"Bagaimana, Sayang? Apa kamu sudah ingat semuanya?" tanya Bara ketika melihat istrinya yang malah asik melamun.
Pria itu mengusap puncak kepala istrinya dengan begitu lembut, lalu Bara mengecup kening istrinya. Dia terlihat begitu perhatian dan juga pengertian terhadap istrinya tersebut. Mendengar pertanyaan dari Bara, Hana seakan tertarik ke alam nyata. Dia tersadar dari lamunannya dan menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Iya, Mas. Aku ingat, aku melahirkan Hani secara prematur karena jatuh saat hendak mengambil air wudhu. Aku juga ingat kalau aku kecelakaan saat hendak pulang ke rumah kita, lalu di mana putri kita Mas? Bagaimana keadaannya sekarang?" Hana begitu rindu kepada putri kecilnya, dia berharap jika putri kecilnya baik-baik saja. Dia berharap jika putri kecilnya kini tumbuh dengan baik, walaupun selama enam bulan ini dia koma dan tidak bisa merawat putri kecilnya. "Nanti saja kita bicarakan untuk masalah Hani, Sayang. Sekarang lebih baik aku panggil dokter dulu untuk memeriksa keadaan kamu, karena kamu baru saja tersadar." Hana menggelengkan kepalanya dengan cepat, saat ini menurutnya obat yang paling mujarab adalah bertemu dengan putrinya, bukan berbicara dengan dokter. Sungguh dia rindu kepada Hani. "Tapi, Mas. Aku benar-benar merindukan putri kita, apa tidak boleh kalau aku ingin bertemu dulu dengan putri kita?" tanya Hana dengan kecewa. "Bukan begitu, Sayang. Kamu juga perlu memeriksakan diri terlebih dahulu, karena 6 bulan bukanlah waktu yang sebentar." "Baiklah, aku menurut," ujar Hana patuh. Bara dengan cepat memencet tombol darurat, tidak lama kemudian dokter dan suster nampak masuk ke dalam ruangan tersebut. Hana langsung mendapatkan pemeriksaan dari dokter dengan intensif. "Bagaimana keadaan mata saya, Dok? Kenapa saya tidak bisa melihat? Semuanya nampak gelap. Sebenarnya apa yang terjadi kepada saya?" "Saat kecelakaan anda mengalami benturan yang hebat, setelah saya periksa ternyata anda mengalami kebutaan." Mendengar apa yang dikatakan oleh dokter, Hana langsung menangis sejadi-jadinya. Dia benar-benar bersedih, karena itu artinya dia tidak akan melihat lagi. Dunianya akan gelap, dia tidak akan bisa melihat suaminya lagi. Dia tidak akan bisa melihat putrinya, tidak akan bisa melakukan apa pun yang dulunya menjadi rutinitasnya. "Mas, bagaimana ini? Aku buta, Mas. Aku buta, aku tidak bisa melihat. Bagaimana ini?" ujar Hana dengan begitu sedih sekali. "Sabar ya, Sayang. Sabar, kita tanya dulu sama dokter. Apakah kamu bisa sembuh atau tidak?" "Bisa, tentu saja bisa. Asalkan anda mendapatkan pendonor mata, tapi kalau ada keajaiban anda juga bisa secepatnya melihat kembali. Karena ini hanya kebutaan yang tidak permanen," jelas Dokter. Sedikit lega, itulah yang dirasakan oleh Hana saat ini. Akan tetapi, tetap saja dia merasa takut. Takut kalau dia tidak bisa melihat untuk selama-lamanya. "Lalu, bagaimana dengan kaki saya, Dok? Kenapa begitu sulit untuk digerakkan? Kenapa terasa sakit?" Dokter tersenyum mendengar keluhan Hana, karena jika masih terasa sakit itu artinya masih normal. Kecuali kalau sudah tidak ada rasa sama sekali, itu artinya Hana juga mengalami kelumpuhan. "Saat terjadi kecelakaan anda mengalami patah tulang, tapi sekarang