Share

Seorang Teratai

Penulis: El Nurien
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-26 19:14:38

Flash back. 

[Mlm ini aku akan ke rumahmu. Bersama org tuaku]

Pesan itu sukses membuat Tera tak karuan. Malam ini kekasihnya akan datang ke rumah? Bersama orang tuanya? Untuk apa lagi kalau bukan untuk melamar? Kalau sekadar bertandang, tidak perlu bersama orang tua ‘kan?

Menunggu malam rasa seperti menanti entah berapa tahun. Hampir setiap jam Tera memperhatikan jam di dinding. 

Saatnya tiba. Kekasihnya datang bersama kedua orang tuanya. Sekarang sedang berbasa-basi di ruang tamu. Berkali-kali ia mematut diri di cermin dan masuk keluar kamar kecil. 

"Ngapain berdiri di situ sih, Kak? Ganggu orang lewat saja," gerutu adiknya, Kembang Ilung, biasa dipanggil Kembang. 

Kembang masuk ke dapur, mengambil hidangan yang sejak tadi sudah ia siapkan. 

"Lo, kok kamu?" tanya Tera. 

"La, emangnya siapa lagi yang bawa ini? Kakak? Ada-ada saja."

Tera melongo, melihat adiknya membawa hidangan ke ruang tamu. 

"Nah, ini dia anak kami namanya Kembang. Dia kuliah satu fakultas kan dengan Arbain?"

Tera menguping pembicaraan di luar.

"Iya, Bu. Kak Arbain ini kakak senior aku di kampus dulu." Suara Kembang terdengar sangat bersemangat. 

"Iya, Mbak. Tanpa basa-basi, Kembang juga pasti sudah cerita kedatangan kami ke sini untuk melamar Kembang."

Deg. Tera tersentak. Tubuhnya tersandar ke dinding. Badannya gemetaran, tetapi tetap bertahan, barangkali ia salah dengar. 

Tidak salah lagi. Kedatangan Arbain memang untuk melamar Kembang, bukan dirinya. 

Ia terhenyak di ujung ranjang. Ia kembali membaca pesan Arbain yang masuk. Tidak ada yang salah, dirinya yang salah memahami. Arbain memang bilang ke rumahnya, tetapi bukan untuk melamar dirinya, melainkan adiknya. Betapa naif dirinya. 

***

Namanya Teratai, biasa dipanggil Tera. Gadis miskin desa yang tak mampu mengenyam pendidikan lebih tinggi. Ia hanya mampu sampai di sekolah dasar. 

Anak seorang nelayan yang lahir dan besar di desa Bangkau, daerah rawa, pertengahan antara Gambah dan Nagara. Tamat SD ia langsung menjadi seorang nelayan. Hanya bermodalkan sampan peninggalan bapaknya yang meninggal sewaktu ia masih kelas enam SD. Terkubur sudah cita-citanya untuk sekolah tinggi. 

Tubuh kecilnya tidak berbanding dengan sampan yang dikayuh. Kepanasan dan kehujanan, sudah menjadi santapannya sejak kecil. Kulit hitamnya bertambah gosong akibat sengatan matahari tanpa empati.

Itulah kerasnya kehidupan Tera. Namun, semua itu tidak mematahkan semangatnya. Cita-citanya boleh kandas, tetapi ia masih memiliki tiga orang adik, penyambung cita-citanya. Kembang Ilung, Elang dan Lilac.

Ia tidak mengerti mengapa bapaknya mengambil nama-nama yang tak jauh dari lingkungan mereka.

Apakah bapaknya terlalu mencintai lingkungan atau tidak tahu memberi nama apa karena saking miskinnya. Bapaknya tak punya waktu memikirkan nama-nama buat anaknya. 

Namun, ia dan saudaranya lebih beruntung memiliki nama yang lumayan indah. Tiga anak perempuan dikasih nama bunga, sedang saudara laki-laki diberi nama burung. Elang, disebut saja, sudah dapat dibayangkan bagaimana ganteng dan gagahnya burung itu. 

Dibanding bapaknya, mereka lebih beruntung. bapaknya diberi nama Mungkur. Terdengar antara angker sekaligus menggelikan. 

Mungkur adalah gundukan tanah di tengah-tengah danau. Di mungkur inilah biasanya, ikan-ikan betah di sana. Kawin, bertelur dari turun temurun. Ya, di balik nama Mungkur, mungkin kakeknya mempunyai harapan yang tinggi, agar anaknya mempunyai rezeki yang melimpah. Sayangnya keinginan kakeknya tidak terkabul. Bapaknya hidup dalam keadaan miskin sampai meninggal. 

