"Wirda!" Teriak Ahza menggema, bahkan Fatma yang sedang khusyuk membaca Alquran pun sampai terperanjat mendengar teriakkan itu."Wirda!" Ia berteriak kedua kalinya karena Wirda tak kunjung menghampiri.Ahza mulai kesal, ditendangnya ember yang teronggok di pojok toilet hingga benda itu retak, tak sampai disitu ia juga menendang bak mandi dengan kerasnya."Awww!" Suara erangannya menunjukan jika kakinya merasa kesakitan akibat benturan keras."Ada apa, Mas teriak-teriak?" Wirda menghampiri dengan raut wajah yang kesal."Cepat cuci toiletnya, bau kaya begini.""Engga ah, Mas, aku lagi lapar mana tahan, sudah biarkan nanti dicuci sama Mbak Fatma saja, sekarang kita keluar cari makan."Ia telah lupa siapa Fatma di rumah itu, posisinya bukan lagi seorang istri hingga semuanya dibebankan pada Kaka madunya seperti tempo hari."Fatma terus! Sampai kapan kamu bergantung sama orang lain hah?! Lupa kalau dia itu bukan lagi istriku, kamu sendiri yang minta aku supaya menceraikannya, tanpa sadar
Senja mulai muncul, sudah menjadi rutinitas Fatma di jam seperti ini ia keluar membeli makanan di warung makan atau restoran terdekat.Lelah memang. Namun, ia tak mengeluh dijalaninya rutinitas baru itu dengan penuh kesabaran. Uangnya telah menipis terbesit rasa bingung di hati, bagaimana makan untuk esok hari?Akan tetapi keyakinan terhadap Tuhannya begitu kuat, ia yakin Allah Maha Kaya, Maha Pemberi Rizki, takkan mungkin membiarkan hambanya kelaparan, terlebih seorang hamba itu beriman padanya.Dipandangi dompet berwarna soft pink berukuran kurang lebih satu jengkal itu, tinggal satu lembar warna biru, ia menghela napas lalu melangitkan doa dalam hatinya agar Allah senantiasa memberi kecukupan pada dirinya dan kedua anaknya.Ingin meminta pada Ahza ia segan, terlebih mengetahui jika keadaannya pun sedang tak memungkinkan, usahanya berada diambang kebangkrutan."Kak Fatma." Suara seorang lelaki membuyarkan lamunan, ia menengok ke asal suara, Fatan, sedang apa dia di rumah makan seder
"Mbak, please tolong Mas Ahza." Wirda mengiba dengan cara menangkupkan kedua telapak tangannya.Fatma masih tak bergeming ia malah melengos dari hadapannya. Namun, Wirda tak putus asa ia membuntuti Fatma hingga ke depan pintu kamar."Tunggu di sini!" tegas Fatma lalu menutup pintu itu sedikit keras.Ada kesal yang menyeruak dalam dadanya. Disaat sakit mereka mencari, lalu dimana mereka ketika saat itu sedang bersenang-senang? ternyata kedua orang itu hanya ingin berbagi duka, gumamnya, lalu Fatma tersenyum getir.Di dalam kamar ia lekas mencari selembar kertas dan pulpen lalu tangannya mulai menulis resep."Ini resep ramuan obat sakit lambungnya suamimu, buat saja sendiri aku malas."Fatma segera menutup pintu rapat-rapat, tanpa memberi kesempatan pada mantan adik madunya untuk bertanya, ia sudah malas jangankan untuk bicara, untuk bertatap muka saja ia risih.*Sementara di luar sana Wirda mencebik lalu mendengkus kesal.Bagaimana ia bisa membuat ramuan yang terbuat dari rempah-rempa
Tak dihiraukan bau tubuh Ahza yang menyengat, lantas Wirda mendekap tubuh suaminya seraya terisak."Mas, kita ke rumah sakit ya," ucapnya di telinga Ahza.Lelaki yang sudah tak berdaya itu hanya mengangguk lemah, lalu Wirda beringsut bangkit."Sebentar ya, Mas."Ia melangkah untuk menemui Fatma di kamarnya.Dua kali pintu diketuk akhirnya muncullah sosok Fatma yang mengenakan mukena, kedua wanita itu saling memandang."Mbak, Mas Ahza makin parah BAB dan muntah terus, bantu aku ya kita bawa dia ke rumah sakit," pinta Wirda memelas, rasa gengsi dan malu sudah terkubur berganti dengan rasa cemas."Sudah dikasih belum ramuannya?"Wirda menggeleng pelan."Kenapa ga dibuatin? takut tanganmu jadi kotor?" Fatma mendecap."A-aku ga tahu, Mbak bahan-bahannya kaya gimana, aku mohon bantu Mas Ahza sekarang ia akan di bawa ke rumah sakit aku sudah pesen taxi online," mohon Wirda memelas.Namun, dalam hatinya ia muak melakukan hal itu."Kalau sudah pesen taxi online ya sudah pergi saja, dia itu sua
