“Nona muda, silahkan turun.” Sopir Andrian membukakan pintu mobil, mempersilahkan Helena keluar dari mobilnya.
Kedua kaki jenjang putih mulus Helena yang pergelangan kakinya tertutup pembalut luka, perlahan turun menginjak halaman luas mansion besar keluarga Dawson, keluarga Helena si pemilik tubuh asli yang memiliki nama depan Helena dan nama belakang keluarganya Dawson. Helena sedikit takjub dan sedikit tak menyangka juga bakal berada di tubuh putri bungsu keluarga Dawson yang merupakan partner kerjanya dahulu serta sahabatnya semasa SMA-nya, ia adalah Malvin Dawson.“Ini mansion atau istana?” Helena yang sudah turun, terperangah melihat bangunan megah yang ada di depan matanya. Helena pernah mendengar dari Malvin Dawson bila pria itu mendapatkan tempat tinggal baru yang mungkin akan menarik mata Helena. Sampai Malvin menyarankan Helena untuk datang ke mansion barunya.Dan tak menyangka juga, ia akan datang ke sini sendiri, bukan sebagai Helena temannya, melainkan Helena putrinya. “Memikirkannya berkali-kali pun, rasanya seperti ini bukan nyata.”“Nona muda mungkin tidak mengingat, biasanya Nona muda paling menyukai berada di taman sambil menikmati teh,” kata Andrian.“Layaknya Lady bangsawan, ya?” sahut Helena menebak dengan tertawa kecil. Wanita itu langsung menebak pikiran sopir bernama Andrian tentang putri bangsawan yang selalu menikmati waktunya dengan hal-hal membosankan.Andrian tak tahu jika Nona mudanya berpikiran seperti itu, dia hanya mengangguk dan berkata, “Nona benar.”“Mereka terlalu memanjakan 'ku. Seharusnya seorang Lady juga diajarkan berpedang, memanah, menaiki kuda dan mungkin ... bagus juga menembak. Benar 'kan, Andrian?” Helena menunjukkan seutas senyuman, berbeda dengan Andrian yang mendengarnya langsung terkejut.“Apa maksud, Nona?”Helena tahu persis pikiran kulot pria tua itu, hingga ia mengibaskan tangannya dan berjalan masuk begitu saja. “Ah, abaikan itu.”“Apa ingatan Nona muda separah itu sampai melupakan hal-hal kecil seperti ini?” batin Andrian merasa kasihan. Andrian berpikir seperti itu karena Helena sengaja mengatakan bahwa ia mengalami amnesia ringan sehingga banyak melupakan sesuatu memori yang dikenangnya.Sebenarnya itu bohong, Helena hanya tak ingin saja dipandang tidak waras lagi karena perubahan sikapnya nanti. Dan lebih baik mengatakan lupa ingatan.“Di mansion sebesar ini, kenapa hanya ada pelayan yang menyambutku datang. Di mana keluargaku yang lain, Andrian?” Helena sudah masuk ke dalam bangunan megah itu, sepanjang jalan ia melihat hanya para pelayan saja yang menyambutnya dengan menunduk hormat bila setiap kali mereka melihatnya. Tentu rasanya janggal bila tak ada satu pun keluarganya yang menyambutnya.“Nona muda, sebenarnya hari ini sedang ada kesibukkan besar. Akan ada dinner besar yang diadakan oleh Tuan besar dengan mengundang para rekan bisnisnya. Kepulangan Nona juga hanya saya dan Tuan muda Alex saja. Tuan besar tidak tahu, Nona.”“Alex?” Helena menghentikan langkahnya dan menatap Andrian yang di situ memasang wajah bingung, penuh tanya. “Emm ... maksudnya kak Alex.” Helena segera meralat perkataannya, mungkin Andrian bingung dengan apa yang dikatakannya itu, asal mengatakan ‘Alex’ sementara biasanya Helena yang sebenarnya selalu memanggilnya ‘kakak’ dan tak pernah sekalipun memanggil namanya seperti tadi.Helena berharap sopir Andrian mengerti dan mencoba memahaminya. Ya, harusnya sih begitu, tapi pria tua itu semakin menatapnya intens.Helena mengerutkan alisnya. “Kenapa?”