“Ini tidak benar!” Mendadak Helena berdiri dan berteriak spontan dari semulanya ia duduk diam di kasurnya. Seorang pelayan wanita yang perlahan membuka pintunya akan masuk ke dalam kamarnya menjadi terkesiap dan memegangi dadanya saking terkejutnya. “AAH! Lancang sekali dia.” Helena mengusap wajahnya dengan kasar, terlihat frustasi sekali.
“Nona muda Helena! Anda kenapa?!”Suara pekikkan seorang wanita mengalihkan mata Helena, seketika ia menghindar darinya yang sepertinya akan memeluknya karena ia melihat wanita itu berlari dengan melebarkan kedua tanganya.Begitu cepat Helena menghindar, hampir saja waanita itu menabrak dinding di depannya seandainya kakinya tak cepat berhenti. “Huft, untung tidak jatuh.”“Siapa kamu?” selidik Helena bersedekap mengintrogasinya.Sofia berbalik menghadap Helena dengan sedikit membenah sikapnya lebih profesional seperti biasa sembari mendorong kacamata kotaknya, membenahinya yang hampir merosot dengan menggunakan satu jari tangannya. “Nona muda tidak mengingat saya?” tanyanya begitu tenang dari sebaliknya seorang pelayan setianya, seharusnya lebih menunjuk kekhawatirannya.Helena memberikan gelengan ringan.“Jadi apa yang dikatakan Andrian benar.”Sebenarnya Helena mengingatnya sangat jelas dari ingatan Helena si pemilik tubuh asli, wanita itu pelayan setianya yang selama ini selalu melayaninya dengan sepenuh hati dan sepertinya hanya wanita itulah yang pantas bila dianggap teman ketimbang harus berteman wanita seperti Delina. Di luar saja tampak baik, namun di dalamnya, siapa tahu wanita itu akan menusuknya dengan begitu dalam. Tapi Helena pemilik tubuh asli sayangnya selalu merasa tak nyaman dengan perlakuan Sofia setiap kali bila bersamanya, saking terlampau profesionalnya. Tak seperti pelayan lainnya, wanita perfeksionis itu, selalu mengenakan stelan jas hitam dan celana hitam. Tak lupa pula, ia selalu membawa kemana-mana saja tablet berukuran 8 inci-nya. Biasa digunakannya untuk mengatur dengan baik jadwal Helena sehari-harinya.“Baiklah saya akan memperkenalkan diri saya terlebih dahulu, Nona muda bisa memanggil saya Sofia, saya di sini biasa melayani Anda dari hal-hal kecil sekalipun. Saya yang akan mengurus semua kebutuhan Nona muda sehari-hari, di mulai itu dari saat Anda bangun pagi sampai Anda tidur kembali di malam harinya, semua kegiatan Anda saya yang akan mengaturnya,” papar Sofia menjelasnya cepat, tegas, dan jelas didengarnya.‘Dia sesuai tipeku, pelayan yang seperti ini ‘lah yang kuharapkan.’ Helena menyukainya, sekilas tersenyum, begitu tertarik sesuai seleranya dalam memilih pelayan yang biasa mendampinya. Seperti para pelayannya selama ini, mereka semua bertalenta meski sikap mereka tak seperti pelayan Sofia.“Apa ada yang ingin Nona muda tanyakan?”Helena menggeleng. “Sudah cukup.”“Oke, kalau begitu saya akan lanjutkan memberitahukan jadwal-jadwal Nona muda hari ini.” Sofia menatap tablet di tangannya yang sudah ia nyalakan, membacanya, “Pertama, bersihkan diri Anda terlebih dahulu, saya yang akan mengatur airnya sesuai yang Anda inginkan, untuk sabunnya saya sudah menyiapkan variasi sambun wangi di kamar mandi. Setelah itu … ” Sofia menghentikan bicaranya, matanya beralih melirik arloji yang terpasang di pergelangan tangannya. Setelahnya menatap kembali wanita bernetra coklat indah itu yang wajahnya tampak putih pucat. “ … sudah akan menuju malam, Nona muda Anda harus bergegas mandi. Akan ada acara dinner besar dengan para partner kerja Tuan Marvel, acara akan diadakan beberapa jam lagi. Anda harus cepat bersiap, sementara itu biar saya yang menyiapkan pakaian yang akan dikenakan Anda.”“Kenapa aku harus ikut? Bukankah itu hanya acara antar partner kerja, Ayah.” Helena memandangi Sofia memastikannya.