“Kau baru pulang?”
Alexander tak menggubris Kimbeerly yang baru saja bertanya saat ia baru masuk ke dalam kamar. Ia menaruh tas kerjanya di meja dan berangsur pergi menuju kamar mandi begitu saja. Mengabaikan Kimbeerly yang melihatnya pergi dengan raut wajah sedih sebab tidak digubris oleh suaminya.
Alexander mengintip sebentar untuk melihat Kimbeerly, wanita itu mengambil tas kerjanya dan meletakkan pada tempat yang benar lalu menuangkan air putih ke dalam gelas yang kosong yang selanjutnya di minum wanita itu. Alexander menghela napas pelan dan kembali fokus dengan apa yang akan ia lakukan. Membersihkan diri dan beristirahat setelah seharian penuh bekerja.
Kimbeerly mendudukkan diri di sofa yang ada di kamar. Sesekali melihat bagian kamar mandi yang masih tertutup pintunya. Ia menunggu Alexander untuk melakukan makan malam bersama karena ia sudah menunggu kepulangan Alexander sejak beberapa jam yang lalu, tetapi pria itu seolah tidak ingin melihatnya. Bahkan menanggapi ucapannya juga tidak. Kimbeerly merasa kecewa sebab Alexander hampir tak pernah melakukan hal sepele seperti ini padanya.
Alexander keluar dari kamar mandi dan melihat Kimbeerly yang duduk dan sedang menatapnya. “Maaf mengacuhkanmu, tetapi aku sedang lelah saat ini,” ujar Alexander memberitahu.
Kimbeerly menampakkan senyumnya. “Baiklah. Aku akan membawakan makanan ke kamar kalau begitu. Kau tidak perlu pergi ke bawah dan pakailah bajumu sembari menungguku.”
Alexander menanggapi dengan anggukan kecil. Setelahnya, Kimbeerly pergi dengan Alexander yang lantas mengambil pakaiannya, mengganti handuk seluruh badan yang ia kenakan dengan baju tidur. Ia benar-benar lelah hari ini, apalagi mengingat berkas-berkas pekerjaan yang menumpuk dan pertemuan dengan klien yang tidak berhenti sejak pagi. Kimbeerly? Wanita itu … ah sudahlah!
Pintu terbuka membuat Alexander yang baru saja selesai berganti pakaian menoleh. Kimbeerly datang dengan nampan yang penuh makanan. Alexander segera mengambil alih nampan makanan itu dan menaruhnya di atas meja. Tak membiarkan Kimbeerly mengangkat hal yang berat-berat.
“Kau tidak seharusnya memaksakan diri. Aku bisa mengambilnya sendiri nanti.”
Ucapan Alexander membuat Kimbeerly menatap pria itu lekat. Mungkin Alexander memang sangat lelah hingga setiap tindakan dan ucapan Kimbeerly menyinggung pria itu. Kimbeerly berusaha berpikir positif dan mengabaikan pemikiran buruk yang ia miliki kepada Alexander sebab biasanya Alexander tidaklah seperti ini. Ya, Kimbeerly hanya berusaha tidak menimbulkan masalah dengan pikirannya sendiri.
“Tak masalah. Ini untuk suamiku agar dia tidak terlalu lelah bergerak. Mari makan dan kita bisa beristirahat. Jangan terlalu terbebani dengan pekerjaan. Kau akan sakit nantinya jika memaksakan diri.”
Alexander menaikkan satu alisnya sebelum mengangguk pada akhirnya. Ia mengambil duduk di samping Kimbeerly dan menunggu Kimbeerly mengambilkan makanannya. Dilihatnya Kimbeerly yang begitu telaten dengan apa yang dilakukan wanita itu, Alexander sendiri merasa bahwa Kimbeerly benar-benar mencintai dirinya tanpa berpikir panjang. Andai saja wanita itu tahu siapa dirinya, mungkin Alexander tak akan merasakan kejadian seperti ini dengan wanita cantik ini.
“Al … makanlah!”
Alexander menyadarkan diri setelah mendengar suara Kimbeerly. Ia segera mengambil piring yang Kimbeerly sodorkan dan mulai makan dengan tenang. Sedangkan Kimbeerly kembali menatap alexander yang hanya diam saja dan menikmati makanan. Bisanya pria itu akan mengajaknya mengobrol atau sekedar bercanda tetapi tidak untuk saat ini. kimbeerly merasa Alexander mengacuhkan dirinya meski ia mencoba berpikir positif.
Alexander terlihat tenang dan sedang berpikir meski tangan dan mulutnya terus bekerja dengan makanan, membuat kimbeerly tersenyum karena merasa tindakan Alexander lucu. Kimbeerly kembali menahan keinginannya untuk mengetahui lebih lanjut dengan mengalihkannya kepada makanan miliknya.
