setelah itu Mas Seno pamit untuk berangkat.

Aku mengantar Mas Seno sampai masuk kedalam. Setelah Mas Seno berangkat aku kembali ke dapur.

Ketika aku ke dapur aku terkejut Mbok sedang bicara dengan dua orang wanita paruh baya.

"Lho. Mbok. Mereka siapa?"tanyaku

"Ini, Non. Mereka yang bekerja disini juga bagian bersih-bersih dan cucian."jawabnya

"Dari kemarin saya kok gak lihat mereka Mbok?"tanyaku bingung

"Iya Non, mereka habis cuti dan baru saja datang."jawab Mbok.

"Sekar, Mirah, ini adalah Non Tutik, istri den Seno."ucap si Mbok memperkenalkan mereka ke pada ku.

Mereka mengangguk ke arah ku sambil tersenyum.

"Kalau Mbok sendiri siapa sich namanya? Kok saya cuma tahunya Mbok saja."ujarku

"Kalau saya panggil saja Mbok Sumi, Non."jawab si Mbok.

"Nah! Kalau gini kan, enak."ucapku.

Sekar dan Mirah mohon ijin untuk beristirahat di kamar mereka.

"Mbok. Bapak sama Ibu apa selalu sibuk?"tanyaku

"Iya Non, dari dulu Bapak sama Ibu selalu sibuk. Apalagi waktu habis dibohongi oleh mantan menantunya jadi bertambah sibuk lagi."jawabnya

"Di bohongi?"ucapku sedikit kaget

"Iya Non, dulu ada toko cabang yang maju sangat pesat, nah Non Ria di percaya untuk mengelolanya, entah bagaimana tiba-tiba toko itu bisa menjadi milik Non Ria."jawabnya

"Oh! Jadi mantan istri Mas Seno bernama Ria."celetukku

Mbok Sumi mengangguk. Aku jadi berpikir mungkin perceraian mereka dikarenakan masalah toko itu.

Karena sudah sore aku meminta si Mbok untuk mengeluarkan sayuran dari kulkas untuk ku di masak.

Setelah menyiangi beberapa sayuran, aku segera mengolahnya.

Setelah berkutat sekitar satu jam lebih akhirnya masakan siap.

Dan tepat setelah masakan matang Mbah Pon pulang.

"Eeehhhmmm... Enak banget aroma masakannya Mbok."ujarnya langsung masuk ke dapur

"Iya Bu. Ini Non Tutik yang masak."jawab Mbok Sumi sambil melihat kearah ku

"Memang bisa di andalkan kamu itu Nduk."pujinya

"Cuma masakkan sederhana Mbah."jawabku

"Justru yang begini itu yang nikmat Nduk, oh iya tadi siang Seno pamit ke luar kota. Apa sudah berangkat?"tanyanya

"Sudah Mbah."jawabku

"Dasar anak itu. Selalu sibuk kerja."ujarnya

"Oh ya Nduk besok kita jalan-jalan. Besok kita rubah penampilan mu, biar ketika Seno pulang jadi semakin cinta."imbuhnya

Aku hanya mengangguk. Mbah Pon lalu pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri, sedangkan aku membantu si Mbok menyiapkan piring.

Malam ini terasa begitu berbeda, biasanya ada mas Seno yang menggodaku. Entah mengapa ada rasa rindu di hati ini. Ingin sekali aku menghubunginya. Namun aku tahan, aku tidak mau jika mas Seno tahu jika aku mulai memiliki rasa untuknya.