“Nona muda apa tidak sebaiknya Anda tidak kembali lebih cepat?”“Apa aku tidak boleh pulang ke rumahku sendiri?” Bukannya menjawab Helena malah balik bertanya.“Bukan begitu maksud saya Nona muda, saya hanya berpikir jika Anda masih tidak sehat,” tuturnya berusaha menjelaskan.Helena berdecak, tak menyangka pria itu akan menyuruhnya tetap berada di sana. “Kau pikir nyaman tinggal di sana? Jika kau ingin kau saja yang ke sana!” Bodo amat ia bersikap tidak sopan membentaknya, disuruh ke sana, sampai mati pun ia tidak akan melakukannya!“Yang sakit ‘kan Nona muda, untuk apa saya yang ke sana?”“Mana tahu kau ingin berobat,” jawab ketus tak sesabar itu Helena.Andrian meletakkan satu telapak tangannya di dada dan yang dilakukan setelahnya sedikit membungkukkan tubuhnya sambil berucap, “Terima kasih atas kepedulian Anda Nona muda, tapi saya baik-baik saja. Saya bisa memastikannya 100% sehat tanpa cacat.”Helena membuang napasnya kasar. Lelah sendiri mendengar kelakar Andrian yang menurutnya membuang-buang waktunya. Helena pergi saja meninggalkannya di situ tak peduli Andrian masih membungkuk.“Aku sudah salah mengira, kupikir dia pria yang bijak, ternyata Andrian sangat menjengkelkan melebihi Roky.” Memijit pelipis matanya Helena berusaha meredahkan rasa pusingnya. Helena sampai tak sadar menabrak seseorang di tengah jalannya.Hampir Helena yang masih dalam keadaan tubuh lemah itu terjatuh, bila seandainya tak segera laki-laki yang menabraknya tersebut menarik tangannya dan menangkap pinggang rampingnya, hingga kedua netra coklat mereka saling bertemu.“Helena … ?” Tertegun sesaat melihatnya. Laki-laki itu seketika mengubah kedinginan ekspresinya menjadi cemas, “kamu tidak apa-apa?”“Al… ka-kak Alex?”Helena mengenalnya, dari ciri-cirinya yang tergambar dalam ingatannya. Pria bermata tajam dan berkulit sawo matang itu ... dia Alex Dawson, kakak laki-laki Helena Dawson.Rasa kaget Helena mendadak bertambah dua kali lipat ketika spontan pria itu menarik tubuh ringkihnya, membawanya dalam pelukan eratnya. “Adikku Helena, syukurlah,” legahnya mengatakannya.‘A-apa yang dilakukannya ini?!’ Kedua manik mata coklat Helena terbelalak lebar, seakan mata itu hampir meloncat keluar dari tempatnya.“Ini tidak benar!” Mendadak Helena berdiri dan berteriak spontan dari semulanya ia duduk diam di kasurnya. Seorang pelayan wanita yang perlahan membuka pintunya akan masuk ke dalam kamarnya menjadi terkesiap dan memegangi dadanya saking terkejutnya. “AAH! Lancang sekali dia.” Helena mengusap wajahnya dengan kasar, terlihat frustasi sekali. “Nona muda Helena! Anda kenapa?!” Suara pekikkan seorang wanita mengalihkan mata Helena, seketika ia menghindar darinya yang sepertinya akan memeluknya karena ia melihat wanita itu berlari dengan melebarkan kedua tanganya. Begitu cepat Helena menghindar, hampir saja waanita itu menabrak dinding di depannya seandainya kakinya tak cepat berhenti. “Huft, untung tidak jatuh.” “Siapa kamu?” selidik Helena bersedekap mengintrogasinya. Sofia berbalik menghadap Helena dengan sedikit membenah sikapnya lebih profesional seperti biasa sembari mendorong kacamata kotaknya, membenahinya yang hampir merosot dengan menggunakan satu jari tangannya. “Nona muda ti