“Anda harus mengingat, keberadaan Anda sekarang harus diperlihatkan bukan hanya kami-kami saja yang tahu.” ‘Kami’ yang dimaksud itu, ia sendiri, sopir Andrian dan sang pewaris Alex. “Perlihatkan pada mereka semua, Anda sudah kembali, Nona muda.” Sofia berusaha memberikannya dorongan kuat.Bila itu Helena yang asli, mungkin akan gentar mengetaui maksud Sofia menyuruhnya untuk hadir. Namun sekarang ini, Helena yang bermental baja yang tengah dihadapannya. Apa yang dikatakan Sofia seperti provokasi baginya.Sebenaarnya Helena merasa keberatan, masih tak yakin menghadiri acara itu sedangkan ini awal kehidupan barunya menjadi Helena wanita yang lebih muda. Namun melihat guratan keraguan di wajah Helena. Sofia mendekatinya, membisikan, “Dua orang yang merusak hidup Anda akan hadir malam ini.”“Evan? Delina?”Menjaga jarak sedikit dengan Helena. Sofia mengulas senyumnya. “Bisakah Anda datang?”Helena membalasnya dengan senyum termanisnya. “Tentu, bakal rugi jika tidak datang.”---Malam sudah tiba mansion besar dan megah itu sudah dipenuhi para tamu yang hadir, secara langsung disambut sang kepala keluarga Dawson, Marvel Dawson. Pria yang masih gagah dan tampil menawan meski sudah hampir kepala enam itu begitu ramah pada para rekan-rekan yang selama ini menjalin kerjasama dengannya, tak terkecuali itu dari pihak keluarga Nixon dan Stewart yang tentu terdapat dua pasangan anak muda, Evan Nixon dan Delina Stewart.Mereka menyapa ramah kepala keluarga Dawson meski dibalas pria itu dingin, tak seperti oranag tua mereka yang lebih ramah.Delina mendumel tak senang terhadap pria itu setelah sedikit jauh dengan keberadaan Malvin Dawson yang didampingi kedua istri sahnya. “Apaan wajahnya itu, dia memperlakukan kita seenaknya.”Evan sangat jelas mendengarnya. Delina selalu menempel padanya, memeluk lengannya sampai rasanya lengan tangan Evan terasa sangat kebas. Tapi mau menegur wanita itu, ia merasa tak enak, takutnya juga menambah suasana hatinya semakin buruk setelah mendapat perlakuan tak mengenakan dari sang kepala keluarga Dawson yaitu Malvin Dawson, tak seperti waktu-waktu lalu di saat ia dan Helena masih menjalin kasih bahkan sempat bertunangan. Malvin tak seacuh itu terhadap mereka.Saat mereka semua sudah saling mengambil duduk di depan meja panjang yang terdapat berbagai menu makanan yang secara langsung diolah oleh para chef professional keluarga Dawson yang tentu jangan diragukan lagi masakan mereka. Pasti sangat enak.Di tengah duduknya Evan menatapi orang-orang sekitarnya seakan mencari-cari seseorang di sini yang jelas diketahuinya seseorang yang dicarinya itu pasti tidak mungkin hadir di sini. Dia saja masih gila dan dirawat dari yang diketahuinya melalui Delina. ‘Sayang sekali Helena tidak ada di sini.’ Evan masih berharap bisa selalu melihat mantan tunangannya itu dulu. Setidaknya ia bisa melihatnya sekali saja. Padahal di sini sudah ada Delina yang setia bersamanya, tetapi masih saja begitu sulit baginya move on dari wanita yang memang dicintainya.“Apa saya terlambat? Sepertinya saya terlalu lama datang.”Suara itu?Seketika Evan dan yang lainnya terkhususnya Delina menoleh ke arah asal seseorang yang memecah suasana ricuh di antara mereka.“Helena?!”Berbagai reaksi ditunjukkan mereka saat ketika wanita yang tak asing di mata semua orang di sini, hadir dengan dress yang sangat mencolok warnanya, biru dongker yang bertabur permata di bagian sekitar bawah pinggangnya.Menyisipkan rambutnya ke belakang daun telinganya. Helena tersenyum menyapa mereka, dengan caranya seakan malu-malu di depan mereka semua. Semua orang tampak tercengang melihat kedatangannya, tak ayal mereka seperti itu bila selama ini saja Helena mereka ketahui lagi dirawat di rumah sakit jiwa karena kesehatan mentalnya terganggu dan ada rumor beredar juga bila Helena memiliki penyakitit bipolar yang sukar