Share

BAB 08

Bagaikan Menu Warteg

BAB 08

Aku naik ke atas untuk segera mandi, dan untuk membangunkan Mas Seno.

Setelah mandi aku lihat Mas Seno sudah duduk di tepi ranjang, sepertinya Dia baru bangun.

"Mas. Mandi lalu sarapan."perintah ku

 Mas Seno lalu bangkit dan masuk ke dalam kamar mandi, sedangkan aku menyiapkan baju untuk Mas Seno.

Setelah menyiapkan baju aku kembali turun. Aku melihat Mbah Pon sedang sibuk menerima telepon.

Lalu aku ke dapur untuk membuatkan teh untuk semua keluarga.

Setelah selesai membuat teh, aku memanggil Bapak dan Ibu.

"Pak, Bu, sarapan sudah siap."seruku dari balik pintu

"Oh. Iya Nduk,"jawab mereka

Lalu aku kembali ke kamar untuk memanggil Mas Seno.

"Mas, ayo sarapan sudah siap. Ibu sama Bapak sudah menunggu."ucapku

"Eeehhhmmm... Dek, tunggu."serunya

"Ada apa? tanyaku

"Eeehhhmmm itu, tolong kesini sebentar."pintanya

"Ogah! Nanti seperti kemarin!"tolakku

"Hahahaha... Masih kesal ya..."godanya

"Sudah ayo turun."ajakku

 

Lalu Mas Seno mengekor di belakang ku.

Ketika sampai bawah ternyata mereka sudah menunggu di meja makan.

"Wah... Nduk ini kamu yang masak?"tanya Ibu mertua

"Iya Bu."jawabku

"Enak ya kalau punya anak perempuan gini."ujarnya lagi sambil menyendokkan nasi kepiring Bapak mertua

"Iya Bu, apa lagi Bapak sudah lama tidak makan nasi goreng sederhana seperti ini."jawab Bapak mertua

"Makanya kalian itu jangan sibuk terus ngurus toko."celetuk Mbah Pon

"Ya mau gimana lagi Bu. Belum ada yang bisa di percaya."jawab Ibu mertua

Lalu mereka menikmati hidangan yang aku masak tadi, mereka makan sangat lahap.

"Nduk, kalau setiap hari kamu masak menu kampung seperti ini. Bapak pasti gemuk."puji Bapak mertua

Aku tersenyum mendengar ucapan bapak.

"Iya Pak, kita pasti jarang makan di luar."timpal Ibu.

"Bagaimana kalau Ibu sama Bapak bawa bekal saja dari rumah. Jadi Tutik ada kegiatan masakin Ibu sama Bapak."usulku.

"Lho! Masak hanya untuk Ibu sama Bapak? Terus suamimu suruh Mbah gitu yang masakin?"celetuk Mbah Pon 

"Hahahaha... Ibu ini ada-ada saja. Ya pasti Tutik dong yang masakin suaminya."jawab Bapak sambil tertawa

Aku diam dan melirik kearah Mas Seno yang sedari tadi menikmati makanannya.

"Oh iya Nduk. Maaf hari ini Mbah tidak jadi ajak jalan-jalan, karena Mbah mau menjenguk teman Mbah yang sakit."ucap Mbah

"Iya Mbah gak apa. Kan masih ada besok."jawabku

"Ya sudah kalau begitu,  nanti kamu juga yang masak untuk makan malam ya Nduk."imbuh si Mbah

"Beres Mbah."jawabku sambil mengacungkan jempol

"Kan ada si Mbok, Bu. Kenapa harus Tutik?"protes Bapak mertua

"Kamu gak lihat Jo. Anakmu sangat lahap menyantap makanan buatan istrinya."jawab Mbah Pon sambil menunjuk kearah Mas Seno

"Yang penting Tutik jangan sampai ke cape-an Bu, soalnya kami sudah gak sabar untuk nimang cucu."ujar Bapak Mertua

Mendengar itu Mas Seno langsung terbatuk-batuk. Aku segera menuangkan air untuknya.

Setelah selesai sarapan mereka semua berangkat, tinggallah aku dengan si Mbok.

