ホーム / Romansa / Balada Perawan Tua / 1. Sandrina Rahayu

共有

Balada Perawan Tua
Balada Perawan Tua
作者: Rahayu Veni

1. Sandrina Rahayu

作者: Rahayu Veni
last update 最終更新日: 2025-02-03 14:03:21

Perawan tua? Dua kata maut yang seringkali menyakiti perasaan wanita ketika ada orang yang melabeli mereka dengan dua kata itu, termasuk aku, Sandrina Rahayu yang lima bulan lagi akan berulang tahun ke tiga puluh tahun tapi selalu menjadi bulan-bulanan tetangga di kampungku karena aku belum menikah.

"Belum tiga puluh Kak San, baru mau," ucap Mayang, teman seperjuangan di tempat kerjaku yang juga sama-sama jomlo. Bedanya Mayang baru berumur 25 tahun.

"Iya tahu, tapi orang-orang udah pada heboh karena aku belum nikah," sungutku. "Yakali cari jodoh itu kayak beli cilok, tinggal panggil abangnya langsung bisa dibeli dan dinikmati," tambahku berapi-rapi. "Yang ada dapetnya mokondo. Dikira drama China, kepeleset dapet jodoh CEO."

Mayang terkikik geli. "Sabar Kak San, orang sabar pantatnya lebar."

Aku mendelik mendengar ucapannya. "Nyindir banget sih, udah sabar dari jaman orok pantatku nggak lebar-lebar."

Mayang tertawa, namun tidak berselang lama karena melihat atasan kami datang. Pria tampan yang katanya belum menikah meskipun umurnya lebih tua dariku itu tampak masuk ke dalam ruangannya. Enaknya jadi pria, tidak ada yang mencibir meskipun belum menikah apalagi si pria itu kaya raya. Sungguh tidak adil dunia.

"Kak San, gebet bapake aja biar nggak jomlo. Kan sama-sama jomlo." Mayang berbisik dengan mata mengerling jahil.

Aku mendengkus, telunjukku menoyor kening gadis itu. "Sembarangan, mau ngayal juga aku mikir-mikir kali. Bapake seleranya model professional bukan model-modelan aku begini."

"Kali aja Kak San jodoh sama bapake," kata Mayang.

"Ngawur," sahutku. "Orang kaya jodohnya orang kaya, nggak mungkin ganti selera."

Aku memilih tidak lagi menanggapi ocehan berisi khayalan Mayang dan kembali fokus menatap layar komputerku yang menampilkan tabel berisi angka dan dipenuhi dengan rumus yang selalu membuat pusing kepala. Entah mengapa aku bisa mendapatkan pekerjaan yang bertolak belakang dari jurusan yang aku tempuh ketika kuliah dulu, namun kenyataan itulah yang banyak terjadi di dunia kerja. Kuliah jurusan apa kerjanya jadi apa, yang penting kerja, iya nggak?

Banyaknya pekerjaan membuat waktu berjalan sangat cepat hingga tidak sadar jika sudah waktunya istirahat. Fokusku terdiktrasi ketika mendengar suara langkah kaki yang dihasilkan dari sepatu hak tinggi yang digunakan oleh seorang wanita yang terlihat diantar oleh sekretaris atasan kami menuju ruangan beliau.

"Kan, apa kubilang, selera bapake minimal yang begitu," bisikku pada Mayang, ekor mataku menunjuk ke arah wanita cantik dengan postur tubuh layaknya seorang model.

Mayang mencebik. "Tu betina udah ditolak berkali-kali sampa bapake masih aja punya muka buat dateng ke sini."

Aku memandang Mayang, merasa jika aku ketinggalan informasi tentang penolakan atasan kami yang bernama Anggara Prasetya itu. "Emang kapan bapake nolak?" Aku jadi penasaran.

"Makanya jangan pacaran sama pivot mulu, jadinya ketinggalan info." Bukannya menjawab Mayang malah mengatakan hal yang nyata, tampaknya aku jomlo karena terlalu banyak bergaul dengan rumus pivot dan teman-temannya."Jawab May, jangan malah mengalihkan pembicaraan," kataku sebal.

"Jawabannya iya benar, si betina itu udah ditolak berkali-kali sama bapake," jawab Mayang.