mengendalikan emosinya jika wanita muda itu sudah marah. “Helena ... putriku?” Malvin mengerjapkan kedua matanya dan menggosok matanya dengan kedua tangannya hampir tak percaya putrinya satu-satunya, Helena, akan muncul di acara dinner yang dibuatnya. Selain itu, kapan putrinya sudah sembuh? Mengapa ia tidak mengetahuinya? Alex yang berada dekat duduknya dengan sang Ayah, memberikan bisikan pada pria setengah baya itu, “Itu Helena, Ayah. Aku sengaja tidak memberitahukannya ke Ayah tadi jika adikku sudah pulang karena aku melihat betapa sibuknya Ayah sejak tadi.” Tak membalas, Ma
Ckiitt! “Helena, mau kemana?” Mendengar decitan kursi dimundurkan ke belakang oleh sang adik perempuannya. Alex seketika menoleh, menanyainya. “Mau ke toilet sebentar,” balas Helena tenang, dengan kedua tangannya menjinjing dress yang dikenakannya, berhati-hati agar tak menyangkut di saat ia akan berjalan keluar. “Cepatlah kembali,” pesan Alex padanya. Helena mengangguk ringan serta membalasnya, “Iya.” Setiap gerak-gerik yang dilakukan Helena, banyak sekali pasang mata terus mengintainya. Bahkan di saat wanita itu beranjak. Banyak yang sebagian dari mereka bertanya-tanya karena tak mendengar pembicaraan pelan dan singkat yang dilakukan Helena dengan Alex. “Ke mana dia?” Delina merasa penasaran Helena pergi begitu saja. Dari sejak tadi pun ia sudah tak tenang, makan saja hanya beberapa suap, dan berkali-kali mencuri padang ke arah Helena yang asik santai menyantap daging steak di piringnya dan ketika Helena berdiri dari duduknya. Rasa penasarannya memuncak, ia begitu ingin tahu a
“Helena ... ?!” Michael, Vincent dan Malvin terkesiap bangkit dari duduknya. Ketiga pria itu sama-sama mendekati Helena yang bahunya dipegangin Alex, saking takutnya lelaki itu bila adiknya itu akan terjatuh pingsan. Sedangkan tindakan yang dilakukan Michael, mengambil tisu untuk mengelap darah di bibir, pipi serta telapak tangan Helena, lalu kemudian Vincent mengambil segelas air minum untuk membantu meredakan batuk berdarah Helena. Helena menerimanya, dibantu Vincent memegangi gelasnya. Setelahnya mereka membantu Helena duduk di kursi dengan hati-hati. Begitu memperlakukannya layaknya permata yang berharga. “Ayah akan siapkan mobil, kita ke rumah sakit sekarang.” Malvin berkata pada mereka, Helena mendengar itu seketika menoleh. “Jangan!” bantah Helena. Sontak membuat mereka memandanginya, terkejut. Malvin yang sempat akan melangkah itu. Berbalik kembali menatap sang putri. “Helena, kamu batuk berdarah loh. Bagaimana jika itu membahayakanmu? Ayah takut kamu kenapa-napa, saya
Tock! Tock! Tock! Pintu terketuk tiga kali, semulanya Helena yang sibuk menyisir rambut hitam panjangnya yang tergerai lurus sampai sebatas pinggangnya, sembari Helena menatap cermin yang ada di depannya dengan posisi dirinya berdiri. Mendengar suara ketukan pintu, lantas Helena mengalihkan wajah, sambil berujar, “Masuk.” “Selamat pagi Nona muda.” Sofia menyapa hormat Helena setelah masuk ke dalam dan menutup kembali pintunya, lalu sedikit ia membungkukkan tubuhnya. “Pagi,” balas singkat Helena, terasa enggan bicara saat masih pagi begini. Sofia menatapnya dengan wajah terpasang rumit. Helena melihat itu mengerut penasaran. Ia pun bertanya, “Kenapa menatapku seperti itu?” “Nona muda, bagaimana dengan kondisi Anda?” tanya Sofia. “Kau lihat saja sendiri sekarang seperti apa kondisiku,” balas Helena yang tak terdengar memuaskan bagi Sofia. Helena menyadari itu, raut wajahnya tak bisa membohonginya. Sofia masih begitu penasaran dengan kondisinya. “Terkadang penampilan sering menipu,