Tadinya aku berpikir akan lebih tenang dan nyaman tanpa ada Mas Seno di kamar ini, tapi ternyata aku salah. Aku merasa hampa, aku merasa ada yang kurang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Musri Ani Di Dia
Uda tumbuh bibit cinta nich si Tutik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 30

    Bagaikan Menu WartegBAB 30Aku sangat terkejut ketika mendengar Mas Seno menyebut nama Susi. Apakah Mas Seno masih berhubungan dengan Susi?"Memang ada apa dengan Susi?"tanyaku"Dek. Mas benar-benar minta maaf tidak meminta ijin mu terlebih dahulu."jawabnya.Mendengar jawaban Mas Seno, aku jadi semakin gelisah, aku takut jika apa yang aku pikirkan ternyata benar."Ma-maksudnya!"ucapku"Dek. Mas yang menyuruh Susi dan ibunya untuk pindah dari kota ini. Dan maaf Mas juga membukakan warung untuk mereka sebagai permintaan maaf Mas."jawabnyaDEG... Ada apa lagi ini? Apakah Mas Seno selalu menyesali perbuatannya setelah meniduri para gadis-gadis itu?"Tapi, Dek. Mas tidak punya hubungan apapun sama Susi. Mas hanya memberikan sejumlah uang yang mereka minta. Dan setelah Mas kasih uang itu mereka pindah dan Mas tidak pernah lagi berkomunikasi dengan Susi."imbuhnya.Aku memandangi wajah Mas Seno. Terlihat ada kejujuran terpancar dari matanya."Mas. Apakah semua yang kamu katakan ini semuanya

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 29

    Bagaikan Menu WartegBAB 29Aku lalu menurunkan Mbok di depan rumah. Aku lalu meminta supir taksi untuk mengantarku ke toko.Setelah sampai di toko dan membayar taksi tadi. Aku langsung menemui Mas Seno untuk menanyakan kebenaran tentang apa yang Ria ucapkan tadi.Aku lihat toko masih terlihat sepi. Aku lalu langsung ke meja kasir, karena Mas Seno sedang duduk disana."Mas... Bisa kita bicara sebentar."ucapku dengan pelan agar para karyawan tidak curiga."Mau bicara apa Dek?"tanyanya"Penting. Ayo kita cari tempat di luar jangan disini tidak enak di dengar karyawan."jawabku"Oke... Mas kasih tahu mereka dulu. Untuk menjaga toko."ucapnya.Lalu Mas Seno memanggil salah satu karyawan dan memberitahu jika kami akan pergi keluar sebentar.Setelah itu kami pergi dengan menaiki mobil Mas Seno. Kami menuju sebuah cafe yang tidak terlalu jauh dari toko.Setelah sampai cafe dan memesan makanan. Aku mulai bertanya kepada Mas Seno."Mas. Tolong jawab dengan jujur."ucapku"Mau tanya apa sich Dek?"j

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 28

    Bagaikan Menu WartegBAB 28Sedih, sakit, hancur, ya itulah yang aku rasakan saat ini.Tapi aku tidak boleh lemah. Aku tahu jika Mas Seno sekarang ingin berubah. Karena sudah beberapa kali Mas Seno menolak Dewi maupun Ria.Aku akan memberi pelajaran kepada Ria. Jangan sampai dia menjadi duri di dalam rumah tangga ku.Setelah sedikit tenang aku lalu keluar dari kamar mandi.Mas Seno masih terlelap. Sepertinya dia sangat capek karena tadi habis ngewarteg.Karena tidak bisa tidur. Aku duduk di balkon sambil mencari udara segar.Setelah beberapa saat aku kembali masuk, karena sudah larut malam.Setelah itu aku beristirahat. Aku mencoba untuk bisa memejamkan mata.Dan akhirnya aku bisa tertidur.Keesokan paginya.Rutinitas ku seperti biasa, menyiapkan sarapan untuk Mas Seno. Sedangkan Mbok Sumi membersihkan rumah.Setelah selesai sarapan Mas Seno berangkat ke toko.Setelah Kepergian Mas Seno. Aku menghubungi mbah Pon, untuk menanyakan progres pembangunan rumah petak ku."Mbah... Bagaimana