Pernah dengar jawaban doa yang tertunda? Mungkin inilah yang terjadi di keluarga Mungkur. Ia memiliki seorang Tera yang dikaruniai kegigihan dan kecerdasan luar biasa untuk menopang hidupnya, ibu dan ketiga saudaranya. 

Menjadi seorang nelayan, tidak serta merta benar-benar kemalangan baginya. Nyatanya ia banyak belajar dari alam. Mengamati perkembangan alam. Dari pengamatan inilah, ia sudah memprediksikan, tak selamanya warga Bangkau dapat menyandarkan hidup pada alam. 

Perlahan penghasilan ikan semakin sedikit. Ikan-ikan yang ada di desa Bangkau, rata-rata memiliki perkembang biakan yang sangat banyak. Seakan-akan mereka sudah ditakdirkan untuk kelangsungan hidup orang-orang Bangkau. Namun, oleh keserakahan segelintir orang, mengubah ekosistem menjadi kacau. Mereka menangkap dengan cara yang tercela. Menggunakan obat-obatan biasa disebut putas, atau disetrum dengan menggunakan tenaga aki. Sejak melihat penomena itulah, ia mulai berpikir ingin memiliki sebuah usaha dan akan mempekerjakan remaja-remaja Bangkau. Harapan tertingginya, mereka bisa sekolah tinggi. Cukup dirinya yang merasakan sakitnya mengubur mimpi. 

Bapaknya meninggalkan sebuah mungkur di danau Bangkau. Ia memperlakukan mungkur ini layaknya seperti seorang bapak. Ia mengelilingi mungkur dengan hampang.¹ Ikan yang mengelilingi mungkur akan terjebak dalam hampang. Jangan khawatir, ikan-ikan akan betah di sana, karena Tera menutupi permukaan air dengan enceng gondok. Di sanalah ikan akan makan, kawin dan beranak. 

Untuk menangkap ikannya, Tera menggunakan lukah² atau pangilar yang anyamannya sangat jarang. Hanya ikan-ikan besar saja yang terjebak. Setahun sekali ia memanen dengan meminta bantuan warga. Karena saat itu tubuh dan tenaganya sangat tidak memungkinkan. Namun, di balik itu, ia sangat senang melihat wajah bahagia warga karena kecipratan rezeki. Berkat itu pula, ia sering mendapatkan doa warga untuknya agar selalu dimurahkan rezeki.

Tak jauh dari mungkur, ia membudidayakan teratai. Ia merawat teratai sebagaimana merawat dirinya sendiri. Dari teratai ia mengambil buahnya, yang disebut warga lokal dengan nama talipuk. Talipuk diolah menjadi tepung untuk membuat berbagai macam kue. Kue dari talipuk yang paling terkenal di sekitar Kalimantan Selatan adalah kue cincin talipuk. Dari teratai ini, ia dapat menjual tepung talipuk kepada seorang penadah yang nantinya dijual lagi kepada pedagang-pedagang cincin talipuk yang berada di Amuntai. Lumayan jauh dari tempatnya. 

Dalam usia 20 tahun, ia memiliki industri home membuat kerupuk dari ikan gabus. Sekarang kerupuknya sudah tersebar di sekitar dua kecamatan.Dari kerupuk itulah, ia mempunyai menyekolahkan ketiga adiknya, bahkan  Arbain. 

Arbain anak pemilik sebuah warung tempat Tera menitip kerupuk waktu itu. Sering bertransaksi membuat mereka akrab. Arbain tidak segan curhat padanya. Yang paling banyak Arbain keluhkan soal keuangan untuk sekolahnya. Waktu itu Arbain sudah di sekolah SMA. 

Tera seorang yang terhalang menggapai mimpi terenyuh hatinya Ia tidak segan-segan memberikan sedikit penghasilan untuk Arbain, bahkan sampai kuliah. Arbain menyatakan perasaannya pada Tera dan ingin menjadi seorang pacar. 

Tera gadis polos, sedikitpun tidak terbersit mencurigai Arbain. Arbain sering sekali memamerkan hasil ulangan, tugas atau angka yang semuanya merupakan barang ajaib bagi Tera. Bahkan ia meminta Arbain agar selalu menjaga Kembang, karena kuliah di jurusan yang sama. Fakultas ekonomi dan bisnis di universitas Lambung Mangkurat. 