Aku menatap ke arah ruangan atasan kami yang tertutup rapat dan sunyi senyap. "Kalau aku secantik dia, nyari yang lain aja dibanding ngejar-ngejar si bapak."

"Itu kan pikiran Kak San," kata Mayang.

Aku manggut-manggut. "Iya juga sih, pikiran orang kan beda-beda. Mungkin dia udah bucin to the max sama si bapak."

Sesaat setelah aku mengatakan hal itu. TIba-tiba saja terdengar huru-hara di ruangan Pak Anggara. Ingin menguping tentu saja, tapi mana berani. Takut tiba-tiba pintu terbuka dan jeng jeng jeng Pak Anggara akan menatapku yang menguping dengan tatapan murka, tentu saja tidak. Aku masih butuh kerja.

Wajahku dan tentu saja wajah rekan-rekan kerjaku spontan menunduk ketika mendengar suara pintu ruangan atasan kami terbuka, tidak ada satupun dari kami yang berani mengangkat kepala hanya telinga kami saja yang awas mendengar percakapan antara pria dan wanita yang tidak jelas hubungannya apa.

"Jangan pernah datang ke kantor saya lagi," ucap Pak Anggara dengan suara tegas.

"Aku ke sini karena kamu nggak bisa dihubungi babe," ucap wanita yang aku lupa bernama siapa dengan nada manja dan memelas.

Aku mengintip dengan ujung mataku. Sial, Pak Anggara sedang melihat ke arahku. Buru-buru aku mengalihkan pandangan ke layar komputer dan pura-pura mengetik.

"I'm not your babe." Setelah mengatakan hal itu atasanku yang sedang dalam mode senggol bacok itu langsung masuk ke dalam ruangannya. Terdengar suara pintu terkunci dari dalam membuat si wanita yang tadi memanggilnya babe menghentakkan kaki lalu meninggalkan ruangan kerja kami.

Mataku langsung berpandangan dengan Mayang, lalu kami sama-sama terkikik tanpa suara. Aku yakin kejadian ini akan langsung menjadi trending topic antara karyawan saat makan siang.

"Sandrina!" Aku yang sedang memoles lipstick karena akan pergi makan siang mendongak, Pak Anggara sudah berdiri di depan kubikelku.

"Iya Pak," sahutku kikuk.

"Laporan mingguan mana? Belum masuk ke saya?" tanyanya dengan tatapan super tajam setajam belati baru di asah.

"Sudah Pak, tadi jam sebelas saya kirim ke email Bapak," jawabku.

Pak Anggara terdiam, lalu tanpa mengatakan apapun ia kembali ke ruangannya. Aku mengerenyitkan kening lalu memandang Mayang yang terlihat mengedikkan bahunya.

"Udah yuk, kita maksi nanti keburu habis waktunya." Aku mengoleskan lipstick dengan cepat lalu menuju kantin karyawan sambil berharap atasanku itu tidak kembali memanggilku di saat genting seperti ini.

Kantin karyawan sudah dipenuhi oleh manusia-manusia yang ingin mengisi perut mereka. Aku bertugas mencari meja dan Mayang yang memesan makanan. Kami memesan soto ayam langganan yang terkenal enak dan murah- meriah.

Hidup di ibukota dengan gaji lumayan tidak membuat aku serta merta sangat sejahtera karena memang besarnya penghasilan yang aku hasilkan sebanding dengan pengeluaran. Maka dari itu, aku harus pandai-pandai berhemat. Meskipun tidak memiliki tanggunan karena aku anak tunggal dan orang tuaku memiliki pekerjaan, tetap saja tanggungan gaya hidup di kota besar sangatlah besar.

Aku menatap sekeliling, kantin ini selalu penuh setiap hari karena memang menyajikan aneka macam makanan yang harganya terjangkau.

Tidak lama menunggu, Mayang datang dengan membawa nampan berisi dua mangkuk soto ayam dan dua piring nasi, untuk minum aku dan Mayang membawa air minum sendiri.

"San!" seru Mas Cahya sambil menepuk pundakku. Hampir saja aku tersedak kuah soto yang sudah aku tambahkan sambal.

"Apa sih Mas, ngagetin aja," sungutku sambil cemberut.