Alexander menyelesaikan makanannya lebih cepat. Ia ingin segera beristirahat karena merasa tubuhnya terlalu lelah. “Aku akan membawanya ke dapur setelah kau selesai. Panggil saja aku!”
Alexander berjalan menuju meja dan melihat ponselnya untuk menghubungi seseorang. Ia mengirimkan pesan sebelum akhirnya berjalan lebih jauh agar Kimbeerly tidak mendengarkan pembicaraan mereka.
“Aku akan mentransfer. Aku tidak bisa pulang dan tidurlah lebih dulu.”
Kimbeerly memakan makanannya dengan pikirannya yang tidak bisa tenang. Alexander sedang bicara dengan siapa hingga memberi ruang pribadi bahkan menghindari Kimbeerly yang notabenenya adalah istri sahnya. Pria itu terlihat senang dengan pembicaraannya di sana, berbeda saat Kimbeerly bertanya yang malah diacuhkan. Kimbeerly menunduk, memperhatikan makanannya yang masih lumayan banyak.
Pertanyaan demi pertanyaan mulai menguasai isi kepala Kimbeerly dan hal itu membuat wanita itu tidak nyaman. Ia tidak mau berpikir negatif terhadap Alexander dan menimbulkan masalah pada hubungan mereka. Lebih baik ia tetap diam dan mencoba berpikir positif kepada Alexander dan mungkin saja Alexander sedang berbicara dengan temannya lalu bercanda.
“Kau sudah selesai?”
Alexander bertanya karena melihat Kimbeerly yang hanya bengong dan tidak kunjung memakan nasi dan lauk yang telah disendoknya. Kimbeerly tersenyum tipis dan kembali makan. Alexander lantas duduk di samping Kimbeerly dan memperhatikan wanita itu dalam diam.
'Cantik,' batinnya dengan bibir tersenyum samar.
“Jangan memperhatikanku, Alexander. Aku merasa gugup.”
Alexander mengangguk pelan sebagai persetujuan. Ia menghela napas pelan dan menyenderkan tubuhnya ke sofa. “Ku rasa beberapa hari setelah ini aku akan keluar kota untuk pekerjaan. Kau tak apa sendiri di rumah?”
Kimbeerly menoleh. “Berapa hari kau keluar?”
Alexander tampak berpikir. “Seminggu?” jawabnya ragu dengan nada bertanya.
Kimbeerly hampir tersedak karena kaget, tetapi ia dengan segera mengambil minuman. Menatap Alexander lagi dan kembali bicara, “Aku tak apa. Tapi … kapan kau akan berangkat dan bersama siapa?”
“Dua hari lagi dan sendirian. Lebih tepatnya aku menyusul rekanku.”
Kimbeerly mengangguk mengerti. Ia meletakkan piringnya setelah selesai dan minum. Sedangkan Alexander menatap Kimbeerly sebentar lalu beranjak.
“Kau beristirahatlah. Aku akan mengembalikan ini dulu sebelum menyusulmu.”
Kimbeerly mengangguk sebagai jawaban. Setelahnya, Alexander benar-benar pergi dengan membawa nampan dengan bekas makanan di atasnya. Kimbeerly tak sengaja melihat ponsel Alexander yang tergeletak di sampingnya. Ia ingin melihat isi ponsel Alexander, tetapi rasa ragu memenuhi isi kepalanya. Bagaimanapun ia harus lebih percaya kepada suaminya dibanding dengan pemikiran-pemikiran bodohnya. Kimbeerly tidak akan melakukannya.
Kimbeerly mengambil ponsel Alexander dan memindahkannya di atas nakas. Ia lantas memasuki kamar mandi untuk membersihkan gigi dan wajahnya sebelum tidur. Tepat saat ia kembali, Alexander juga sudah kembali dan berbaring di ranjang. Kimbeerly tersenyum dan ikut membaringkan tubuhnya di samping Alexander.
“Kau terlihat sangat lelah,” ucap Kimbeerly dengan Alexander yang memejamkan matanya menghadap ke atas.
Alexander hanya mengangguk sebagai jawaban tanpa melihat kepada Kimbeerly yang kini memperhatikan dirinya. Kimbeerly mengangguk mengerti dan mulai memejamkan mata, tetapi ada perasaan yag membuatnya ingin tahu lebih jelas apa yang terjadi dengan Alexander. Pria itu terlihat begitu lelah tetapi menurut Kimbeerly ada yang disembunyikan oleh Alexander dari dirinya.
Kimbeerly menghembuskan napas pelan sembari mencoba mengabaikan pikirannya. Ini waktu istirahat, ia takut jika malah bertanya kepada Alexander pria itu akan marah.