Tera mengusap wajah dengan kasar. Pantang baginya meneteskan air mata hanya untuk seorang pecundang seperti Arbain. 

***

Waktu terus berlalu. Mungkin hanya dirinya yang tahu bagaimana hancur perasaannya. Ironisnya, mantan akan menjadi iparnya. Budaya Bangkau, jika menikah, sang laki-laki yang ikut ke rumah istrinya. Itu artinya, ia akan seatap dengan Arbain. Membayangkannya saja, tulangnya terasa ngilu.

Dengan menyembunyikan luka, Tera melewati harinya. Hari perkawinan Kembang dan Arbain telah tiba. Banyak orang di rumahnya, bergotong royong demi kelancaran acara. 

Ada yang memasang tenda, kursi, memasak, atau bahkan sekadar ngobrol. Di sela warawiri Tera melayani tamu, ia sempat menangkap bisik-bisik membicarakan dirinya. Ya, itulah takdir yang dijalani saat ini, dilangkahi adiknya. Mungkin juga nanti dilangkahi Elang dan Lilac. Ia pesimis mendapat jodoh, mengingat tidak ada secuil pun kecantikan pada dirinya. Bahkan Arbain yang ia percayai, hanya memanfaatkan uangnya, ironisnya malah menikahi Kembang. Tidak cukupkah hanya sekadar mengkhianatinya? Di antaranya banyaknya gadis cantik, kenapa harus Kembang?

Catatan

¹ Hampang: bilang dari bambu dianyam jarang. Dulu alat ini bisa digunakan untuk menjemur ikan. 

² Lukah: alat menangkap ikan berbentuk lonjong, seperti roket. 

³ pengilar: alat menangkap ikan berbentuk amor. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bahagia Setelah Terusir   Teratai Dan Danau Bangkau

    "Kamu pakai parfum apa?" tanya Sanad. "Parfum yang kamu kasih." "Aku suka wanginya." Sanad tergoda membaui aroma lembut di leher Tera. Tera merasakan bulu romanya merinding. Kehangatan napas Sanad menimbulkan reaksi alamiah yang membuat Sanad semakin bersemangat."San, hati-hati, kamu tidak bisa mandi lo." Tera mengingatkan.Tera menghempaskan napasnya. Ia segera bangkit, dan menurunkan kakinya ke lantai. "Aku pingin lihat Evan. Kok nggak ada suaranya." Tangan Sanad menyambar pinggangnya. "Tadi dia sama Lilac.""Aku pingin lihat, khawatir badannya bentol-bentol."Sanad menarik bahunya hingga terbaring. Seketika tubuhnya terkunci oleh sebelah tangan kekar."Tadi aku sudah minta Lilac agar mengolesi kulitnya dengan lotion anti nyamuk." Sanad meletakkan bibirnya di leher Tera. "San, kamu berani berendam di tengah malam? Bukan mandi di kolam rumah lo.""Kita mandi bersama.""San …." Mendadak bibirnya terkunci oleh

  • Bahagia Setelah Terusir   Ending (Season 1)

    "Benarkah? Janji?!""Iya …."*** Kamar Tera kini dihiasi layaknya kamar pengantin. Ada sedikit berbeda di kamar Tera dibanding kamar pengantin umumnya. Di zaman sekarang, pengantin lebih banyak menggunakan ranjang modern tipe divan bed, sedang Tera memilih tipe ranjang kelambu. Ranjang yang memiliki kanopi supaya bisa dipasang kelambu. Dulu orang Bangkau banyak memakai tipe ini, mengingat kampung mereka banyak nyamuk. Perlahan ranjang kelambu kekurangan peminatnya, karena ranjang divan bed setiap masa desainnya semakin modern dan untuk menghiasi kamar pun semakin banyak kreasinya. Soal nyamuk, itu nanti dipikirkan, yang penting terlebih dahulu menikmati sebagai sepasang raja ratu, meski hanya sehari.Berbeda dengan Tera, mengingat Sanad bukanlah orang Bangkau, tentu nyamuk bukanlah perkara bisa dianggap enteng. Pertama kali yang dipikirkannya bagaimana supaya suaminya bisa tidur dengan nyaman tanpa adanya gangguan nyamuk. Menggunakan obat nyamuk sepanjang malam bukanlah pilihan ya

  • Bahagia Setelah Terusir   Ending (Season 1)