"Abis istirahat langsung ke ruang Pak Anggara ya, tadi dia nyariin kamu," jawab Mas Cahya dengan seringai jahil.

Aku manyun. "Ih, mau ngapain sih? Kan laporan mingguan udah aku kirimin," kataku sebal.

Mas Cahya mengedikkan bahunya. "Meneketehe, nanti aja kamu tanya langsung sama dia. Aku tadi mau nanyain juga keburu keder karena matanya melotot," jawab Mas Cahya. "Mau ngajak kawin kali."

Aku langsung melempar Mas Cahya dengan tissue. "Gila!"

Mas Cahya malah tertawa, aku menghela nafas karena waswas laporan mingguan yang kubuat bermasalah. Haduh, udah kehidupan percintaan bermasalah masa iya urusan pekerjaan juga bermalah.

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Balada Perawan Tua   12. Tahu Sesuatu?

    Aku ingin berteriak sekencang-kencangnya tapi tidak bisa, yang aku bisa hanya berteriak dalam hati. Bagaimana caranya, ya teriak saja. Selain berteriak aku ingin menangis karena ketidakberdayaanku berkata tidak karena takut menyinggung perasaan orang tua Pak Anggara. Ah! Sial! Kenapa jiwa membela diriku seperti kerupuk kena angin, sebal! Rasa takut kehilangan pekerjaan ternyata lebih besar dibandingkan mengatakan hal sebenarnya pada kedua orang tua atasanku yang dengan menyebalkannya malah senyum-senyum tidak jelas."Kalau minggu depan kita silaturahmi ke orang tua kamu gimana, sayang?" Pertanyaan yang membuat bulu kudukku berdiri diajukan oleh Meiske, ibu Pak Anggara.Aku mengedip-ngedipkan mata tidak percaya dengan apa yang didengar indra pendengaranku. "Bisa Ma, aku emang rencana mau ke sana," jawab Pak Anggara yang membuat kedua orang tuanya tersenyum senang."Syukurlah kalau kamu sudah ada inisiatif. Hal baik jangan ditunda-tunda, iya kan Pa," ucap Bu Meiske pada suaminya. Aduh!

  • Balada Perawan Tua   11. Lamaran, Tunangan, Siraman, Nikahan

    Sandrina tentu saja terkejut ketika mendengar ucapan Anggara yang tiba-tiba. Siapa yang tidak akan terkejut disebut calon istri oleh seseorang, terlebih orang itu adalah pemilik perusahaan tempat kita mencari nafkah. Sandrina langsung mengibas-ngibaskan tangannya. "Bu-bu..." Namun perkataannya tidak bisa dilanjutkan karena Anggara langsung mengapit lengannya dan mengatakan dengan tegas pada ibunya bahwa Sandrina adalah calon istrinya.Meiske, ibu kandung Anggara, terlihat sumringah ketika mendengar dengan jelas bahwa wanita manis di depannya adalah kekasih anak semata wayangnya. Pantas saja anaknya itu tidak pernah mau dikenalkan atau mencoba berhubungan dengan wanita yang ia kenalkan."Jadi, kalian kenal di mana?" tanya Meiske. Mereka sedang berada di sebuah restauran yang menyajikan makanan khas Thailand.Sandrina memandang Anggara."Temen di kantor," jawab Anggara.Mata Meiske membola. "Kamu kerja di tempat Angga?"Sandrina mengangguk takut-takut. Jujur, ia takut seperti di drama-

  • Balada Perawan Tua   10. Calon Aku

    Aku tersenyum ketika melihat wajah Sandrina memberengut saat membaca pesanku yang terakhir. Sungguh menggemaskan sekali. Entah mengapa menjahili Sandrina menjadi kebahagian sendiri untukku akhir-akhir ini. Semacam hiburan di tengah-tengah teror blind date yang sering ibuku rencanakan. Bukan aku tidak tahu jika ibuku ingin segera melihatku berkeluarga. Aku tidak menyalahkan sikap ibuku. Ia pasti khawatir anak semata wayangnya ini tidak akan ada yang menemani di hari tua nanti. Namun, terkadang aku merasa kesal juga jika terus-terusan harus berkenalan dengan anak temannya. Aku kembali menatap Sandrina dari balik kaca ruanganku. Ia sedang dalam mode serius namun kulihat sesekali ia berdiskusi dengan Mayang bahkan tersenyum. Senyumnya yang dulu terlihat biasa saja entah mengapa menjadi terlihat sangat istimewa.Ketika aku sedang larut dalam lamunanku tentang Sandrina, ada seseorang mengetuk pintu. Ternyata Cahya. Ia menginformasikan laporan yang harus segera aku review dan mengingatakan

