Berita terbunuhnya seorang pegawai membuat heboh perusahaan. Antara karyawan saling menyatakan argument-nya dan kenyataan yang menyakitkan. Semua itu karena berita pagi ini yang memberitahukan kepada semua orang bahwa kepala devisi bagian produk meninggal dunia saat perjalanan bisnis.
“Dari keterangan penyidik tidak ada yang salah dengan mobilnya tetapi kenapa tiba-tiba menabrak sesuatu. Apa ini sebuah jebakan dari seseorang?”
Salah satu karyawan yang satu ruangan dengan korban menyatakan pemikirannya dengan teman-temannya yang lain. Sementara itu, beberapa diantaranya terlihat sedih tetapi juga tidak peduli. Rasa simpati tentu saja ada antara manusia, hanya saja jika dipikirkan terus menerus maka masalahnya tidak akan akan selesai.
“Jangan bicara sembarangan. Mungkin memang sudah menjadi takdir tuan John mengalami hal seperti ini. Kau terlalu banyak menonton film hingga tidak bisa membedakan mana kenyataan dan mana khayalan. Semua ini hanyalah takdir buruk yang menimpa tuan John, kita doakan saja keluarganya diberikan kesabaran.”
Orang itu menghela napas pelan karena pemikirannya tidak disetujui oleh temannya. “Bukan aku tidak bisa membedakan. Hanya saja, sebagian besar film memang diambil dari kisah nyata. Kau saja yang menghindar dari kenyataan dan tidak mau mengakuinya. Bisa saja tuan John memang sedang berselisih dengan orang lalu orang itu merencanakan pembunuhan saat perjalanan bisnisnya. Semua kejadian tidak bisa diduga.”
“Sudahlah, sudahlah. Jangan berpikir yang tidak-tidak. Lebih baik kita selesaikan makan dan kembali bekerja.” Salah satu yang lain mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Tapi … bukankah Tuan John pergi bersama rekan yang lain termasuk Presdir kita? Kenapa mereka bahkan tidak tahu kejadian ini? Mencurigakan.”
Embusan napas berat dari semua orang membuat pria yang sejak tadi menyatakan pemikirannya itu terdiam dan menutup rapat mulutnya. Sedangkan yang lain tidak memperdulikan dan kembali fokus dengan makan siang mereka.
Sedangkan ditempat lain, beberapa tiga tengah berkumpul dengan insident yang baru mereka ketahui. Yaitu tentang salah satu rekan kerja yang mengalami kecelakaan saat perjalanan bersama mereka termasuk Alexander yang baru saja datang dan sudah harus berpikir tentang masalah ini.
“Bisnis ini memang penting untuk perusahaan tetapi kita juga tidak bisa menghindar dari masalah kecelakaan tuan John. Harus bagaimana ini? Aku bahkan tidak bisa berpikir.”
Alexander memainkan jemarinya dengan wajah termenung. Dua orang rekannya tengah kebingungan dengan dua pilihan. Mereka melakukan perjalanan untuk menjalin hubungan kontrak dengan salah satu perusahaan luar negeri yang akan menguntungkan perusahaan, tetapi di sisi lain juga rekan mereka mengalami kecelakaan hingga tewas. Bukannya tidak memiliki simpati terhadap sesama teman kerja, hanya saja kontrak ini sudah ditunggu beberapa bulan yang lalu dan akan sia-sia kerja keras mereka jika batal begitu saja.
Dua orang itu menatap kepada Alexander yang terdiam sejak kedatangannya. Mereka sama-sama bingung sekarang, tetapi pilihan membatalkan kontrak begitu saja juga terkesan tidak menghargai kerja keras yang selama ini diluangkan semua orang dan mengabaikan masalah kecelakaan John juga terkesan tidak sopan sesama rekan kerja apalagi kepada keluarga John.
“Hanya ada satu pilihan.”
Dua orang itu semakin menatap penuh kepada Alexander yang baru saja bicara. Menunggu pria itu mengungkapkan pikirannya saat ini. Berharap semoga presdir baru mereka benar-benar bisa diandalkan dan membuat mereka semakin yakin bahwa Alexander memang bisa memimpin perusahaan dengan kerja kerasnya bukan karena status menantu yang ia sandang.
“Kita berbagi untuk mengurus tuan John dan bagian lain tetap melanjutkan kontrak.”
Dua orang itu saling bertatapan. Mereka hanya bertiga dan tidak mungkin melanjutkan kontrak tanpa bimbingan. Klien mereka juga sebentar lagi akan sampai ke tempat yang sudah disepakati, dan waktu akan semakin habis jika mengabaikan begitu saja.
