Share

Merasa kehilangan

Penulis: Aprilia Choi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-30 19:07:12

“Terima kasih Pak Diko atas makan siangnya, lain kali tolong izinkan saya yang membayar ya Pak,” pinta Thalita sesampainya mereka di ruangan Diko.

“Jadi kita akan makan bersama lagi?” tanya Diko antusias.

“Eh, bukan begitu maksud saya, maksudnya kalau Bapak minta ganti rugi lain kali saya yang traktir.”

“Ya ... kalau begitu saya minta ganti ruginya dengan makan malam saja, bagaimana?” tawar Diko.

“Tapi jangan malam ini ya Pak, saya sudah ada janji.”

“Saya tidak mau ada penolakan, nanti malam sepulang kerja saya tunggu di parkiran mobil. Ingat jangan sampai terlambat, karena saya tidak suka menunggu,” perintah Diko tak terbantahkan.

Thalita merasa tidak terima dengan sikap Diko yang merasa memiliki semua kuasa atas dirinya, seakan ia adalah kekasihnya. Ia juga ingin bebas pergi dengan temannya yang lain. Tapi Diko selalu saja melarangnya dengan berbagai alasan dan ancaman tentu saja. Hal itu membuat Thalita tak bisa bersabar lagi kali ini.

“Saya ini hanya karyawan Anda Pak, Anda boleh mengatur saya jika itu berhubungan dengan pekerjaan. Tapi di luar itu, kita bukan siapa-siapa. Jadi Bapak tidak berhak mengatur kehidupan saya. Selama ini saya sudah cukup bersabar dengan semua sikap Bapak yang seakan-akan kekasih saya, selalu melarang saya ini dan itu. Saya juga punya kehidupan sendiri Pak, jadi saya minta tolong dengan sangat jangan campuri kehidupan pribadi saya lagi. Kalau Bapak merasa saya tidak sopan kali ini silakan Bapak pecat saya saja, saya minta maaf,” ujar Thalita melampiaskan semua yang ia pendam selama ini, ia sudah lelah dengan sikap Diko kepadanya. Jika memang harus dipecat wanita itu sudah pasrah, seraya berdoa Tuhan akan memberikan pengganti pekerjaan yang lebih baik untuknya.

Mendengar ungkapan hati Thalita membuat Diko tersadar bahwa selama ini ia sudah terlewat batas. Namun memang itu tujuannya bukan, membuat siapa pun yang berhubungan dengan Dara akan menderita. Entah mengapa kali ini ia merasa lain, hatinya sakit saat Thalita mengatakan ‘Jangan campuri lagi urusan pribadi saya, kita bukan siapa-siapa’, kata-kata itu terus terngiang dalam kepala Diko membuat hatinya merasakan sakit yang Thalita rasakan.

Ia tak tahu mengapa ia merasakan itu, apakah ia mulai jatuh hati pada Thalita? Rencananya gagal total. Ia ingin membuat Thalita jatuh hati padanya malah sekarang ia yang berbalik menaruh hati pada sekretarisnya itu.

Tak ingin kehilangan perempuan itu, Diko segera menyusul Thalita ke ruangannya namun tak ia temukan. Tasnya pun tidak ada di tempat biasa Thalita menaruhnya, hatinya semakin kalut ia pun segera berlari ke luar kantor untuk mencari Thalita.

Diko mencari ke sekeliling kantor tapi belum juga bertemu dengan Thalita, ia mencoba menelepon tapi tak kunjung mendapat jawaban juga dari wanita itu.

“Kamu ke mana sih Thalita, semarah itukah kamu karena ucapanku tadi. Argh!!” seru Diko frustrasi.

“Pak Diko, kenapa teriak-teriak di sini?” tanya Thalita yang berjalan dari belakang menghampiri Diko.

“Thalita ... kamu tidak jadi pergi?” tanya Diko seraya berbalik menghadap Thalita.

Thalita menggeleng. “Jam kantor kan belum selesai Pak, maaf tadi saya pergi sebentar karena ...” belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Diko langsung memeluk Thalita seakan takut wanita itu menghilang lagi darinya.

Thalita yang merasa terkejut, hanya bisa terdiam sejenak mencoba mencerna perlakuan bosnya, untuk apa bosnya memeluk dirinya? Di depan kantor? Tentu saja banyak yang menyaksikan mereka berdua. Sebagian langsung bergunjing karena Diko tidak pernah terlihat bersama wanita, apalagi sekarang yang ia peluk adalah sekretarisnya. Sebagian lagi sangat senang melihat mereka seperti sepasang kekasih yang saling melepas rindu.

“Maaf Pak Diko, tolong jangan seperti ini,” pinta Thalita seraya melepas pelukan Diko.

“Ah ya, saya yang seharusnya meminta maaf. Saya kira tadi kamu ... pergi, saya mau meminta maaf kalau perkataan saya tadi menyinggung perasaan kamu ya,” kata Diko tulus.