“Kak Michael, kau sedang apa di sini?” Vincent melontarkan pertanyaan pada pria itu, yang kini mengalihkan pandangan ke arahnya. Bukan! Melainkan ke arah Helena yang berada di belakang Vincent, memastikan bila sang adik tak bereaksi berlebihan setelah ia bertindak kasar kepada laki-laki yang sangat disukainya. Itu menurut apa yang diketahui Michael selama ini. “Menemui adik perempuanku, sepertimu,” balasnya singkat kemudian itu ia berjalan menghampiri Helena yang berada di belakang Vincent, tengah menatapnya begitu datar, seakan tak ada nyawa di dalam diri wanita muda itu. Michael yang sudah berada di hadapan Helena, lantas berujar lembut padanya, “Aku melakukan itu demi kamu, sekalipun kamu akan melarangnya, sebagai seorang kakak, aku tidak akan membiarkan laki-laki busuk sepertinya, mendekatimu. Kamu boleh marah padaku, aku akan terima, tapi aku tidak akan membiarkanmu dekat dengannya lagi untuk kali ini.” Mata Helena yang menatap manik coklat dingin itu, sampai hampir lupa berk
“Nona muda, sepertinya tempat ini tidak cocok dengan Anda,” ragu Sofia melihat sekitarnya. Kini ia dan Helena berada di tempat nge-gym. Tempat di mana para orang-orang yang sangat peduli dengan kebugaran dan kesehatan tubuhnya berkumpul. Dan apalagi sekarang weekend, suasana di tempat ini menjadi begitu ramai. Banyak beragam kalangan berada di sini, baik dari muda, maupun sampai tua sekalipun. Tak seperti pikiran Sofia, Nona muda-nya akan mengurungkan niat kembali setelah berada di sini. Helena yang dilihatnya malah begitu tampak menunjukkan binar semangat di kedua matanya. “Sudah lamanya tidak di sini~ ” ucap Helena tanpa sadar ada Sofia di situ dapat mendengarnya. “Sudah lama?” Sofia mendekatkan wajahnya ke arah Helena sambil memegangi gagang kacamatanya. “Nona muda pernah ke sini?” ‘Sial! Keceplosan ... Ah~ harusnya aku lebih berhati-hati lagi menjaga ucapanku. Aku harus ingat di tubuh siapa sekarang.’ Helena memarahi dirinya sendiri yang asal berucap di tengah ada Sofia, pela
Helena terperangah. “Ka-kamu ... ?” Melihat siapa sosok yang ditabraknya, wanita itu sampai tak bisa mengendalikan lagi reaksi terkejutnya. Bahkan jari telunjuk tangannya mengacung menunjuk pria di depannya. “Roky.” “Ck!” decak pria yang ditabrak Helena tersebut, pilih abai, berjalan melewatinya. “Hah?” kaget Helena pria tersebut asal melewatinya, bak ia arwah yang tak dilihatnya. “Dia mengabaikanku?” Helena merasa heran mematung di situ. “Nona muda! Anda baik-baik saja ‘kan?” Sofia menghampirinya, datang memperhatikan setiap tubuhnya bila-bila ada yang terluka. Plak! ‘Ada apa denganku? Hais~ bisa-bisanya aku jadi pelupa begini.’ Sofia terkejut Helena menampar pipinya sendiri, sudah begitu kuat sekali dan bisa dipastikannya sebelah pipi Helena yang ditampar itu menjadi memerah. “Nona muda, Anda sakit?” tanya Sofia mencondongkan wajahnya sampai Helena memundur terlonjak dibuatnya. “Sofia! Sudah kukatakan jangan dekatkan wajahmu seperti ini!” bentak Helena kesal sekali. Helena k
“Kamu ini ya, masih saja tidak pernah berubah! Mata sudah baik-baik terpasang, tidak pernah digunakan dengan baik fungsinya! Selalu, setiap ada kamu apapun yang kubawa pasti jatuh! Sengaja ‘kan kamu? Tidak begitu sukanya ‘kah kamu sampai seperti itu padaku?!” hardik wanita itu menunjuk wajah Helena yang tertunduk, geram. Sofia melihat itu, menarik tangan Helena sampai wanita itu berada di belakangnya. “Nyonya Brianna, mohon maaf atas kesalahan Nona muda. Saya akan membereskannya, tolong jangan memperpanjang masalahnya. Mohon mengerti keadaan Nona muda sekarang,” kata Sofia mencoba membujuk Brianna Davies wanita yang merupakan istri pertama Malvin Dawson. Ia juga ibunya Alex dan juga Michael. “Kamu kira saya sepemaaf itu?” celetuknya memicing sinis dan dengan angkuhnya melipat kedua tangannya di dada. “Jangan kamu pikir dispesialkan menjadi pelayan di sini oleh suamiku, bisa bertindak seenaknya kamu. Pelayan tetaplah pelayan, tidak ada hak kamu ikut campur dengan masalah saya dan putr