“Salah satu kembali dan mengurus tuan John dan satunya bersamaku untuk melanjutkan kontrak. Pilihan ada ditangan kalian, aku tidak akan memaksa siapa yang akan ikut denganku. Kita sudah bekerja keras untuk melakukan kontrak ini dan hanya perlu menyerahkan hasil kerja. Kita juga tidak bisa mengabaikan masalah tuan John. Jadi, aku pikir berbagi adalah pilihan terbaik sekarang.”
Kedua orang itu kembali saling pandang sebelum akhirnya mengangguk menyetujui. “Baiklah. Aku yang akan kembali dan mengurus masalah tuan John dan Felix akan ikut denganmu untuk mengurus kontrak.”
Alexander mengangguk dengan menyunggingkan sedikit senyumnya. Sementara itu, Eraik yang menyetujui untuk kembali segera memberikan berkas-berkas yang dibutuhkan dan juga flashdisk kepada Felix. Ia segera beranjak dari duduknya.
“Aku percaya kepada kalian. Presdir, tolong kerjasamanya.” Eraik berujar dengan menekankan panggilannya kepada Alexander juga dengan sorot mata penuh menatap pada pria itu.
Alexander mengangguk menanggapi permintaan Eraik. Pria itu terlihat masih begitu ragu dengan cara kerja Alexander tetapi Alexander memaklumi sebab dia baru beberapa minggu memimpin perusahaan, apalagi perusahaan besar El group’s. Menerima banyak kritik dan ketidakpercayaan dari orang yang telah bekerja lama hanyalah sebentar dan Alexander hanya butuh waktu untuk membuktikan kemampuannya memimpin.
“Baiklah. Aku pergi lebih dahulu. Felix, jagalah Presdir kita dengan baik dan beritahu aku jika terjadi sesuatu.”
“tentu saja Eraik. Ku pastikan kerja sama kita berhasil setelah ini.”
Mereka saling menyunggingkan senyuman sebelum akhirnya Eraik beranjka pergi dari sebuah restoran yang mereka gunakan untuk berkumpul. Alexander memandang Felix yang sudah siap dan mereka juga beranjak pergi untuk bertemu dengan klien dengan segera. Mengejar waktu sebelum klien mereka tiba lebih dulu ke tempat yang telah disepakati demi keberhasilan kontrak yang sudah direncanakan jauh-jauh hari.
Alexander terdiam sepanjang perjalanan. Otaknya terus berpikir tentang kecelakaan yang menimpa John. Senyuman tersungging begitu tipis dengan wajah yang berpaling ke arah lain. Mencoba mengabaikan hal itu dan memilih berfokus melihat jalanan dengan mobil yang terus melaju.
“Apa kau berpikir ada yang sengaja meremote mobil tuan John, Tuan Alex? Ku pikir kejadian ini sangat tidak logis. Tuan John selalu menggunakan sopir kemanapun dia pergi, tapi tidak saat kejadian itu terjadi.”
Alexander menghela napas pelan. “Kita tidak pernah tahu rencana tuhan mengatur kehidupan manusia termasuk kematian, Felix. Meski aku juga penasaran apa yang terjadi, tetapi lebih baik diam dan melihat kenyataan yang ada.”
Ucapan Alexander membuat Felix terdiam dan berpikir. Pria itu kembali menatap presdirnya dengan pikiran buruk saat ini. Namun memang benar jika manusia tidak akan pernah tahu rencana Tuhan, hanya saja ini benar-benar aneh menurut Felix.
“Lebih baik kita berfokus lebih dahulu tentang kontrak kerja sama. Kita bisa berpikir tentang Tuan John nanti jika benar-benar selesai dengan pekerjaan kita.”
Ucapan Alexander kembali membuat Felix tersadar. Pria itu benar dengan pemikirannya. Lebih baik Felix memikirkan pekerjaan mereka daripada memikirkan masalah kecelakaan John itu. Kontrak mereka juga penting untuk perkembangan perusahaan dan bisa dikenal lebih banyak orang nanti. Ya … lebih baik mengabaikan masalah john untuk sekarang.
Alexander melirik Felix yang terdiam dan berusaha tenang. Ia tersenyum sinis dan kembali mengalihkan pandangan. Bagaimanapun kontrak lebih penting menurutnya dibanding dengan kematian John. Seseorang yang ia benci dan sekarang dia telah lenyap. Alexander kembali tersenyum dengan sorot elangnya yang berbinar.