    "Cil." Tera ikutan menangis. "Kenapa ngungkit itu, kan jadi nangis." Ia mengusap wajahnya kasar.Kembang mengambilkan tisu, lalu meletakkan di tengah-tengah."Terima lah dia. Dilihat kesungguhannya ingin beli Teratai Kedua, terlihat dia sangat ingin membahagiakanmu. Masalah perbedaan, asal sama-sama mau berusaha dan terbuka, seiring waktu kalian akan bisa saling mengimbangi.""Cil." Tera meletakkan wajahnya di pangkuan Acil Nurul. Tangisnya makin menderu. Bastiah dan Kembang ikut mengusap wajahnya. Air mata Acil Nurul tak henti-hentinya mengalir. Sebelah tangannya membelai rambut Tera. "Doa Acil akan selalu menyertaimu."***Hari lamaran tiba. Mengingat Bastiah sering menyebut perbedaan, Sanad mengantisipasi dengan hanya melibatkan keluarga dari pihak ibunya yang berada di Baruh Kambang. Secara kelas social mereka tidak terlalu berbeda. Ditambah Muallim Ibrahim, keluarga Tera yang tinggal di Baruh Kambang mem

  • Bahagia Setelah Terusir   Menuju Ending (2)

    “Aku pergi dulu. Jaga diri baik-baik. Malam ini aku akan ke sini.”“Jangan!” jawab Tera cepat. "Kenapa?" "Kamu lihatlah, bagaimana mereka," bisik Tera sambil mengerling ke arah kumpulan tetangga. "Tapi masih banyak yang harus kita bicarakan.""Kita bisa bicara lewat telepon kan?""Iya, sih. Tapi ….""Ayo lah …."Akhirnya mau tak mau, Sanad harus mau menuruti Tera. Benar saja, begitu mobil Sanad menjauh, ibu-ibu di kumpulan itu langsung memberondongnya. Mereka mengikuti Tera sampai ke dalam rumah. "Bagaimana keadaanmu, Tera? Alhamdulillah, akhirnya bisa pulang," ucap salah seorang ibu yang muka cemongnya dengan pupur basah. "Aku nggak menyangka lo, Tera. Kamu kemarin sudah kayak mayat," imbuh seorang perempuan muda. "Oh iya, laki-laki tadi menyelamatkanmu kemarin kan? Dia siapa? Jangan katakan dia langganan kerupukmu!""Mulai," batin Tera. Bastiah datang membawa

  • Bahagia Setelah Terusir   Menuju Ending

    "Jangan khawatir. Aku hanya butuh akuisisi. Produksinya tetap mereka yang tangani, kamu hanya bertanggungjawab bagian pengembangan." Tera menghela napasnya. "Tapi … apa aku bisa? Teratai Produksi yang sempat jaya bertahun-tahun, sekarang kolaps padahal ditangani seorang sarjana. Rudi cerita produksi Teratai Kedua juga mengalami kemunduran, apa aku bisa membangkitkannya, padahal kamu telah mengeluarkan banyak biaya." "Kamu pasti bisa. Kamu dengarkan Mama sudah menawarkan tempat untukmu, tinggal produksi saja lagi dengan kualitas sebaik mungkin." "Aku takut mengecewakan."Sanad meraih bahu Tera. "Aku percaya kamu pasti bisa.""Coba saja, Tera. Nanti aku langsung akan cek barangnya, aku tidak akan segan menolak, kalau memang itu tidak layak bertengger di minimarket kami."Tera mengangguk. "Terima kasih, Bu.""Semangatlah." Sanad mendekatkan wajahnya ke telinga Tera. "Ini kesempatanmu membuktikan diri kalau kamu layak jadi istri Sanad."Tera berdecak. Fatima tersenyum penuh arti. Tapi

  • Bahagia Setelah Terusir   Orang Kota dan Orang Kampung

    "Belum apa-apa sudah nyusur. Tera, kamu dan dia jauh banget. Dia orang kota, kita orang kampung. Orang kampung masih polos. Bagaimana kamu bisa hidup sebebas dia? Belum jadi istri sudah berani cium. Kamu juga, diam aja dicium," gerutu Bastiah. Elang tertawa. "Siapa bilang orang kampung itu masih polos? Sekarang informasi mudah diakses, jadi hal semacam itu bukan lagi hal tabu. Ibu saja yang tidak memperhatikan perubahan zaman.""Pokoknya aku tak suka dengan orang kota. Mereka nggak akan bisa beradaptasi dengan lingkungan kita.""Sudahlah, Bu. Kenapa sih selalu maunya punya Ibu yang dijalankan?" sanggah Elang."Bukan begitu. Orang tua itu sudah banyak makan asam garam," sahut Bastiah. "Aku tau. Tapi Kak Tera juga sudah dewasa. Apa yang terjadi nanti, tentu dia sudah siap menghadapinya. Yang merepotkan, jika Ibu bersikukuh dengan pendapat Ibu, tiba-tiba nanti dia mengalami hal buruk, maka beban yang dirasakan Kak Tera akan terasa lebih be