Sudahlah. Alexander bukan pria seperti itu yang patut kau curigai, batin Kimbeerly menenangkan diri.
Berita terbunuhnya seorang pegawai membuat heboh perusahaan. Antara karyawan saling menyatakan argument-nya dan kenyataan yang menyakitkan. Semua itu karena berita pagi ini yang memberitahukan kepada semua orang bahwa kepala devisi bagian produk meninggal dunia saat perjalanan bisnis.“Dari keterangan penyidik tidak ada yang salah dengan mobilnya tetapi kenapa tiba-tiba menabrak sesuatu. Apa ini sebuah jebakan dari seseorang?”Salah satu karyawan yang satu ruangan dengan korban menyatakan pemikirannya dengan teman-temannya yang lain. Sementara itu, beberapa diantaranya terlihat sedih tetapi juga tidak peduli. Rasa simpati tentu saja ada antara manusia, hanya saja jika dipikirkan terus menerus maka masalahnya tidak akan akan selesai.“Jangan bicara sembarangan. Mungkin memang sudah menjadi takdir tuan John mengalami hal seperti ini. Kau terlalu banyak menonton film hingga tidak bisa membedakan mana kenyataan dan mana khayalan. Semua ini hanyalah takdir buruk yang menimpa tuan John, kit
Seminggu sudah sejak kejadian kematiannya John yang membuat karyawan dan semua orang kaget dengan kenyataan yang ada. Alexander telah kembali tiga hari yang lalu dan menyelesaikan kontraknya dengan baik bersama Felix. Kini saat berada di rumah, ayah mertua dan keluarga Libason juga tengah memberondong dirinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang bisa dikatakan menyudutkan dirinya.“Tapi, bagaimana kalian tidak tahu kejadian itu bahkan saat kalian melakukan pekerjaan yang sama.” Victoria mengungkapkan lagi pertanyaannya yang sudah Alexander jawab untuk kesekian kalinya.Semua orang juga memperhatikan Alexander yang membuat pria itu semakin tersudut dengan pertanyaan-pertanyaan yang mereka lontarkan.“Kami melakukan perjalan secara terpisah dan aku yang tertinggal. Tuan John dan lainnya lebih dahulu berangkat ke tujuan sebab aku masih memiliki pekerjaan sebelumnya. Bagaimana aku bisa tahu jika tuan John mengalami kecelakaan di depanku? Kita bahkan menggunakan jalan yang berbeda.”Kimbeerly
Alexander menatap satu orang yang berada diujung jalan sana. Pria yang tengah mengenakan mantel tebal dengan syal sebab udara dingin yang menyita. Tak berbeda jauh dengan dirinya yang menggunakan pakaian serba hitam juga jaket tebal berwarna serupa. Kakinya mulai melangkah dengan sosok di sana yang masih menunggu jemputan dengan sepanjang jalan yang amat sepi. Sorot mata elang itu tak henti menatap sosok di sana dengan kedua tangan yang berada di dalam saku jaket. Senyumannya tersungging dengan rencana epik yang sudah ia sempatkan sejak awal datang ke tempat ini. Sosok di sana, salah satu orang lagi yang telah merenggut kebahagiaannya saat kecil. Yang telah membuatnya kehilangan dua orang yang begitu ia cintai dan kasihi. Suara kaleng kosong yang sengaja ditendang membuat sosok di sana menoleh. Wajah pias terlihat begitu jelas dimata Alexander yang menutupi wajahnya dengan masker dan topi hingga menyisakan bagian mata saja yang samar. Alexander semakin mendekat dan sosok pria itu ya
“Mr. Robert ditabrak truk saat di jalan? Yang benar saja.” “Pada kenyataannya memang begitu. Lalu siapa lagi yang hendak kau salahkan? Presdir kita yang sebelumnya dicurigai banyak orang karena keputusannya? Dia bahkan membawa kesuksesan untuk perusahaan ini tanpa mengabaikan tuan John yang meninggal saat itu.” Pria itu terdiam karena tidak lagi berani curiga dengan siapapun setelah sebelumnya mengatakan pikirannya yang tertuju kepada presdir baru mereka. Pada kenyataannya, Mr. Lemos adalah pembawa kesuksesan untuk perusahaan mereka yang hampir terkena tipuan oleh beberapa orang yang bekerja sama dengan mereka. Ia belajar dari kejadian sebelumnya dan malu dengan apa yang ia ungkapkan waktu itu. Alexander yang ia pikir melakukan kesalahan kepada tuan John ternyata malah memutuskan hal besar untuk semua orang. “Jangan sembarangan bicara apalagi mengungkapkan kecurigaan. Manusia tidak ada yang sempurna dan tidak luput dari kesalahan.” “Aku tidak menaruh curiga dengan siapapun kecuali