Seminggu sudah sejak kejadian kematiannya John yang membuat karyawan dan semua orang kaget dengan kenyataan yang ada. Alexander telah kembali tiga hari yang lalu dan menyelesaikan kontraknya dengan baik bersama Felix. Kini saat berada di rumah, ayah mertua dan keluarga Libason juga tengah memberondong dirinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang bisa dikatakan menyudutkan dirinya.“Tapi, bagaimana kalian tidak tahu kejadian itu bahkan saat kalian melakukan pekerjaan yang sama.” Victoria mengungkapkan lagi pertanyaannya yang sudah Alexander jawab untuk kesekian kalinya.Semua orang juga memperhatikan Alexander yang membuat pria itu semakin tersudut dengan pertanyaan-pertanyaan yang mereka lontarkan.“Kami melakukan perjalan secara terpisah dan aku yang tertinggal. Tuan John dan lainnya lebih dahulu berangkat ke tujuan sebab aku masih memiliki pekerjaan sebelumnya. Bagaimana aku bisa tahu jika tuan John mengalami kecelakaan di depanku? Kita bahkan menggunakan jalan yang berbeda.”Kimbeerly
Alexander menatap satu orang yang berada diujung jalan sana. Pria yang tengah mengenakan mantel tebal dengan syal sebab udara dingin yang menyita. Tak berbeda jauh dengan dirinya yang menggunakan pakaian serba hitam juga jaket tebal berwarna serupa. Kakinya mulai melangkah dengan sosok di sana yang masih menunggu jemputan dengan sepanjang jalan yang amat sepi. Sorot mata elang itu tak henti menatap sosok di sana dengan kedua tangan yang berada di dalam saku jaket. Senyumannya tersungging dengan rencana epik yang sudah ia sempatkan sejak awal datang ke tempat ini. Sosok di sana, salah satu orang lagi yang telah merenggut kebahagiaannya saat kecil. Yang telah membuatnya kehilangan dua orang yang begitu ia cintai dan kasihi. Suara kaleng kosong yang sengaja ditendang membuat sosok di sana menoleh. Wajah pias terlihat begitu jelas dimata Alexander yang menutupi wajahnya dengan masker dan topi hingga menyisakan bagian mata saja yang samar. Alexander semakin mendekat dan sosok pria itu ya
“Mr. Robert ditabrak truk saat di jalan? Yang benar saja.” “Pada kenyataannya memang begitu. Lalu siapa lagi yang hendak kau salahkan? Presdir kita yang sebelumnya dicurigai banyak orang karena keputusannya? Dia bahkan membawa kesuksesan untuk perusahaan ini tanpa mengabaikan tuan John yang meninggal saat itu.” Pria itu terdiam karena tidak lagi berani curiga dengan siapapun setelah sebelumnya mengatakan pikirannya yang tertuju kepada presdir baru mereka. Pada kenyataannya, Mr. Lemos adalah pembawa kesuksesan untuk perusahaan mereka yang hampir terkena tipuan oleh beberapa orang yang bekerja sama dengan mereka. Ia belajar dari kejadian sebelumnya dan malu dengan apa yang ia ungkapkan waktu itu. Alexander yang ia pikir melakukan kesalahan kepada tuan John ternyata malah memutuskan hal besar untuk semua orang. “Jangan sembarangan bicara apalagi mengungkapkan kecurigaan. Manusia tidak ada yang sempurna dan tidak luput dari kesalahan.” “Aku tidak menaruh curiga dengan siapapun kecuali
“Kenapa bisa terjadi lagi? Tidak mungkin sebuah kebetulan terjadi untuk ketiga kalinya dan bahkan dalam waktu dekat. Tidak ada saksi mata dan bahkan dengan kejadian yang hampir serupa.” Jeremy menghela napas untuk kesekian kalinya. Pikirannya sungguh tidak bisa tenang dengan kejadian yang terus menerus terjadi, apalagi hal itu terjadi kepada orang-orang kepercayaannya. Tentu saja rasa curiga mulai muncul untuk satu-satunya pelaku yang belum ditemukan sampai saat ini. Jeremy dan Edward juga tidak berhenti untuk mencoba mencari bukti jika benar itu tindakan yang sengaja tetapi menggunakan dalih kecelakaan. “Jika benar ini terjadi karena satu pelaku, lalu kesalahan apa yang mereka perbuat hingga saling bersangkut paut dan bahkan harus mati dengan kejadian yang hampir serupa?” “Kau tenanglah dulu, Kakak. Kita tidak boleh tergesa-gesa dalam menyelidiki hal ini. Lagipula kita bisa mencari tahu lebih dulu kesalahan apa yang mereka perbuat hingga kematian mereka juga meninggalkan kecurigaa