  • Balada Perawan Tua   9. Keracunan Cinta

    Kembali ke dunia nyata sebagai pencari nafkah untuk diri sendiri membuatku merasa lebih baik setelah acara perkenalan yang tidak berjalan baik. Baiklah, mungkin aku terlalu berlebihan atau apalah itu. Tapi, jujur aku tidak suka dengan cara penyampaian Deni tentang kodrat wanita yang malah membuatku tidak nyaman. Entahlah, dari awal juga aku merasa tidak nyaman jadi jangan salahkan aku jika apapun yang dikatakan dan dilakukannya salah. Egois memang, tapi aku tidak bisa membohongi hatiku sendiri dan aku tidak ingin berbohong karena bohong itu dosa dan bisa buat kita sengsara. "San." Aku yang sedang menatap layar komputer langsung menoleh ke sumber suara, ternyata Mas Cahya."Kenapa Mas?" tanyaku."Dipanggil Bapak," jawab Mas Cahya. Aku mengangguk lalu gegas menuju ruangan atasanku. Ketika aku masuk ke dalam ruangannya, aku melihat Pak Anggara sedang fokus menatap layar laptop. Baru saja aku akan membuka mulut untuk bertanya ada keperluan apa hingga aku dipanggil, Pak Anggara sudah terl

  • Balada Perawan Tua   8. Salah Tidak Sih?

    Terkadang aku berpikir, mengapa aku masih jomlo di usia di mana kebanyakan orang-orang sudah berkeluarga? Kan kalau sudah berkeluarga aku tidak harus malas pulang ke rumah orang tuaku. Sebenarnya bukan malas bertemu orang tua, tapi malas dengan kejulidan tetangga yang makin merajalela. Jika harus pulang pun aku lebih memilih tidak keluar rumah karena malas meladeni pertanyaan mereka yang tidak jauh dari masalah jodoh. Apalagi mayoritas gadis-gadis di kampungku sudah banyak yang menikah. Aku ingin menghilang saja jika sedang pulang ke sana. Seperti saat ini, malas sekali aku keluar dari rumah."Neng, cepetan atuh!" ucap mama yang tadi meminta tolong dibelikan garam dan gula. Aku mendengkus lalu berjalan untuk menuju warung terdekat sambil berdoa tidak ada ibu-ibu julid yang berbelanja di sana. “Beli!” Aku sudah berada di warung terdekat dan beruntung tidak ada seorangpun yang sedang berbelanja di sana.Tidak lama ada ibu pemilik warung datang. "Eh, ada Neng Vera," katanya. "Lagi libu

  • Balada Perawan Tua   7. Kamu Mau Dijodohin?

    Aku memegangi dadaku yang sedari tadi enggan berdetak dengan normal. Setelah mendengar pertanyaan absurd dari atasanku yang mendadak gila itu, perasaanku langsung tidak karuan."San, inget San. Langit dan bumi susah digapai. Napak tanah jangan terbang-terbang." Aku merapalkan mantra supaya tidak terlena oleh hal yang bisa saja tidak akan nyata. "Nasib jadi jomlo menahun, ditanya gitu aja langsung dag-dig-dug nggak karuan." Aku tidak habis pikir dengan jantungku. Iya sih, Pak Anggara itu ganteng tapi kan nggak harus sereceh ini dong jantung, masa gitu doang udah berasa mau copot. Untung saja jantung ini buatan Tuhan coba kalau buatan manusia, sudah porak-poranda. Tidak ingin membuat masalah dengan pikiran dan jantungku lebih dalam, aku memilih untuk tidur. Niat hati ingin tidur tenang sembari bermimpi banyak uang, nyatanya yang bisa kulakukan adalah berbaring dengan ponsel di tangan dan menonton drama tentang terlahir kembali di tahun 80-an. Cerita tidak masuk akal tapi selalu aku t

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status