Thalita menggeleng. “Tidak apa-apa Pak, saya juga tadi terbawa emosi makanya sampai terucap kata-kata itu. Tolong jangan pecat saya ya Pak,” pinta Thalita.

Diko tersenyum, senyuman itu sangat manis. Senyuman yang belum pernah Thalita lihat sebelumnya. Itulah pertama kali Thalita melihat Diko bisa tersenyum, apalagi dengan dirinya yang hanya seorang sekretaris.

“Saya juga masih butuh kamu, karena pekerjaan kita masih banyak malam ini kita lembur ya,” perintah Diko.

“Baik Pak Diko saya siap,” sahut Thalita dengan semangat dan mereka pun tertawa bersama.

Itulah pertama kali keduanya tertawa bersama, Diko merasa hatinya menghangat ketika bisa tertawa bersama Thalita. Ia tidak menyangka sekretaris yang selama ini ia jadikan objek balas dendam bisa membuat hatinya merasa di penuhi kedamaian.

**

Flashback On...

Thalita sedang dalam perjalanan untuk pulang ke rumahnya, hatinya sangat sakit karena perkataan bosnya tadi. Tapi ia tidak bisa egois, ia masih membutuhkan pekerjaan. Demi ayahnya, ia harus meredam egonya dan kembali bekerja untuk Diko.

“Apa yang aku katakan tadi ya, tidak seharusnya tadi aku bicara seperti itu. Kalau dia benar memecat aku bagaimana nasib ayah nanti? Aku harus kembali dan meminta maaf sama pak Diko,” batin Thalita. “Pak, tolong putar balik ke kantor tadi ya,” katanya pada sopir taksi.

“Baik Bu.” Taksi pun berputar balik lalu melaju kembali ke arah kantor ARGA Advertising.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Balas Dendam Sang CEO Tampan   Epilog (END)

    Setelah mendudukkan Thalita di samping Diko, pak Tio segera mengambil tempat di depan calon menantunya itu. Beliau yang akan menjadi wali nikah langsung untuk putri tersayangnya. Bapak penghulu mempersilakan Diko menjabat tangan pak Tio untuk bersiap mengucap ijab kabul.“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Diko Argawinata bin Arya Argawinata dengan putri saya Thalita Aurelia binti Tio Leandro dengan mas kawin berupa emas sebesar 1794 gram dibayar tunai,” ucap pak Tio dengan tegas.“Saya terima nikah dan kawinnya Thalita Aurelia binti Tio Leandro dengan mas kawin berupa emas sebesar 1794 gram dibayar tunai,” jawab Diko mantap dengan satu tarikan napas.“Bagaimana para saksi?” tanya pak penghulu.“SAH!!” jawab Adrian dan para saksi lainnya dengan kompak.“Alhamdulillah,” ucap syukur semua orang yang hadir di ruangan itu.Thalita dan Diko turut mengucap syukur dalam hati atas kelancaran ijab kabul mereka. Diko merasakan kelegaan yang luar biasa setelah berhasil mengucapkan ijab

  • Balas Dendam Sang CEO Tampan   Persiapan pernikahan

    Diko mendekap Thalita dalam pelukan hangatnya, melepas segala rasa rindu yang telah keduanya pendam karena keegoisan mereka selama ini.“Aku masih merasa seperti mimpi, bisa memeluk kamu kembali setelah semua yang kita lewati selama ini. Terima kasih ya kamu mau menerimaku lagi,” ucap Diko seraya mengeratkan pelukannya pada wanita yang sangat ia rindukan.Thalita menghirup dalam-dalam aroma tubuh yang selama satu tahun ini sangat dirindukannya. “Aku pun masih merasa seperti mimpi, kalau pun ini memang mimpi aku rela terjebak selamanya asal bersama kamu di dalamnya,” ucapnya membuat pria di hadapannya tersenyum bahagia.Diko mengurai pelukan mereka. “Sejak kapan kamu jadi pintar menggombal?” godanya membuat pipi Thalita bersemu merah.“Siapa yang menggombal? Aku hanya membalas perkataan kamu saja,” elak Thalita seraya memunggungi Diko lalu mengulum senyumnya.Diko memeluk gadis itu dari belakang, yang merupakan pelukan favoritnya. “Kamu tahu tidak, aku paling suka memeluk kamu sep