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 27

    Bagaikan Menu WartegBAB 27Karena melihat kondisi ku yang tidak memungkinkan. Mas Seno lalu mengajak ku untuk pulang ke rumah.Setelah sampai rumah aku langsung masuk kedalam kamar untuk menenangkan diri. Jujur aku masih sangat terkejut. Mas Seno meminta Mbok Sumi untuk membuatkan teh hangat untuk ku. Setelah itu Mas Seno kembali ke toko.Ketika aku sedang mencoba menenangkan diri, tiba-tiba hp ku berbunyi.Aku segera mengangkatnya karena penasaran siapa yang menghubungi ku dengan nomor baru."Hallo.""He! Perempuan kampung! Enyah kamu dari kehidupan Seno!""Ria! Ooo... Jadi kamu yang tadi mau menabrak ku.""Ha...ha...ha... Itu baru permulaan. Ingat jika kamu tidak segera pergi dari kehidupan Seno. Maka aku akan melakukan yang lebih parah dari itu.""Kamu pikir aku takut dengan ancaman mu!""OOO... Kamu nantangin aku!""Sebenarnya apa sich mau mu itu. Ha!""Aku mau rujuk sama Seno. Tapi karena ada kamu. Seno tidak mau.""Ha...ha...ha... Kamu gak malu sebagai wanita? Sudah di tolak m

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 26

    Bagaikan Menu WartegBAB 26"Mas. Memang usia Dewi saat itu berapa?"tanyaku penasaran karena Mas Seno tadi mengucapkan jika waktu itu Dewi dibawah umur dan itu juga yang di pake senjata untuk memeras Mas Seno."Sembilan belas tahun Dek. Waktu itu pas ulang tahun Dewi."jawabnya "Mas! Itu bukan di bawah umur. Jika usia Dewi delapan belas atau tujuh belas tahun. Itu baru di bawah umur."ucapku dengan emosi"Masak kamu gak ngerti akan hal itu Mas! Atau semua ini hanya rekayasa kamu saja agar tetap bisa menikmati tubuh Dewi!"bentakku"Dek. Mas tahu. Tapi setiap Mas ngomong seperti itu keluarga Dewi selalu mengatakan jika Dewi di bawah umur. Karena Mas malas ribut dan Mas juga salah jadi Mas mengalah. Tapi Dek. Mas berani bersumpah, Mas tidak pernah menjanjikan Dewi sebuah pernikahan. Mas juga bingung kenapa Dewi tiba-tiba minta Mas nikahin. Padahal selama ini kami berkomunikasi baik dan setiap bulan Mas kirim uang ke Dewi dan bahkan Dewi juga bercerita kepada Mas jika dia sudah memiliki pa

  • Bagaikan Menu Warteg   BAB 25

    Bagaikan Menu WartegBAB 25Setelah Paman mendatangi kertas kosong itu. Aku segera menyimpan sertifikat dan kertas tadi. Lalu aku membujuk Paman agar bisa meminjam kan sertifikat rumah Bik Sari."Paman. Bisa tolong Tutik sekali lagi."ucapku"Mau minta tolong apa lagi?"tanyanya sambil menghitung uang"Tolong bantu Tutik untuk meminjam sertifikat rumah Bik Sari. Karena pihak Bank maunya harus dua sertifikat kalau mau pinjaman cepat cair."jawabku."Kalau Paman. Tidak bisa bantu Tutik terpaksa harus menjual rumah baru itu."imbuh ku"Apa sertifikat rumah Paman masih belum cukup."tanyanya"Pihak Bank meminta dua sertifikat sebagai jaminan. Karena pinjaman Tutik cukup besar dan paman tahu sendiri kalau rumah di kampung pasti di hargai murah oleh mereka."jawabku."Paman tenang saja. Nanti kalau Bibik bersedia meminjamkan sertifikat rumahnya. Ada bonus sepuluh juta untuk Paman."imbuhku.Paman semakin berbinar mendengar aku akan memberinya bonus."Ambil saja Mas tawaran Tutik. Hari gini siapa y

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status