Share

Seorang Teratai

Flash back. 

[Mlm ini aku akan ke rumahmu. Bersama org tuaku]

Pesan itu sukses membuat Tera tak karuan. Malam ini kekasihnya akan datang ke rumah? Bersama orang tuanya? Untuk apa lagi kalau bukan untuk melamar? Kalau sekadar bertandang, tidak perlu bersama orang tua ‘kan?

Menunggu malam rasa seperti menanti entah berapa tahun. Hampir setiap jam Tera memperhatikan jam di dinding. 

Saatnya tiba. Kekasihnya datang bersama kedua orang tuanya. Sekarang sedang berbasa-basi di ruang tamu. Berkali-kali ia mematut diri di cermin dan masuk keluar kamar kecil. 

"Ngapain berdiri di situ sih, Kak? Ganggu orang lewat saja," gerutu adiknya, Kembang Ilung, biasa dipanggil Kembang. 

Kembang masuk ke dapur, mengambil hidangan yang sejak tadi sudah ia siapkan. 

"Lo, kok kamu?" tanya Tera. 

"La, emangnya siapa lagi yang bawa ini? Kakak? Ada-ada saja."

Tera melongo, melihat adiknya membawa hidangan ke ruang tamu. 

"Nah, ini dia anak kami namanya Kembang. Dia kuliah satu fakultas kan dengan Arbain?"

Tera menguping pembicaraan di luar.

"Iya, Bu. Kak Arbain ini kakak senior aku di kampus dulu." Suara Kembang terdengar sangat bersemangat. 

"Iya, Mbak. Tanpa basa-basi, Kembang juga pasti sudah cerita kedatangan kami ke sini untuk melamar Kembang."

Deg. Tera tersentak. Tubuhnya tersandar ke dinding. Badannya gemetaran, tetapi tetap bertahan, barangkali ia salah dengar. 

Tidak salah lagi. Kedatangan Arbain memang untuk melamar Kembang, bukan dirinya. 

Ia terhenyak di ujung ranjang. Ia kembali membaca pesan Arbain yang masuk. Tidak ada yang salah, dirinya yang salah memahami. Arbain memang bilang ke rumahnya, tetapi bukan untuk melamar dirinya, melainkan adiknya. Betapa naif dirinya. 

***

Namanya Teratai, biasa dipanggil Tera. Gadis miskin desa yang tak mampu mengenyam pendidikan lebih tinggi. Ia hanya mampu sampai di sekolah dasar. 

Anak seorang nelayan yang lahir dan besar di desa Bangkau, daerah rawa, pertengahan antara Gambah dan Nagara. Tamat SD ia langsung menjadi seorang nelayan. Hanya bermodalkan sampan peninggalan bapaknya yang meninggal sewaktu ia masih kelas enam SD. Terkubur sudah cita-citanya untuk sekolah tinggi. 

Tubuh kecilnya tidak berbanding dengan sampan yang dikayuh. Kepanasan dan kehujanan, sudah menjadi santapannya sejak kecil. Kulit hitamnya bertambah gosong akibat sengatan matahari tanpa empati.

Itulah kerasnya kehidupan Tera. Namun, semua itu tidak mematahkan semangatnya. Cita-citanya boleh kandas, tetapi ia masih memiliki tiga orang adik, penyambung cita-citanya. Kembang Ilung, Elang dan Lilac.

Ia tidak mengerti mengapa bapaknya mengambil nama-nama yang tak jauh dari lingkungan mereka.

Apakah bapaknya terlalu mencintai lingkungan atau tidak tahu memberi nama apa karena saking miskinnya. Bapaknya tak punya waktu memikirkan nama-nama buat anaknya. 

Namun, ia dan saudaranya lebih beruntung memiliki nama yang lumayan indah. Tiga anak perempuan dikasih nama bunga, sedang saudara laki-laki diberi nama burung. Elang, disebut saja, sudah dapat dibayangkan bagaimana ganteng dan gagahnya burung itu. 

Dibanding bapaknya, mereka lebih beruntung. bapaknya diberi nama Mungkur. Terdengar antara angker sekaligus menggelikan. 

Mungkur adalah gundukan tanah di tengah-tengah danau. Di mungkur inilah biasanya, ikan-ikan betah di sana. Kawin, bertelur dari turun temurun. Ya, di balik nama Mungkur, mungkin kakeknya mempunyai harapan yang tinggi, agar anaknya mempunyai rezeki yang melimpah. Sayangnya keinginan kakeknya tidak terkabul. Bapaknya hidup dalam keadaan miskin sampai meninggal. 

Pernah dengar jawaban doa yang tertunda? Mungkin inilah yang terjadi di keluarga Mungkur. Ia memiliki seorang Tera yang dikaruniai kegigihan dan kecerdasan luar biasa untuk menopang hidupnya, ibu dan ketiga saudaranya. 

Menjadi seorang nelayan, tidak serta merta benar-benar kemalangan baginya. Nyatanya ia banyak belajar dari alam. Mengamati perkembangan alam. Dari pengamatan inilah, ia sudah memprediksikan, tak selamanya warga Bangkau dapat menyandarkan hidup pada alam. 