Si Mbok sedang sibuk membersihkan piring kotor bekas sarapan tadi, aku lalu menghampiri dan membantunya.

"Sini Mbok biar Saya yang cuci piringnya, si Mbok sarapan saja dulu."perintah ku

"Iya Non."jawabnya sopan

"Oh iya Mbok, itu nasi goreng masih banyak, tolong antarkan ke satpam di depan biar mereka sarapan, sayang gak ada yang makan."pintaku. Si Mbok mengangguk dan mengambil dua buah piring untuk di isi nasi goreng beserta ayam goreng.

Setelah selesai mengantar makanan untuk satpam, si Mbok lalu sarapan.

Setelah selesai sarapan aku duduk berdua sama si Mbok di dapur.

"Mbok, sudah lama kerja disini?"

"Alhamdulillah sudah Non."

"Mbok, boleh tanya sesuatu gak?"

"Silahkan Non."

"Mas Seno kenapa bisa bercerai dengan istrinya?"

Si Mbok diam, sepertinya sedang berpikir.

"Kalau si Mbok, gak bisa cerita juga gak apa-apa kok."

"Bu-bukan begitu Non, tapi sepertinya tidak sopan jika saya yang cerita Non."

"Menurut Mbok, mas Seno itu orangnya seperti apa?"

"Baik, Non, den Seno orang yang sangat baik. Bahkan den Seno itu tidak pernah marah Non." Aku hanya ber O panjang mendengar penuturan si Mbok.

Tiba-tiba handphone ku berbunyi. Ku lihat ada sebuah panggilan dari nomor yang tidak aku kenal.

"Hallo."

"Dek, tolong siapkan baju Mas, nanti siang Mas mau berangkat ke luar kota selama dua minggu, karena mau mau meninjau lokasi."perintahnya

"Lho! Mas tahu nomor ku dari mana?"tanyaku bingung, karena memang aku tidak pernah memberikan nomor telepon ku kepada Mas Seno.

"Ya lucu dong Dek, jika suami istri tidak tahu nomor teleponnya."

"Aneh!"

"Gak, aneh Dek, tapi wajar."

"Terserah, aku gak akan pernah menang melawan Mas!"

"Nah! Gitu dong sayang."

Aku lalu mematikan sambungan telepon sepihak. Malas banget meladeni mas Seno.

Aku meninggalkan si Mbok yang masih di dapur.

Aku segera menyiapkan baju untuk Mas Seno pergi. Setelah selesai memasukkan baju ke koper aku lalu beristirahat.

Aku tertidur karena sangat mengantuk.

Entah sudah berapa lama aku tertidur, hingga aku merasakan ada sebuah sentuhan hangat di bibirku. Aku segera membuka mata, dan betapa terkejutnya aku, melihat wajah mas Seno sudah ada di atas wajahku.

Aku lalu berpaling dan mencoba mendorongnya.

"Mas! Kapan kamu datang?"tanyaku mengalihkan

Mas Seno tersenyum dan tidak menjawab pertanyaan ku.

"Dek. Ikut Mas ke luar kota yok."ajaknya

"Gak ah Mas. Aku di rumah saja to Mas gak lama kan?  "Jawabku

"Apa Dek? Dua Minggu itu gak lama bagimu?"ujarnya sedikit kaget

"Eeehhhmmm..."jawabku

"Kapan kita bisa cepat punya anak, kalau kamu selalu menghindar dari Mas?"ucapnya

"Mulai lagi?"tanyaku

"Iya... Mas ingat sudah berjanji."jawabnya malas

"Ya sudah sana berangkat."perintahku

"Sebelum berangkat Mas boleh kecup dikit aja ya."pintanya memelas

Aku diam sejenak, gak apalah ijinkan kali ini to nanti mas Seno akan pergi lama. Ucapku dalam hati.

Aku tidak menjawab akan tetapi aku memejamkan mataku.

Mas Seno mendekat u rasakan hembusan nafasnya terasa sangat dekat dan tidak menunggu waktu lama Mas Seno sudah mulai melumat bibirku, awalnya dengan lembut, lama-lama semakin beringas, aku mulai terbawa suasana, aku mulai bisa menikmati lumatan demi lumatan Mas Seno.