  • Balas Dendam Sang CEO Tampan   Kurelakan dia untukmu

    “Maksud Mas apa? Mas Adrian tidak mencintaiku?” tukas Thalita.Adrian tersenyum getir. “Harusnya aku yang bertanya seperti itu ke kamu. Kamu tidak pernah mencintaiku kan? Aku tahu di hati kamu hanya ada namanya, bahkan meski kamu membencinya kamu masih menyimpan syal pemberiannya. Kamu tidak pernah sedikit pun bisa menghapus dia dari hati kamu, sekeras apa pun aku mencoba membuat kamu mencintaiku. Aku tetap tidak bisa,” lirihnya dengan mata berkaca-kaca.Air mata menetes begitu saja membasahi pipi Thalita. “Mas, tolong dengarkan aku dulu, aku sudah berusaha Mas. Aku akan belajar mencintai kamu, tapi tolong beri aku waktu,” pintanya.“Belajar mencintaku? Sampai kapan? Satu tahun lebih aku berusaha sabar menunggu waktu itu tiba, bahkan sampai dia kembali kamu tetap tidak bisa mencintai aku kan?” cecar Adrian.Thalita menutup wajah dengan kedua tangannya, menumpahkan tangisnya di sana. “Maafkan aku, Mas,” lirihnya.Adrian berjalan menghampiri Thalita, mengusap kepala gadis itu dan m

  • Balas Dendam Sang CEO Tampan   Kejujuran hati

    Meski hatinya merasa nyaman, Thalita berusaha keras agar tidak kembali pada perasaan yang telah membuatnya hancur. Ia telah melangkah maju dan tidak ingin mengingat masa lalu yang hanya akan menghambat masa depannya. Namun apa daya, ia tak bisa mengendalikan perasaannya. Meski cinta Adrian begitu besar padanya, namun tetap tak mampu merobohkan dinding cintanya untuk Diko. Hingga saat ini cinta itu masih sama, berapa kali pun gadis itu menyangkal perasaannya.Adrian pun menyadari itu, tatapan yang tak pernah ia dapatkan dari Thalita saat gadis itu menatap pada Diko. Seperti saat ini, mereka telah selesai menghadiri rapat bulanan yang diadakan oleh kantor Xander Corporation. ARGA Advertising yang merupakan rekan bisnis pun turut hadir untuk mempresentasikan hasil kerja sama antara mereka.“Sayang,” panggil Adrian lembut, membuat Thalita menoleh padanya.Saat ini Thalita, Adrian, dan Diko tengah duduk bersama di ruangan kerja Adrian untuk membahas hasil kerja perusahaan mereka seusa

  • Balas Dendam Sang CEO Tampan   Kakak beradik

    “Adrian?”“Iya Diko ini aku Adrian, kakakmu,” sahut Adrian dengan tersenyum ramah. “Jadi selama ini—“ Diko tidak sanggup meneruskan ucapannya.“Maaf aku tidak bisa memberi tahu kamu di awal pertemuan kita, karena waktu itu aku belum bisa menerima papa Arya tapi sejak papa Arsene meninggal aku menjadi sebatang kara. Kemudian papa Arya dan mama Aulia datang dengan sabar mereka selalu menemaniku dan berusaha menjadi orang tua yang baik untukku. Sejak itu aku baru bisa menerima mereka sebagai ganti orang tuaku,” kata Adrian menjelaskan. “Lalu untuk apa kamu mengambil perusahaanku?” tukas Diko masih tak terima.“Aku bukan mengambilnya, aku hanya membantumu mengembangkannya. Dan sekarang kamu bisa menikmati hasilnya bukan?” Diko beranjak dari duduknya. “Lalu kekasihku? Apa bisa kamu kembalikan juga?” tanyanya kemudian.Adrian menggeleng cepat. “Thalita sudah bukan kekasihmu lagi, dia tunanganku. Dia juga bukan barang yang bisa kamu minta kembali, salahmu sendiri telah menyia-nyiak

  • Balas Dendam Sang CEO Tampan   Sebuah kenyataan

    Waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 sore saat mereka keluar dari area pemakaman.“Lapar tidak sayang? Kita makan yuk,” ajak Adrian saat mereka sudah berada dalam mobil.“Lumayan sih, Mas.”“Oke kita makan ya, aku ingin mengajak kamu ke tempat makan favoritku,” kata Adrian antusias seraya melajukan mobilnya.Thalita hanya mengangguk dan tersenyum.Tak butuh waktu lama, 15 menit kemudian Adrian memarkirkan mobilnya di pinggir jalan lalu mengajak Thalita untuk turun dan berjalan ke sebuah tempat makan yang merupakan langganannya.“Bang, biasa ya kali ini 2 porsi tapi,” kata Adrian sambil melirik lalu tersenyum ke arah Thalita.“Siap Mas, silakan duduk dulu ya,”Lalu Thalita dan Adrian pun memilih tempat duduk tanpa meja tepat di sebelah rombong yang bertuliskan ‘Nasi Goreng Jawa Mantap’. Seperti namanya, makanan yang disajikan memang sangat mantap dan menggoyang lidah siapa pun yang memakannya. Meski hanya kios di pinggiran jalan, namun rasanya tak kalah dibanding restoran mahal

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status