“Ini honeymoon pertama setelah beberapa bulan menikah. Kenapa kau terlihat tidak nyaman, Alexander?” Ya … ini pertama kalinya mereka melakukan honeymoon setelah beberapa menikah sebab Alexander tidka punya waktu dan sibuk bekerja. Mereka sudah berada di sini beberapa menit yang lalu dan hanya menikmati suasana pantai tanpa saling bicara. Tempat yang begitu indah tetapi terasa sunyi bagi Alexander. Pria itu bahkan tidak merasa bahagia sedikitpun dan terus menerus memikirkan rencana demi rencana yang akan ia lakukan dilain waktu. Alexander menatap kimbeerly yang menampakkan wajah sedihnya. Pria itu tersenyum tipis dan menggelengkan kepala pelan. Ia meraih tubuh Kimbeerly agar mendekat untuk ia peluk. “Jangan salah menafsirkan raut wajahku, Baby. Aku bahagia karena setelah ini harusnya kau mengandung anakku. Bukankah begitu?” Kimbeerly menahan senyumnya karena merasa malu dengan ungkapan Alexander yang tidak berusaha menyembunyikan kata-katanya. Pria itu semakin mendekap tubuhnya dan
Senyuman licik kembali keluar setelah melihat beberapa rencananya yang sudah berhasil dilakukan. Belum cukup sampai di sini sebab perjalanan masih panjang. Rencananya bahkan bertambah karena korban yang ia tuju juga bertambah. Yakni, Edward. “Abaikan Edward dulu, Alexander. Kau masih harus menelusuri orang-orang Jeremy sampai tuntas lalu baru dalang-dalang yang ikut merencanakannya.” Alexander mengangguk pelan dengan peringatan yang ia ucapkan sendiri. Mata elang itu terus menyorot pada sebuah kertas dengan deretan tulisan yangberurutan dan beberapa bagian di atasnya yang sudah tercoret, menandakan bahwa satu persatu rencana yang disusun sebelumnya sudah selesai dikerjakan. Alexander menghembuskan napas pelan lalu melihat sebuah foto yang tidak jauh darinya. Dilihatnya setiap orang yang ada di dalam foto itu lalu tersenyum tipis. “Balas dendam ini akan berakhir secepatnya. Kalian tenanglah dan berbahagialah di tempat baru. Aku mencintai kalian.” Alexander kembali menampakkan senyum
Setelah kepergian Andre, Alexander langsung mengecek daftar nama yang harusnya ada dalam list rencana. Tidak ada nama Andre yang bersangkut paut dengan orang-orang kepercayaan Jeremy. Lalu, apa benar ucapan pria itu yang ingin membantu Alexander mengelola perusahaan ini? “Tapi ini bahkan bukan perusahaan milikku, untuk apa aku bekerja begitu keras?” gumam Alexander yang mengingat bahwa ini hanya sementara. Alexander menggeleng dan kembali memperhatikan setiap nama yang ada dalam daftar rencananya. Untuk yang pertama, ia akan menelusuri lebih dalam tentang pria bernama Andre yang mengaku teman Jeremy itu, lalu yang kedua memutuskan apakah pria itu akan masuk dalam rencananya atau justru sebaliknya . Dan yang jelas, Alexander masih butuh informasi lengkap tentang siapa saja orang-orang Jeremy ikut berkompromi dalam pembunuhan orang tuanya atau mereka yang tidak ikut datang tetapi ikut merencanakan. Semua orang-orang biadab itu harus merasakan bagaimana rasanya hidup menderita. Alexand
Alexander menuju ke dapur dengan membawa barang yang ia beli. Dilihatnya Kimbeerly yang sibuk memotong sayuran dengan kompor di sampingnya yang menyala. Alexander tersenyum dan segera mendekat. Kimbeerly menoleh begitu merasakan dekapan seseorang dari belakang. Ia tersenyum melihat Alexander yang melayangkan kecupan di keningnya dan memberikan satu kresek bahan yang ia butuhkan. “Terimakasih.” Alexander melepaskan dekapannya. Dilihatnya Kimbeerly yang terlihat berkeringat dengan rambut panjangnya yang tergerai, Alexander berinisiatif mengambil sebuah karet dan menguncir rambut Kimbeerly agar wanita itu tidak terlalu berkeringat lagi. Kimbeerly tersenyum dank kembali mengucapkan terimakasih kepada Alexander. “Apa yang harus ku bantu?” “Kau pergilah mandi dan bersihkan diri. Aku hampir selesai dan tidak memerlukan bantuanmu.” “Kata-katamu jahat sekali.” Kimbeerly tersenyum tipis. “Cepatlah.” Alexander tidak memperdulikan ucapan Kimbeerly. Ia justru mengambil duduk dibarstool dan