Setelah cukup lama akhirnya Mas Seno menyudahinya. Dan tersenyum,  wajahku langsung memerah karena malu.

Apa aku sudah mulai siap menerima Mas Seno? Kenapa tadi bisa menikmati dengan apa yang di lakukan Mas Seno? Ucapku dalam hati

Setelah itu Mas Seno pamit untuk berangkat.

Aku mengantar Mas Seno sampai masuk kedalam. Setelah Mas Seno berangkat aku kembali ke dapur.

Ketika aku ke dapur aku terkejut Mbok sedang bicara dengan dua orang wanita paruh baya.

"Lho. Mbok. Mereka siapa?"tanyaku

"Ini, Non. Mereka yang bekerja disini juga bagian bersih-bersih dan cucian."jawabnya

"Dari kemarin saya kok gak lihat mereka Mbok?"tanyaku bingung

"Iya Non, mereka habis cuti dan baru saja datang."jawab Mbok.

"Sekar, Mirah, ini adalah Non Tutik, istri den Seno."ucap si Mbok memperkenalkan mereka ke pada ku.

Mereka mengangguk ke arah ku sambil tersenyum.

"Kalau Mbok sendiri siapa sich namanya? Kok saya cuma tahunya Mbok saja."ujarku

"Kalau saya panggil saja Mbok Sumi, Non."jawab si Mbok.

"Nah! Kalau gini kan, enak."ucapku.

Sekar dan Mirah mohon ijin untuk beristirahat di kamar mereka.

"Mbok. Bapak sama Ibu apa selalu sibuk?"tanyaku

"Iya Non, dari dulu Bapak sama Ibu selalu sibuk. Apalagi waktu habis dibohongi oleh mantan menantunya jadi bertambah sibuk lagi."jawabnya

"Di bohongi?"ucapku sedikit kaget

"Iya Non, dulu ada toko cabang yang maju sangat pesat, nah Non Ria di percaya untuk mengelolanya, entah bagaimana tiba-tiba toko itu bisa menjadi milik Non Ria."jawabnya

"Oh! Jadi mantan istri Mas Seno bernama Ria."celetukku

Mbok Sumi mengangguk. Aku jadi berpikir mungkin perceraian mereka dikarenakan masalah toko itu.

Karena sudah sore aku meminta si Mbok untuk mengeluarkan sayuran dari kulkas untuk ku di masak.

Setelah menyiangi beberapa sayuran, aku segera mengolahnya.

Setelah berkutat sekitar satu jam lebih akhirnya masakan siap.

Dan tepat setelah masakan matang Mbah Pon pulang.

"Eeehhhmmm... Enak banget aroma masakannya Mbok."ujarnya langsung masuk ke dapur

"Iya Bu. Ini Non Tutik yang masak."jawab Mbok Sumi sambil melihat kearah ku

"Memang bisa di andalkan kamu itu Nduk."pujinya

"Cuma masakkan sederhana Mbah."jawabku

"Justru yang begini itu yang nikmat Nduk, oh iya tadi siang Seno pamit ke luar kota. Apa sudah berangkat?"tanyanya

"Sudah Mbah."jawabku

"Dasar anak itu. Selalu sibuk kerja."ujarnya

"Oh ya Nduk besok kita jalan-jalan. Besok kita rubah penampilan mu, biar ketika Seno pulang jadi semakin cinta."imbuhnya

Aku hanya mengangguk. Mbah Pon lalu pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri, sedangkan aku membantu si Mbok menyiapkan piring.

Malam ini terasa begitu berbeda, biasanya ada mas Seno yang menggodaku. Entah mengapa ada rasa rindu di hati ini. Ingin sekali aku menghubunginya. Namun aku tahan, aku tidak mau jika mas Seno tahu jika aku mulai memiliki rasa untuknya.

Tadinya aku berpikir akan lebih tenang dan nyaman tanpa ada Mas Seno di kamar ini, tapi ternyata aku salah. Aku merasa hampa, aku merasa ada yang kurang.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Musri Ani Di Dia
Uda tumbuh bibit cinta nich si Tutik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status