Menyisipkan rambutnya ke belakang daun telinganya. Helena tersenyum menyapa mereka, dengan caranya seakan malu-malu di depan mereka semua. Semua orang tampak tercengang melihat kedatangannya, tak ayal mereka seperti itu bila selama ini saja Helena mereka ketahui lagi dirawat di rumah sakit jiwa karena kesehatan mentalnya terganggu dan ada rumor beredar juga bila Helena memiliki penyakitit bipolar yang sukar mengendalikan emosinya jika wanita muda itu sudah marah. “Helena ... putriku?” Malvin mengerjapkan kedua matanya dan menggosok matanya dengan kedua tangannya hampir tak percaya putrinya satu-satunya, Helena, akan muncul di acara dinner yang dibuatnya. Selain itu, kapan putrinya sudah sembuh? Mengapa ia tidak mengetahuinya? Alex yang berada dekat duduknya dengan sang Ayah, memberikan bisikan pada pria setengah baya itu, “Itu Helena, Ayah. Aku sengaja tidak memberitahukannya ke Ayah tadi jika adikku sudah pulang karena aku melihat betapa sibuknya Ayah sejak tadi.” Tak membalas, Ma
Ckiitt! “Helena, mau kemana?” Mendengar decitan kursi dimundurkan ke belakang oleh sang adik perempuannya. Alex seketika menoleh, menanyainya. “Mau ke toilet sebentar,” balas Helena tenang, dengan kedua tangannya menjinjing dress yang dikenakannya, berhati-hati agar tak menyangkut di saat ia akan berjalan keluar. “Cepatlah kembali,” pesan Alex padanya. Helena mengangguk ringan serta membalasnya, “Iya.” Setiap gerak-gerik yang dilakukan Helena, banyak sekali pasang mata terus mengintainya. Bahkan di saat wanita itu beranjak. Banyak yang sebagian dari mereka bertanya-tanya karena tak mendengar pembicaraan pelan dan singkat yang dilakukan Helena dengan Alex. “Ke mana dia?” Delina merasa penasaran Helena pergi begitu saja. Dari sejak tadi pun ia sudah tak tenang, makan saja hanya beberapa suap, dan berkali-kali mencuri padang ke arah Helena yang asik santai menyantap daging steak di piringnya dan ketika Helena berdiri dari duduknya. Rasa penasarannya memuncak, ia begitu ingin tahu a
“Helena ... ?!” Michael, Vincent dan Malvin terkesiap bangkit dari duduknya. Ketiga pria itu sama-sama mendekati Helena yang bahunya dipegangin Alex, saking takutnya lelaki itu bila adiknya itu akan terjatuh pingsan. Sedangkan tindakan yang dilakukan Michael, mengambil tisu untuk mengelap darah di bibir, pipi serta telapak tangan Helena, lalu kemudian Vincent mengambil segelas air minum untuk membantu meredakan batuk berdarah Helena. Helena menerimanya, dibantu Vincent memegangi gelasnya. Setelahnya mereka membantu Helena duduk di kursi dengan hati-hati. Begitu memperlakukannya layaknya permata yang berharga. “Ayah akan siapkan mobil, kita ke rumah sakit sekarang.” Malvin berkata pada mereka, Helena mendengar itu seketika menoleh. “Jangan!” bantah Helena. Sontak membuat mereka memandanginya, terkejut. Malvin yang sempat akan melangkah itu. Berbalik kembali menatap sang putri. “Helena, kamu batuk berdarah loh. Bagaimana jika itu membahayakanmu? Ayah takut kamu kenapa-napa, saya
Tock! Tock! Tock! Pintu terketuk tiga kali, semulanya Helena yang sibuk menyisir rambut hitam panjangnya yang tergerai lurus sampai sebatas pinggangnya, sembari Helena menatap cermin yang ada di depannya dengan posisi dirinya berdiri. Mendengar suara ketukan pintu, lantas Helena mengalihkan wajah, sambil berujar, “Masuk.” “Selamat pagi Nona muda.” Sofia menyapa hormat Helena setelah masuk ke dalam dan menutup kembali pintunya, lalu sedikit ia membungkukkan tubuhnya. “Pagi,” balas singkat Helena, terasa enggan bicara saat masih pagi begini. Sofia menatapnya dengan wajah terpasang rumit. Helena melihat itu mengerut penasaran. Ia pun bertanya, “Kenapa menatapku seperti itu?” “Nona muda, bagaimana dengan kondisi Anda?” tanya Sofia. “Kau lihat saja sendiri sekarang seperti apa kondisiku,” balas Helena yang tak terdengar memuaskan bagi Sofia. Helena menyadari itu, raut wajahnya tak bisa membohonginya. Sofia masih begitu penasaran dengan kondisinya. “Terkadang penampilan sering menipu,