Fatma merasa geram mendengar permohonan mantan madunya."Aku ga bisa bantu, maaf!" tegasnya yang membuat Wirda semakin dilanda rasa bimbang.Bagaimana tak panik seorang perawat menyuruhnya untuk membayar biaya administrasi secepatnya, karena Ahza harus segera di pindahkan ke ruang rawat inap dengan segera.Sementara dirinya tak membawa uang lebih, bisa saja menjual kalung atau perhiasan lainnya. Namun, ia enggan lakukan itu, sayang jika perhiasan itu harus terjual."Mbak ini kenapa sih sekarang berubah? inget! Mas Ahza itu masih ada hak terhadap Mbak, kalian masih masa Iddah belum bercerai resmi, Mbak mau berdosa karena ga mau ngurus suami sendiri?!"Wirda pun mulai meluapkan emosi, lebih tepatnya ia tak ingin menghadapi kesulitan ini seorang diri, Fatma juga harus ikut andil dalam mengurus Ahza. Fikiranya.Fatma terkekeh, ia faham betul apa yang di maksud Wirda, sebenarnya ia tak ingin melalui kesulitan ini seorang diri.Curang!Licik!Disaat sulit mereka mencari sedangkan disaat sen
"Gimana, Ahza? apapun akan Mbak lakukan agar kamu dan Fatma bisa bersama lagi, Mbak yakin dia itu jodoh terbaik yang akan menemani masa tuamu kelak."Ahza dan Wirda terdiam, jika Wirda sedang dalam puncak emosi berbeda dengan Ahza, pria itu nampak menghela napas lalu menatap sang kakak dan menunduk lagi.Pilihan konyol!Untuk kedua kalinya ia terjebak dalam pilihan itu, tak dapat dipungkiri Ahza pun teramat menyayangi Wirda. Namun, ternyata berpisah dengan Fatma adalah sebuah musibah besar.Jika bisa ia ingin bersama dengan keduanya, tanpa harus ada yang ditinggalkan.Wirda menepuk pelan paha suaminya, sebagai tanda jika ia tak nyaman dengan hadirnya Mbak Hafsa, penghalang kebahagiaannya selain Fatma."Ahza, Mbak rela, ridho kalau semua warisan dari ayah di berikan ke kamu, asal kamu dan Fatma kembali, dan duri yang menempel diantara kalian harus enyah dan lenyap."Degh!Ada sesuatu yang menghantam dada Wirda, benarkah dirinya duri di kehidupan Ahza?Keterlaluan kamu, Mbak!.Aku bukan
Dada Wirda naik turun. Namun, ada sedikit kepuasan karena ia bisa memecahkan unek-uneknya, biarlah ia dan kakak iparnya akan menjadi musuh, yang penting Ahza tak lagi berpaling pada masa lalunya.Ia cinta dan sayang Ahza!"Diam kamu! Ahza itu adikku, kita lahir dari rahim yang sama juga diasuh oleh orang yang sama, aku ga akan biarkan dia berada di jalan yang salah," Balas Mbak Hafsa tak kalah sengit.Ruangan rawat inap itu sudah berubah menjadi Medan pertempuran. Wirda mendengkus dan mencebik. Merasa tak menerima dengan penuturan kakak iparnya apakah hanya Fatma wanita shaliha di dunia ini? aku juga mampu, bahkan sanggup menjadi pribadi yang lebih baik dari mantan kakak madunya itu, batinnya."Sudah-sudah, ini rumah sakit ga baik bertengkar di sini, oh ya, Mbak aku ucapkan terima kasih karena sudah menjengukku.""Aku katakan sebaiknya Mbak ga usah ikut campur tentang masalah rumah tanggaku ya, biarkan aku jalani semua ini sendiri, Fatma sudah sangat membenciku jadi kami tak mungkin
Suasana di sekitar menjadi riuh, orang-orang berbondong-bondong melerai pertikaian dua wanita beda generasi tersebut."Lepaskan! Wanita ini akan kuhajar!" Wirda berusaha berontak dari cekalan beberapa pria yang berusaha melerainya.Sedangkan Mbak Hafsa, ia tertatih untuk bangun, beberapa ibu-ibu berusaha membantunya berdiri."Lihat saja, aku akan laporkan kamu ke polisi, kamu akan mendekam di penjara, sementara itu Ahza dan Fatma akan rujuk kembali."Mbak Hafsa menyeringai puas, tindakan yang Wirda lakukan bisa menjadi senjata untuk menyerang balik dirinya."Mbak, aku minta vidionya, barusan Mbak rekam 'kan?" Walau dalam keadaan diserang. Namun, ia sangat hafal jika wanita yang tak dikenalinya itu merekam kejadian barusan."Iya, Mbak boleh." Mbak Hafsa tersenyum puas."Bapak-Bapak, bisa bantu saya untuk menjauhkan orang ini?""Baik, Mbak," ucap seorang pria yang sedang memegangi tangan Wirda, lantas mereka menyeret Wirda menjauh.Sekarang Vidio beberapa detik itu sudah terkirim, Vidi