sudah sembuh. Anda hanya perlu belajar untuk berjalan kembali, agar bisa berjalan dengan lancar." "Jadi, kalau untuk kaki sudah tidak ada gangguan Dok?" "Tidak ada, anda bisa berjalan kembali setelah anda menggerakkan kaki anda dengan perlahan dalam setiap harinya." "Terima kasih, Dok. Lalu, kapan saya boleh pulang?" "Besok juga anda sudah boleh pulang, karena keadaan anda sudah sangat stabil." "Terima kasih atas keterangannya, Dok," hujar Hana sedikit lega. "Ya, kalau begitu saya permisi." Selepas kepergian dokter, Hana langsung memeluk suaminya dengan erat. Sungguh saat ini dia takut kalau Bara akan meninggalkan dirinya, karena dia kini sudah menjadi wanita yang cacat. "Mas, apakah kamu akan meninggalkan aku setelah aku mengalami kebutaan seperti ini?" "Tidak akan, Sayang. Tentu saja tidak. Sudahlah, jangan berpikir yang macam-macam. Aku yakin kamu akan cepat sembuh, kamu akan bisa melihat kembali dan kamu juga akan secepatnya berjalan. Kamu hanya perlu membiasakan diri untuk berjalan saja," ujar Bara. "Iya, Mas. Terima kasih atas dukungannya, lalu di mana putri kita?" "Sayang, aku harap kamu bisa lebih tabah setelah mendengar apa yang akan aku katakan." Ah! perasaan Hana tiba-tiba saja tidak enak setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Bara, dia merasa jika dirinya pasti akan mendapatkan kabar yang tidak mengenakkan. "Maksud kamu apa bicara seperti itu, Mas? Kamu jangan takut takutin aku, Mas." " Maaf, Sayang. Putri kita meninggal, dia tidak bisa bertahan dengan kondisinya. Dia membutuhkan ASI untuk pertumbuhannya, tapi karena kamu mengalami koma, akhirnya dia tidak kuat." Hana menjerit dengan histeris, dia tidak menyangka jika putrinya sudah tiada. Dia yang merasa begitu sedih langsung memukul dadanya yang terasa begitu sesak. "Aku tidak percaya, Mas. Kamu pasti bohong kamu pasti bohong kalau putri kita meninggal, aku yakin kalau Hani belum meninggal." Rasanya dunia Hana benar-benar runtuh, dia tidak bisa melihat, kakinya sulit digerakkan dan kini dia mendengar kalau putrinya telah tiada. Rasanya Tuhan begitu tidak adil kepada dirinya. Kenapa Tuhan begitu tega memberikan cobaan yang begitu bertubi-tubi kepada dirinya, apakah dia memiliki dosa yang begitu besar sehingga dia harus menebus dosa-dosanya dengan ujian yang begitu banyak, pikirnya. "Kamu bohong kan, Mas? Tidak mungkin putri kita meninggal," ujar Hana. Hana masih sangat ingat bagaimana perjuangannya untuk mendapatkan keturunan, setelah menikah selama 2 tahun dengan Bara, dia tidak kunjung hamil. Pada akhirnya dia datang ke dokter untuk melakukan program hamil, apa yang dia jalankan ternyata tidak menghasilkan. Dia belum juga dinyatakan hamil. Wanita itu juga berusaha untuk melakukan cara alternatif agar bisa hamil, dia pergi ke orang pintar dan melakukan pengobatan secara herbal. Namun, wanita itu tetap saja tidak bisa hamil juga. Pada akhirnya dia melakukan program bayi tabung, wanita itu benar-benar merasa sangat senang karena usahanya berhasil. Namun, kini dia benar-benar merasa sedih karena ternyata putrinya sudah tiada. Keturunan yang begitu sulit untuk dia dapatkan ternyata kini sudah meninggal dunia. "Maaf, Sayang. Tapi itulah kenyataannya, putri kita sudah tiada. Aku harap kamu bisa lebih