"Riko dan Lisa sedang dalam proses perceraian," tiba-tiba saja mama datang. Dia mendengar apa yang ditanyakan Ajeng padaku."Cerai? Kenapa bisa, bude?" tanya Ajeng."Ceritanya panjang, Jeng. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk menceritakannya," jawab mama.Ajeng pun kemudian diam. Dia memahami keadaan saat ini. Suasana masih berduka. Kakek juga belum di makamkan. "Di mana anak-anak?" tanyaku mengalihkan pembicaraan."Mereka sedang bersama ayahnya," jawab Ajeng. Berbeda denganku yang belum juga dikaruniai anak, Ajeng sudah mempunyai dua anak. Raiqa dan syaqila. "Udah besar pasti ya sekarang Raiqa sama Syaqila? Sudah lama aku tidak ke sini," ucapku."Iya, Mbak. Raiqa sudah mau empat tahun. Kalau Syaqila dua tahun setengah," jawab Ajeng lagi. Saat aku dan Ajeng mengobrol tiba-tiba saja Angga, suami Ajeng datang."Sudah datang, Mbak Lisa?" tanya Angga."Nih baru saja nyampe, Ngga" jawabku."Mana mas Riko? Kok aku belum lihat?" tanya Angga. Dalam keluargaku ini mas Riko terkenal san
"Mamanya Angga? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanyaku."Belum pernah. Ini kali pertama saya ketemu kamu, Lisa. Ajeng banyak cerita soal kamu. Katanya Kakak sepupunya tinggal di kota. Dan dia sangat baik juga cantik," tambah mama mertua Ajeng."Ajeng bisa saja, Tante. Oh ya apa saya boleh bertanya sesuatu?" tanyaku."Tanya apa, Lisa?" Aku sebenarnya ingin sekali bertanya soal bapak mas Riko. Namun apakah keputusanku ini benar atau tidak? Aku takut jika mertua Ajeng malah merasa malu padaku jika kutanya sekarang."Tanya soal apa, Lisa?" tanya mertua Ajeng lagi karena melihatku termenung."Em, sa_saya kagum dengan Tante. Tante masih terlihat muda dan cantik di usianya yang sekarang. Apa rahasianya kalau boleh tahu, Tante?" tanyaku akhirnya. Aku tidak ingin membuatnya malu saat ini. Dia terlihat seperti orang yang baik."Ah kamu bisa saja, Lisa. Saya ini sudah tua. Lihatlah kedua cucu saya itu. Mereka juga sudah pada besar sekarang," jawab mertua Ajeng seraya menunjuk ke arah Raiq
Pagi harinya aku memutuskan untuk pulang sendiri ke Jakarta. Mama dan Papa masih harus berada di kampung memgingat papa masih sangat terpukul dengan kepergian kakek."Loh mau pulang sekarang? Ada apa memangnya? Kenapa buru-buru sekali, Lisa?" tanya bude Wulan."iya, Bude. Ada sesuatu yang harus aku selesaikan. Besok aku datang ke sini lagi kok pas tiga harian kakek," jawabku."Memangnya ada hal apa? Apakah itu sangat penting?" Kini giliran om Ridwan yang bertanya. "Lisa sedang mengurus proses perceraiannya," jawab Papa."Apa?? Lisa mau bercerai? Kenapa memangnya?" tanya bude Wulan kaget. "Riko selingkuh. Dia bahkan telah menikah siri di belakang Lisa," Kini mama ikut mengeluarkan suaranya."Apa??? Yang benar saja Riko selingkuh??? Bukankah dia sangat baik selama ini. Mana mungkin ora sebaik Riko bisa selingkuh??" sahut pakde Arya, suami bude Wulan."Ya begitulah manusia. Terlihat baik tapi ternyata tidak. Kadang terlihat tidak baik ternyata baik. Hati orang tidak ada yang tahu," ja
"Saya nanti turun di depan rumah sakit itu saja ya, Tante," ujarku saat kita sudah sampai di kota."Loh, nggak mau Tante anterin sampai rumah saja, Lis? Tante punya tanggung jawab loh sama mama dan papamu karena sudah membawamu," jawab tante Laras."Nggak usah, Tante. Nanti malah tambah ngerepotin," sambungku."Nanti kalau kamu kenapa-napa gimana?" tambah tante Laras."Nggak akan kenapa-napa. Aku bukan anak kecil lagi, Tante," jawabku seraya tertawa.Tante Laras pun kemudian menghentikan mobilnya di depan rumah sakit yang ku maksud. Aku berencana meminta tolong pada Lidia untuk menjemputku sekalian bertemu dengan Kinan. "Beneran nyampe di sini saja nih? Yakin?" tanya tante Laras lagi. "Iya, Tante." "Ya sudah kalau begitu. Nanti kalau ada apa-apa langsung hubungi Tante ya," tambah tante Laras."Oke, Tante. Makasih ya sudah mau memberi tumpangan," kataku selanjutnya.Aku langsung turun dari mobil tante Laras dan berjalan menuju rumah sakit.Kuhubungi Lidia setelah itu dan memintanya