“Kenapa bisa terjadi lagi? Tidak mungkin sebuah kebetulan terjadi untuk ketiga kalinya dan bahkan dalam waktu dekat. Tidak ada saksi mata dan bahkan dengan kejadian yang hampir serupa.” Jeremy menghela napas untuk kesekian kalinya. Pikirannya sungguh tidak bisa tenang dengan kejadian yang terus menerus terjadi, apalagi hal itu terjadi kepada orang-orang kepercayaannya. Tentu saja rasa curiga mulai muncul untuk satu-satunya pelaku yang belum ditemukan sampai saat ini. Jeremy dan Edward juga tidak berhenti untuk mencoba mencari bukti jika benar itu tindakan yang sengaja tetapi menggunakan dalih kecelakaan. “Jika benar ini terjadi karena satu pelaku, lalu kesalahan apa yang mereka perbuat hingga saling bersangkut paut dan bahkan harus mati dengan kejadian yang hampir serupa?” “Kau tenanglah dulu, Kakak. Kita tidak boleh tergesa-gesa dalam menyelidiki hal ini. Lagipula kita bisa mencari tahu lebih dulu kesalahan apa yang mereka perbuat hingga kematian mereka juga meninggalkan kecurigaa
“Ini honeymoon pertama setelah beberapa bulan menikah. Kenapa kau terlihat tidak nyaman, Alexander?” Ya … ini pertama kalinya mereka melakukan honeymoon setelah beberapa menikah sebab Alexander tidka punya waktu dan sibuk bekerja. Mereka sudah berada di sini beberapa menit yang lalu dan hanya menikmati suasana pantai tanpa saling bicara. Tempat yang begitu indah tetapi terasa sunyi bagi Alexander. Pria itu bahkan tidak merasa bahagia sedikitpun dan terus menerus memikirkan rencana demi rencana yang akan ia lakukan dilain waktu. Alexander menatap kimbeerly yang menampakkan wajah sedihnya. Pria itu tersenyum tipis dan menggelengkan kepala pelan. Ia meraih tubuh Kimbeerly agar mendekat untuk ia peluk. “Jangan salah menafsirkan raut wajahku, Baby. Aku bahagia karena setelah ini harusnya kau mengandung anakku. Bukankah begitu?” Kimbeerly menahan senyumnya karena merasa malu dengan ungkapan Alexander yang tidak berusaha menyembunyikan kata-katanya. Pria itu semakin mendekap tubuhnya dan
Senyuman licik kembali keluar setelah melihat beberapa rencananya yang sudah berhasil dilakukan. Belum cukup sampai di sini sebab perjalanan masih panjang. Rencananya bahkan bertambah karena korban yang ia tuju juga bertambah. Yakni, Edward. “Abaikan Edward dulu, Alexander. Kau masih harus menelusuri orang-orang Jeremy sampai tuntas lalu baru dalang-dalang yang ikut merencanakannya.” Alexander mengangguk pelan dengan peringatan yang ia ucapkan sendiri. Mata elang itu terus menyorot pada sebuah kertas dengan deretan tulisan yangberurutan dan beberapa bagian di atasnya yang sudah tercoret, menandakan bahwa satu persatu rencana yang disusun sebelumnya sudah selesai dikerjakan. Alexander menghembuskan napas pelan lalu melihat sebuah foto yang tidak jauh darinya. Dilihatnya setiap orang yang ada di dalam foto itu lalu tersenyum tipis. “Balas dendam ini akan berakhir secepatnya. Kalian tenanglah dan berbahagialah di tempat baru. Aku mencintai kalian.” Alexander kembali menampakkan senyum
Setelah kepergian Andre, Alexander langsung mengecek daftar nama yang harusnya ada dalam list rencana. Tidak ada nama Andre yang bersangkut paut dengan orang-orang kepercayaan Jeremy. Lalu, apa benar ucapan pria itu yang ingin membantu Alexander mengelola perusahaan ini? “Tapi ini bahkan bukan perusahaan milikku, untuk apa aku bekerja begitu keras?” gumam Alexander yang mengingat bahwa ini hanya sementara. Alexander menggeleng dan kembali memperhatikan setiap nama yang ada dalam daftar rencananya. Untuk yang pertama, ia akan menelusuri lebih dalam tentang pria bernama Andre yang mengaku teman Jeremy itu, lalu yang kedua memutuskan apakah pria itu akan masuk dalam rencananya atau justru sebaliknya . Dan yang jelas, Alexander masih butuh informasi lengkap tentang siapa saja orang-orang Jeremy ikut berkompromi dalam pembunuhan orang tuanya atau mereka yang tidak ikut datang tetapi ikut merencanakan. Semua orang-orang biadab itu harus merasakan bagaimana rasanya hidup menderita. Alexand