“Kak Michael, kau sedang apa di sini?” Vincent melontarkan pertanyaan pada pria itu, yang kini mengalihkan pandangan ke arahnya. Bukan! Melainkan ke arah Helena yang berada di belakang Vincent, memastikan bila sang adik tak bereaksi berlebihan setelah ia bertindak kasar kepada laki-laki yang sangat disukainya. Itu menurut apa yang diketahui Michael selama ini. “Menemui adik perempuanku, sepertimu,” balasnya singkat kemudian itu ia berjalan menghampiri Helena yang berada di belakang Vincent, tengah menatapnya begitu datar, seakan tak ada nyawa di dalam diri wanita muda itu. Michael yang sudah berada di hadapan Helena, lantas berujar lembut padanya, “Aku melakukan itu demi kamu, sekalipun kamu akan melarangnya, sebagai seorang kakak, aku tidak akan membiarkan laki-laki busuk sepertinya, mendekatimu. Kamu boleh marah padaku, aku akan terima, tapi aku tidak akan membiarkanmu dekat dengannya lagi untuk kali ini.” Mata Helena yang menatap manik coklat dingin itu, sampai hampir lupa berk
“Nona muda, sepertinya tempat ini tidak cocok dengan Anda,” ragu Sofia melihat sekitarnya. Kini ia dan Helena berada di tempat nge-gym. Tempat di mana para orang-orang yang sangat peduli dengan kebugaran dan kesehatan tubuhnya berkumpul. Dan apalagi sekarang weekend, suasana di tempat ini menjadi begitu ramai. Banyak beragam kalangan berada di sini, baik dari muda, maupun sampai tua sekalipun. Tak seperti pikiran Sofia, Nona muda-nya akan mengurungkan niat kembali setelah berada di sini. Helena yang dilihatnya malah begitu tampak menunjukkan binar semangat di kedua matanya. “Sudah lamanya tidak di sini~ ” ucap Helena tanpa sadar ada Sofia di situ dapat mendengarnya. “Sudah lama?” Sofia mendekatkan wajahnya ke arah Helena sambil memegangi gagang kacamatanya. “Nona muda pernah ke sini?” ‘Sial! Keceplosan ... Ah~ harusnya aku lebih berhati-hati lagi menjaga ucapanku. Aku harus ingat di tubuh siapa sekarang.’ Helena memarahi dirinya sendiri yang asal berucap di tengah ada Sofia, pela
Helena terperangah. “Ka-kamu ... ?” Melihat siapa sosok yang ditabraknya, wanita itu sampai tak bisa mengendalikan lagi reaksi terkejutnya. Bahkan jari telunjuk tangannya mengacung menunjuk pria di depannya. “Roky.” “Ck!” decak pria yang ditabrak Helena tersebut, pilih abai, berjalan melewatinya. “Hah?” kaget Helena pria tersebut asal melewatinya, bak ia arwah yang tak dilihatnya. “Dia mengabaikanku?” Helena merasa heran mematung di situ. “Nona muda! Anda baik-baik saja ‘kan?” Sofia menghampirinya, datang memperhatikan setiap tubuhnya bila-bila ada yang terluka. Plak! ‘Ada apa denganku? Hais~ bisa-bisanya aku jadi pelupa begini.’ Sofia terkejut Helena menampar pipinya sendiri, sudah begitu kuat sekali dan bisa dipastikannya sebelah pipi Helena yang ditampar itu menjadi memerah. “Nona muda, Anda sakit?” tanya Sofia mencondongkan wajahnya sampai Helena memundur terlonjak dibuatnya. “Sofia! Sudah kukatakan jangan dekatkan wajahmu seperti ini!” bentak Helena kesal sekali. Helena k