Perlahan penghasilan ikan semakin sedikit. Ikan-ikan yang ada di desa Bangkau, rata-rata memiliki perkembang biakan yang sangat banyak. Seakan-akan mereka sudah ditakdirkan untuk kelangsungan hidup orang-orang Bangkau. Namun, oleh keserakahan segelintir orang, mengubah ekosistem menjadi kacau. Mereka menangkap dengan cara yang tercela. Menggunakan obat-obatan biasa disebut putas, atau disetrum dengan menggunakan tenaga aki. Sejak melihat penomena itulah, ia mulai berpikir ingin memiliki sebuah usaha dan akan mempekerjakan remaja-remaja Bangkau. Harapan tertingginya, mereka bisa sekolah tinggi. Cukup dirinya yang merasakan sakitnya mengubur mimpi. 

Bapaknya meninggalkan sebuah mungkur di danau Bangkau. Ia memperlakukan mungkur ini layaknya seperti seorang bapak. Ia mengelilingi mungkur dengan hampang.¹ Ikan yang mengelilingi mungkur akan terjebak dalam hampang. Jangan khawatir, ikan-ikan akan betah di sana, karena Tera menutupi permukaan air dengan enceng gondok. Di sanalah ikan akan makan, kawin dan beranak. 

Untuk menangkap ikannya, Tera menggunakan lukah² atau pangilar yang anyamannya sangat jarang. Hanya ikan-ikan besar saja yang terjebak. Setahun sekali ia memanen dengan meminta bantuan warga. Karena saat itu tubuh dan tenaganya sangat tidak memungkinkan. Namun, di balik itu, ia sangat senang melihat wajah bahagia warga karena kecipratan rezeki. Berkat itu pula, ia sering mendapatkan doa warga untuknya agar selalu dimurahkan rezeki.

Tak jauh dari mungkur, ia membudidayakan teratai. Ia merawat teratai sebagaimana merawat dirinya sendiri. Dari teratai ia mengambil buahnya, yang disebut warga lokal dengan nama talipuk. Talipuk diolah menjadi tepung untuk membuat berbagai macam kue. Kue dari talipuk yang paling terkenal di sekitar Kalimantan Selatan adalah kue cincin talipuk. Dari teratai ini, ia dapat menjual tepung talipuk kepada seorang penadah yang nantinya dijual lagi kepada pedagang-pedagang cincin talipuk yang berada di Amuntai. Lumayan jauh dari tempatnya. 

Dalam usia 20 tahun, ia memiliki industri home membuat kerupuk dari ikan gabus. Sekarang kerupuknya sudah tersebar di sekitar dua kecamatan.Dari kerupuk itulah, ia mempunyai menyekolahkan ketiga adiknya, bahkan  Arbain. 

Arbain anak pemilik sebuah warung tempat Tera menitip kerupuk waktu itu. Sering bertransaksi membuat mereka akrab. Arbain tidak segan curhat padanya. Yang paling banyak Arbain keluhkan soal keuangan untuk sekolahnya. Waktu itu Arbain sudah di sekolah SMA. 

Tera seorang yang terhalang menggapai mimpi terenyuh hatinya Ia tidak segan-segan memberikan sedikit penghasilan untuk Arbain, bahkan sampai kuliah. Arbain menyatakan perasaannya pada Tera dan ingin menjadi seorang pacar. 

Tera gadis polos, sedikitpun tidak terbersit mencurigai Arbain. Arbain sering sekali memamerkan hasil ulangan, tugas atau angka yang semuanya merupakan barang ajaib bagi Tera. Bahkan ia meminta Arbain agar selalu menjaga Kembang, karena kuliah di jurusan yang sama. Fakultas ekonomi dan bisnis di universitas Lambung Mangkurat. 

Tera mengusap wajah dengan kasar. Pantang baginya meneteskan air mata hanya untuk seorang pecundang seperti Arbain. 

***

Waktu terus berlalu. Mungkin hanya dirinya yang tahu bagaimana hancur perasaannya. Ironisnya, mantan akan menjadi iparnya. Budaya Bangkau, jika menikah, sang laki-laki yang ikut ke rumah istrinya. Itu artinya, ia akan seatap dengan Arbain. Membayangkannya saja, tulangnya terasa ngilu.

Dengan menyembunyikan luka, Tera melewati harinya. Hari perkawinan Kembang dan Arbain telah tiba. Banyak orang di rumahnya, bergotong royong demi kelancaran acara. 

Ada yang memasang tenda, kursi, memasak, atau bahkan sekadar ngobrol. Di sela warawiri Tera melayani tamu, ia sempat menangkap bisik-bisik membicarakan dirinya. Ya, itulah takdir yang dijalani saat ini, dilangkahi adiknya. Mungkin juga nanti dilangkahi Elang dan Lilac. Ia pesimis mendapat jodoh, mengingat tidak ada secuil pun kecantikan pada dirinya. Bahkan Arbain yang ia percayai, hanya memanfaatkan uangnya, ironisnya malah menikahi Kembang. Tidak cukupkah hanya sekadar mengkhianatinya? Di antaranya banyaknya gadis cantik, kenapa harus Kembang?

Catatan

¹ Hampang: bilang dari bambu dianyam jarang. Dulu alat ini bisa digunakan untuk menjemur ikan. 

² Lukah: alat menangkap ikan berbentuk lonjong, seperti roket. 

³ pengilar: alat menangkap ikan berbentuk amor. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status