bersabar lagi," ujar Bara. Hana tidak bisa mengatakan apa pun lagi, dia hanya bisa memeluk suaminya dengan begitu erat. Dia menumpahkan kesedihannya dengan menangis di dalam pelukan suaminya itu. "Jangan menangis lagi, besok kita akan ke makam putri kita." Hana masih merasa tidak percaya jika putrinya meninggal dunia, tetapi sayangnya dia tidak bisa menyangkalnya. Karena hal itu terucap dari bibir suaminya, rasanya Bara tidak mungkin berbohong. "Hem," jawab Hana seraya terisak.Selama satu minggu di Villa, Hana benar-benar menikmati harinya bersama dengan Bertrand dan juga Hani. Dia selalu bisa menyenangkan hati suaminya, dia juga selalu bisa menyenangkan hati Hani. Awalnya dia mengira jika Bertrand akan egois, suaminya akan meminta banyak waktu darinya hanya untuk berduaan saja dengan Bertrand. Karena pada kenyataannya mereka memang pasangan pengantin baru. Namun, justru Bertrand selalu ingin pergi ke manapun untuk menikmati hari bersama dengan Hani. Pria itu seolah mengerti keinginan dari Hana yang memang sudah sangat lama tidak bertemu dengan putri cantiknya. Bertrand selalu mendahulukan keinginan putri cantiknya, dia selalu memanjakan putri cantiknya karena pria itu berpikir jika dia memanjakan putrinya, maka Hana akan semakin mencintai dirinya. "Sudah satu minggu loh, mau nambah waktu atau mau pulang ke Jakarta aja?" Bertrand memeluk Hana yang kini sedang berada di depan jendela kamar yang terbuka, wanita itu sedang menikmati udara segar di sana.
Saat mendapatkan pemeriksaan ternyata Hana dinyatakan baik-baik saja, hanya saja dia perlu beristirahat dan diberikan vitamin oleh dokter.Bertrand juga mendapatkan tindakan, wajah tampannya langsung diobati dan diolesi salep luka. Kini keduanya sudah terlihat baik-baik saja, keduanya sudah pulang ke Villa."Bagaimana keadaan kalian?" tanya Helma dengan cemas.Semalaman dia tidak bisa tidur pulas, karena terus saja memikirkan bagaimana nasib menantunya itu. Dia sangat tahu kalau Hana adalah wanita baik, dia begitu gelisah saat mengetahui Bara menculik menantunya itu."Kami baik, Mom. Mana Hani?" tanya Hana.Padahal dia yang sudah diculik, tetapi tetap saja dia mengkhawatirkan kondisi putri cantiknya. Helma menghela napas panjang lalu memeluk Hana."Hani baik, dia sama Bobby. Kita langsung pulang ke ibu kota saja, Mom khawatir akan terjadi hal yang tidak diinginkan lagi." Helma mengurai pelukannya, lalu dia mengusap puncak kepala Hana."Jangan khawatir, Mom. Bara sudah ditangkap polisi
Hana menjerit-jerit karena ketakutan, dia takut akan dinodai oleh mantan suaminya. Karena wajah Bara terlihat diselimuti kabut hasrat, dia takut pria itu akan nekat dan melakukan hal yang di luar dugaannya.Pria itu pernah mencoba membunuh dirinya beberapa kali, sungguh Hana takut jika Bara akan memperkosa dirinya, setelah itu dia akan dibunuh dan dilempar ke jurang. Hani pasti tidak akan pernah lagi mendapatkan kasih sayang dari dirinya, walaupun pada kenyataannya Bertrand pasti memanjakan putri kecilnya itu. Namun, dia tidak mau mati konyol."Tolong jangan melakukan hal yang aneh, Mas!"Hana kembali berteriak ketika dia melihat Bara yang kini sudah berada di atas tubuhnya, pria itu menatap dirinya dengan tatapan lapar dengan tangannya yang terus saja mengurut miliknya. "Mana mungkin aku menyia-nyiakan kesempatan emas ini," ujar Bara yang nampak memosisikan miliknya agar sejajar dengan milik Hana.Jika saja dia memiliki kekuatan, Hana rasanya ingin menendang pria itu. Sayangnya, di
