Share

Bab 3 Siasat Buruk Delina

"Aku tidak mengerti apa yang telah terjadi padanya. Apa benar orang yang tidak waras dapat berubah dalam sehari?" bisik perawat yang tengah mengupaskan buah untuk Helena, sedikit melirikkan mata ke arah Helena. Ia hati-hati berbisik dengan temannya sesama perawat, yang mengupas buah bersamanya di sebelahnya.

Memang keanehan terjadi pada Helena wanita yang biasa mereka rawat kini tengah duduk sibuk membersihkan kuku jari jemari tangannya yang sudah panjang dan kotor, begitu tenang tak seperti biasanya dengan salah satu perawat yang sibuk membantu mengeringkan rambutnya yang basah menggunakan handuk dan satu perawat wanita yang tengah membantu mengobati luka di pergelangan kakinya. Setelah tadi Helena meminta mereka mengantarkannya mandi tanpa mereka membantunya saat mandi.

Sekarang Helena sibuk merawat dirinya. Sampai mereka menjadi repot disuruhnya kesana-kemari. Dan ketika terdengar mereka mendumel saja, Helena langsung sadar, menatap mereka nyalang seperti akan menelan mereka hidup-hidup atau akan membalas mereka dengan nada menceletuk.

Hingga kini, mereka dibuat tak berkutik olehnya. Seperti budaknya, mereka bergerak sesuai perintahnya.

"Saya senang Nona Helena bisa jauh lebih baik sekarang."

Perawat yang diketahui Helena bernama Sora. Perawat yang jauh lebih bertindak sopan padanya dan tampak paru baya di antara perawat lainnya di sini. Ia yang tengah membantu mengeringkan rambut Helena dan duduk di belakangnya, seperti perawat yang membantu mengobati luka bekas rantai yang membelenggu kakinya. Tak seperti dua perawat yang sejak tadi berdiri mengupaskan buah untuknya.

Helena hanya sedikit tersenyum menanggapinya.

"Apa itu karena Nona Delina datang ke sini jadi Anda sembuh? Sudah kuduga kedatangan Nona Delina pasti akan memberikan hasil yang bagus bagi kesehatan jiwa Anda," tutur perawat yang membantu mengobati luka di pergelangan kaki Helena.

Helena seketika menghentikan kegiatannya membersihkan kukunya. Perawat itu menyadari sesuatu yang tak nyaman dari hentinya Helena memotong kukunya dan mulai menoleh ke arahnya dengan mata terpancar dingin.

"Jangan bawa-bawa dia soal kesehatanku. Dia sama sekali tidak ada hubungannya soal itu," kata Helena terasa menekan.

Wanita itu terdiam kikuk sampai kesulitan menelan salivanya. "Tatapannya mengerikan," batinnya bergidik.

"Berikan buah itu padaku," ujar Helena kemudian pada perawat yang sibuk mengupaskan buah jeruk dan apel untuknya.

"I-ini." Mereka berdua bersamaan menyerahkannya cepat.

Helena mengambilnya dan memakannya, mereka bertiga memperhatikannya sampai mendengar suara kunyahannya dan terasa seakan waktu melambat dengan keheningan yang tercipta menjadi sesuatu yang menegangkan.

Helena merasa diperhatikan seperti itu merasa tak nyaman sendiri. "Kenapa menatapku begitu?" tanya Helena ketus.

Mereka langsung putar balik, menunduk, melanjutkan kembali apa yang tadi mereka kerjakan.

"Dia galak sekali, melebihimu," bisik perawat tersebut pada perawat lain di sebelahnya yang senang sekali biasanya mencibir orang.

Tapi perawat itu menepisnya, "Aku tidak sepertinya, dia lebih menakutkan."

"Jadi Nona Helena kapan akan kembali pulang?" tanya perawat Sora memecahkan kecanggungan di antara mereka.

Helena meliriknya, sedikit menghela kemudian memberikan balasan, "Secepatnya dan itu hari ini, bukankah tadi saya meminjam ponsel Anda untuk menghubungi sopir saya, kenapa bertanya lagi?"

Helena sudah merencanakan akan keluar dari tempat ini setelah ini, tak ingin memperlama ia sudah menelpon keluarga dari Helena si pemilik tubuh asli untuk menjemputnya dari sini. Ia sudah memikirkannya dengan matang-matang, pertama-tama ia harus keluar dulu dari sini untuk berencana memulai kehidupan barunya sebagai Helena muda.

"Nona muda."

Baru saja dibilang, supir pribadi Helena sudah datang dan berada di ambang pintu, tampak berdiri ngos-ngosan sampai peluh membasahi wajahnya yang sudah lumayan keriput. Pria itu sepertinya langsung bergegas cepat menuju ke rumah sakit jiwa ini teman Helena dirawat sampai ia terlihat begitu kelelahan.

Helena memasang senyum ke arahnya. "Diakah sopir Andrian yang selama ini sangat peduli denganmu?" pikir Helena dalam benaknya.

"Nona muda, syukurlah." Senyum lebar terpatri di bibirnya yang pucat sampai itu menarik kerutan di bagian arena sudut matanya hingga matanya menyipit. Ia juga menghela napas lega karena dapat melihat Nona muda-nya yang sekarang sudah lebih baik kondisinya.

Senyuman itu terpancar hangat. Helena sempat terhanyut dengan senyumannya itu sampai ia disadarkan dengan suara perawat Sora.