  • Bahagia Setelah Terusir   Orang Kota dan Orang Kampung

    "Dia Elang, adikku. Yang masih kuliah di Bjb." Tera mengenalkan.  "Evan ingat tidak?"Evan mengangguk. "Om Elang." "Pintar!" Tera mengeratkan pelukannya.Kedua lelaki itu saling berjabat tangan dan mengenalkan diri. "Akhirnya aku bisa bertemu dengan Anda," ucap Elang nada membuat Tera mengernyit. Mata tajamnya menatap penuh selidik. "Elang, apaan sih kamu?" tegur Tera. "Tidak apa. Aku hanya ingin memastikan orang yang dekat dengan kakakku itu orang baik. Aku tidak ingin kejadian dulu terulang lagi," sahut Elang sambil mengerling ke arah Arbain. "Ngomong apa kamu, Lang?" sela Bastiah. "Oh iya, Nak Sanad. Ini agak kasar, tapi Ibu minta kamu jangan terlalu dekat dengan Teratai. Teratai telah bertunangan dan kamu juga telah beristri. Sebagai seorang ibu, tentu aku tidak ingin putriku jadi perusak rumah tangga orang lain.""Ibu ngomong apa sih?" seru Teratai. Ia mengerling ke arah Evan. Sanad mendekati

  • Bahagia Setelah Terusir   Bimbang (2)

    Tera membuka mulut, tetapi menutup kembali. Tidak memungkinkan ia membela diri di saat sama-sama emosi. Selain itu, ia tidak tahu betul bagaimana hubungan Sanad dengan Hayati. Sanad belum bercerita kalau sudah bercerai dengan Hayati. "Terserah Ibu lah," ucapnya akhirnya, lalu menutup diri. Dalam selimut ia masih saja mendengar wejangan Bastiah. "Tera, aku tahu perlakuan laki-laki itu sangat baik padamu, tapi jangan jadi perusak rumah tangga orang. Selain itu, sebesar apa pun ia mencintaimu, kalian dari kasta yang berbeda. Aku sudah dengar dari Arbain. Dia putra bosnya yang memiliki banyak minimarket. Dari segi keturunan, mereka juga dari kaum bangsawan, bergelar Gusti."Tera tercenung. Ia masih belum berani berharap pada Sanad. Namun membayangkan perbedaan yang sangat jauh membuat nyalinya ciut. Bahkan berbanding dengan Evan saja dia masih ketinggalan jauh. Antara langit dan bumi. Ia sering menemani Evan ke berbagai acara keluarga, rata-rata mereka baik dan ramah, tapi itu dulu h

  • Bahagia Setelah Terusir   Bimbang

    "San, aku ingin bicara denganmu. Ada waktu?" tanya Rudi.Sanad mengerutkan keningnya. Sesaat ia menoleh ke arah Tera. Gadis itu terlihat cemas. Ia juga menoleh ke Bastiah."Asal tidak sekarang, kapan?""Nanti kasih kabar, jika kamu punya waktu."***Sepeninggalan Sanad, Bastiah membuka kulkas. Sesaat matanya membesar. Melihat kulkas yang terisi penuh. Mulai roti, buah, cake, susu cair, yogurt, teh botol dan air mineral. "Kalian mau jualan?" ejek Bastiah. Tera menengok sebentar, tapi lalu kembali berpaling. Bahkan menoleh pun masih terasa sakit.Rudi duduk berhadapan dengan Tera yang sedang menyuap buburnya. "Bubur sumsumnya tidak dimakan?" tanya Rudi."Habiskan ini dulu. Sayang, sudah terlanjur. Itu kan masih belum bergerak, nggak papa disimpan lama." Rudi terkekeh. Tera memang selalu begitu, penuh dengan pertimbangan. Tidak bisa kah di saat sakit seperti ini mengutamakan rasa

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status