"Sori kemarin nggak bisa ketemuan sama kamu dan Kinan, Lis," ujar Lidia yang baru saja datang ke rumahku."Iya, nggak papa, Lid. Ada acara penting apa memangnya kemarin?" tanyaku."Aku bertemu dengan Imran dan berniat membatalkan pernikahan kami," jawa Lidia. "Batal?""Iya. Kan aku udah pernah bilang sama kamu jika aku tidak boleh egois. Aku harus memikirkan Lalita juga dong. Aku tidak mau menikah dengan laki-laki yang hanya mencintaiku saja dan tidak bisa menerima anakku," terang Lidia."Itu baru sahabatku. Aku bangga deh sama kamu, Lid. Bisa mengambil keputusan yang tepat begini," jawabku."Tapi ternyata Imran mau menerima Lalita dan aku bisa membawa untuk tinggal bersama kami nantinya," jelas Lidia."Syukurlah jika memang begitu. Aku ikut senang mendengarnya," kataku.Lidia kemudian memberitahuku jika Imran mau membantu kita untuk membawa Ria kembali. "Maksudmu?""Dia juga tahu jika Riko telah melakukan perbuatan jahat pada Ria. Dia ingin membantu kita agar Riko bisa masuk ke d
Seperti apa yang kukatakan pada mas Riko, aku akan memberikan kejutan yang tak terduga untuknya hari ini. Sebelumnya aku menghubungi tante Laras terlebih dahulu. Aku akan memintanya untuk bertemu denganku.Kucari kontak tante Laras kemudian memanggilnya."Halo, Lisa," sapa tante Laras dari ujung telepon."Hai, Tante. Apa kabar?" tanyaku basa-basi."Baik, Lisa. Kamu sendiri?" tanya tante Lisa kemudian."Aku baik, Tante." "Ada apa nih menghubungi Tante?" tanya tante Lisa."Em, hari ini ada acara nggak, Tan? Aku mau ngajak Tante untuk ketemuan nih," ujarku."Nggak ada kok, Lisa. Oke mau ketemu jam berapa?" "Jam sepuluhan bisa, Tante?""Oke. Mau di mana ini?" tanya tante Laras lagi."Untuk tempatnya nanti aku akan kirim lewat pesan ya, Tante.""Oke, Sayang," jawab tante Laras. Kita berdua memang baru saja saling mengenal, tapi kita bisa langsung akrab dan dekat seperti ini. Serasa sudah saling mengenal sejak lama.Setelah mengakhiri panggilan dengan tante Laras. Aku segera menghubungi
"Bagaimana rasanya dihianati oleh suami sendiri, Bu? Sakit nggak?" tanyaku."Dari mana kamu tahu? Jangan-jangan ini semua rencanamu ya, Lisa?!" tanya Ibu kemudian."Seharusnya ibu berterimakasih padaku karena sudah menunjukkan kelakuan pak Beni di belakang Ibu. Ibu kan jadi tahu kalau ternyata selama ini suami ibu tidak setia. Setidaknya Ibu sudah tidak dibohongi lagi kan?" lanjutku.Ibu hanya diam saja. Sedangkan mas Riko terlihat sangat marah padaku. Namun dia tidak bisa mengatakan apapun karena apa yang kukatakan soal bapaknya itu benar."Apa yang aku katakan benar kan, Mas? Aku nggak menfitnah bapakmu kan?? Jadi soal pemecatan bapakmu itu memang ada alasannya. Bukan karena Papa tidak profesional dalam bekerja. Sampai sini paham?!" bentakku. Ada rasa kecewa yang terlihat dari mata mas Riko. Bapak yang dari kecil sangat dia percayai tiba-tiba saja selingkuh. Pasti saat ini mas Riko merasa sangat kecewa."Begitulah yang aku rasain saat mengetahui jika kamu selingkuh. Oh ya hampir
Hari ini sidang perceraian kedua ku akan dilaksanakan. Kali ini mama dan papa yang akan mengantarkanku ke pengadilan."Bagaimana, Lis? Sudah siap?" tanya mama melalui sambungan telepon."Sudah, Ma. Bentar lagi aku akan berangkat. Kita ketemu di sana saja ya," jawabku."Oke," jawab mama.Setelah menelepon mama aku kemudian menghubungi Lidia. Aku menyuruh dia untuk bertemu Imran dan mengatakan soal rencana kita pada Imran. "Oke, Lis. Nanti aku kabari kamu jika semuanya beres," kata Lidia."Sip deh. Sekarang aku mau sidang dulu ya. Doakan semoga semua berjalan lancar tanpa ada drama dari mas Riko," ujarku."Sip. Ya udah, aku mau telepon Imran dulu ya."Setelah panggilan berakhir aku segera berangkat ke pengadilan. Tidak sabar untuk mendengar putusan hakim hari ini.Setengah jam kemudian aku sampai di pengadilan. Di sana mama dan papa terlihat sudah menungguku. "Selamat pagi, Sayang," sapa mama."Pagi, Ma. Pagi, Pa," sapaku kemudian mencium pipi kanan dan kiri mama. Mas Riko juga sudah