"Nona Helena, bukankah Anda perlu bersiap-siap dan tampil cantik lebih dahulu?" ujar perawat Sora yang sudah berada di depannya seraya mengulurkan tangan ke arahnya.

Helena memandangnya tanpa berucap. Seperti tengah memikirkan sesuatu wanita itu tak segera menjawabnya.

"Perawat Sora benar, Nona Helena harus tampil cantik dulu sebelum pergi," sahut perawat yang membantu mengobati lukanya dan sekarang sudah selesai ia ikut menimbalinya.

Helena mengangguk kemudian dan menerima uluran tangan perawat Sora dengan senang hati.

Tubuhnya yang masih terasa lemas itu hampir saja limbung ke belakang sampai sopir Andrian tersentak memajukan tangannya, berteriak, "Nona muda!"

Untung saja sigap perawat di sampingnya menahan tubuh Helena begitupun dengan perawat Sora sampai cepat beralih memegang lengannya.

"Nona Helena, Anda tidak apa-apa?" tanya khawatir perawat Sora, wajahnya sudah berkerut cemas.

Beda halnya dengan dua perawat yang sejak tadi berdiri mengupasi buah untuk Helena.

"Mulai lagi deh aktingnya," bisik sinis perawat yang tengah mengupas buah itu bersama satu perawat, temannya.

Temannya membalas dengan bisikan juga, "Ssst, diam. Nanti kedengaran, bahaya."

"Haah~ ya ampun, aku masih tidak terbiasa dengan tubuh lemah ini," gumam Helena menghela pelan. Tanpa mereka sadari, kedua mata Helena tersorot tajam. "Delina, tunggu aku membalaskan semua perbuatanmu," batinnya.

Ukhuk! Ukhuk! Ukhuk!

"Kenapa sayang?" Evan khawatir melihat sang kekasih mendadak berbatuk-batuk seperti itu di tengah makannya sampai mata indahnya memerah seperti hampir menangis.

Dalam gerak cepat Evan berdiri mengambil jus jeruk milik Delina kekasihnya itu dan juga menyambar tisu yang tergeletak di meja untuk membantunya mengusap air mata Delina yang hampir terjatuh.

Dalam hati Delina meruntuk kesal tenggorokkan menjadi sakit seperti ini. Ia menjadi ingin memarahi pramusaji yang tadi membawakan makanan padanya. Tidak becusnya mereka sampai membuatnya berbatuk tersedak seperti ini. Tapi perhatian yang diberikan Evan cukup membuatnya menghentikan tindakan buruknya itu. Tatapan penuh kekhawatiran yang tersirat di mata biru laut milik pria tampan itu, menjadikannya ingin terus menerus melihatnya.

"Lain kali berhati-hatilah. Makanlah dengan santai, aku tidak akan membuatmu terburu-buru pergi. Lagian juga ayah tidak terlalu memaksaku datang cepat."

Delina mengangguk. Teguran lembut itu, ia tak terlalu mengindahkannya. Sebaliknya ia tak peduli, asalkan ia tetap bisa bersama Evan, ia tak terlalu memikirkan apapun. Cuman perlu ia menyingkirkan Helena dalam hidup Evan. "Kuharap kau bisa mati secepatnya Helena," batin Delina berpikir jahat.

"Ngomong-ngomong Delina, sekarang bagaimana keadaan Helena?" tanya Evan, menatap sang kekasih penuh rasa penasaran setelah menyuapkan steak yang sudah ia potong.

Ck! Lagi-lagi wanita itu yang dipikirkannya! Ia benci bila Evan sudah membahas Helena.

Delina meletakkan pisau dan garpu yang dipegangnya sebelum memandang Evan dengan senyuman kecut. "Apa Helena masih penting di hatimu? Wanita itu sudah tidak waras Evan, dia memiliki obsesi besar terhadapmu, dia juga sangat tega menyakitiku. Apa kamu tidak ingat bagaimana dia memperlakukan ku sebagai sahabatnya? Yaah ... seharusnya juga aku tidak mendekatimu sehingga kalian berdua bisa bersama."

Delina bangkit dari duduknya berniat pergi, dia menggeser sedikit kursinya dan berbalik akan pergi. Tapi sebenarnya itu bukan niatannya, Delina hanya sedang menguji Evan untuk menghentikannya sendiri.

"Ayolah Evan, hentikan aku," batin Delina tersenyum licik.

"Tunggu Delina!"

Delina sontak berbalik. Ia yakin Evan pasti akan memohon untuknya kembali duduk.

"Aku dengar kamu selalu mengunjungi Helena selama dia dirawat. Bisakah kamu beritahu aku dimana dia dirawat?" tanya Evan yang sudah berdiri di belakangnya sampai ketika Delina berbalik, ia langsung berhadapan dengan Evan.

Senyuman Delina yang tadi mengembang menjadi menghilang ketika Evan mengatakan hal yang berbeda tak sesuai pikirannya.

Delina langsung berbalik kembali dan melangkah pergi sangat marah sampai tangannya terkepal. Ck! Ini bukan yang ia harapkan Evan bodoh!

"Kenapa kau selalu dibutakan dengan Helena! Helena dan Helena terus! Sekarang aku semakin yakin membunuhnya." Mendadak Delina menyeringai lebar memikirkan tindakan liciknya. "Kau hanya milikku Evan dan selamanya menjadi milikku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status