Hana menggeliatkan tubuhnya, dia lalu berusaha untuk menggerakkan kedua tangannya tetapi tidak bisa. Dia juga berusaha untuk menggerakkan kedua kakinya tetapi tidak bisa. Hana merasakan kepalanya begitu berat, dia juga merasakan kalau matanya begitu sulit untuk terbuka. Namun, wanita itu berusaha untuk membuka matanya.Sinar matahari yang menerobos masuk lewat celah membuat dia silau. Namun, Hana berusaha untuk melawan silaunya cahaya dengan matanya yang memicing. "Ini di mana? Kenapa badan aku sakit semua? Kenapa juga kedua tangan dan kedua kakiku begitu sulit untuk digerakkan?"Hana merasakan tubuhnya begitu sakit, dia jadi berpikir apakah tadi malam dia sudah melakukannya atau belum bersama dengan Bertrand.Namun, jika dia sudah melakukannya dengan Bertrand, Kenapa dia tidak mengingatnya sama sekali. Wanita itu mencoba untuk mengedarkan pandangannya, tiba-tiba saja matanya melotot karena dia berada di tempat yang asing. "Di aman ini?" tanya Hana yang tiba-tiba saja merasa panik.
Beberapa hari yang lalu. Bara baru saja melakukan makan siangnya, pria itu berjalan sambil menunduk dan tak berani menatap orang-orang yang ada di sana. Setiap kali dia menatap mata orang yang ada di sana, dia pasti akan menjadi sasaran empuk untuk dipukuli. Wajah Bara yang tampan sudah berubah, banyak luka bekas pukulan. Bukan hanya di wajahnya, tapi juga di beberapa bagian tubuhnya. Ada juga luka sayatan di pipinya. Tubuhnya yang dulu begitu gagah, kini nampak kurus kering. Kalau Hana bertemu dengan pria itu, pasti Hana tidak akan mengenalinya. Bara benar-benar tersiksa berada di penjara, sayangnya dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia juga merasa tersiksa karena mengetahui Hesti yang sedang hamil, usia kandungan wanita itu sudah memasuki usia dua puluh empat minggu. Perut Hesti sudah menonjol, tetapi sayangnya wanita itu tak kunjung bisa keluar dari dalam penjara. Padahal, Hesti sudah melakukan berbagai cara. Dia sudah berpura-pura sakit, dia sudah melakukan hal agar bisa kelu
Bertrand terus aja berusaha untuk menggoda Hana, tentu saja rayuannya begitu manjur karena wajah Hana kini sudah memerah. Tubuh wanita itu bahkan sudah menegang, meremang dan merasakan panas dingin akibat sentuhan yang dilakukan oleh Bertrand terhadap dirinya.Berkali-kali Hana mencoba melepaskan diri dari pria itu, tetapi sayangnya jerat cinta pria itu benar-benar di luar dugaannya."Bear, tunggu sebentar. Jangan sekarang, aku mau mandi dulu. Aku bau banget loh, nanti kamu boleh melakukan apa pun setelah aku mandi."Hana merasa tidak pede jika harus melakukan malam pertamanya tanpa mandi terlebih dahulu. Karena takut kalau Bertrand tidak merasa nyaman."Sekarang aja, gak usah nanti." Bertrand malah mengecupi leher jenjang Hana."Bear! Please," ujar Hana memelas.Akhirnya Bertrand melepaskan kungkungannya, dia langsung bangun dan duduk di tepian tempat tidur."Untuk apa sih kamu mandi? Padahal kamu itu udah wangi banget," ujar Bertrand sambil menatap miliknya yang kini sudah berdiri d