Share

16. Jalan karena Luka

Author: Banyu Biru
last update Huling Na-update: 2025-07-04 13:15:04
"Aku?" tanyaku dengan suara tercekat. Mataku terpaku pada Delia yang menatapku tajam, seakan ingin membongkar kebenaran dari balik diamku.

"Ya, kamu... cinta pertama Saka, kan?" tanyanya lagi, lebih pelan. Kali ini suaranya melembut, ada keraguan dan ketakutan di sana.

Aku menghela napas panjang. Jemariku menggenggam erat ujung pashminaku. Aku tidak pernah berniat menceritakan apapun yang memang aku sendiri tak pernah tahu kebenarannya.

"Bukan Delia. Kamu salah sangka!" ucapku akhirnya. "Aku bukan cinta pertamanya." Delia mengerutkan dahi.

"Kalau bukan kamu? Kenapa tadi dia menelponmu?"

Aku tersenyum miris. Air mata menggenang di pelupuk mataku. "Aku cuma pasiennya, Delia. Beberapa waktu lalu. Saat aku harus di rawat di rumah sakit! Harusnya aku datang untuk kontrol lagi. Tapi sepertinya aku melupakannya. Mungkin saja,Saka menelponku untuk mengingatkanku!"

Delia menatapku tanpa berkedip. Menunggu.

"Ya. Aku pasiennya," kataku pelan.

Delia terperanjat. "Pasien?"

Aku m
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   40. Saka Memaksa Melamar

    Tiba-tiba, suara langkah kaki yang mendekat terdengar keras di pintu klinik memecah keheningan. Jantungku melonjak kaget. Siapa yang datang? Mas Danar dan aku sama-sama menoleh ke arah pintu. Bayangan seseorang terlihat samar dari balik kaca buram, disertai suara dering telepon yang mulai berbunyi nyaring di dalam tasku. Sesaat, napasku tertahan. Itu Saka. Aku segera meraih tasku dan melihat nama Saka di layar ponsel. Jantungku berdebar tak karuan, bercampur antara terkejut, lega, dan sedikit rasa bersalah. Belum sempat aku menjawab panggilan itu, Saka sudah berdiri di ambang pintu yang terbuka lebar, dengan senyum ramah yang langsung memudar begitu melihat Mas Danar duduk di sampingku. Wajahnya menunjukkan keterkejutan, namun ia cepat menguasai diri. “Saka?” ucapku pelan, sedikit gugup. “Hai, Nad, Mas Danar. Maaf mengganggu, aku cuma mampir sebentar setelah nganter Delia terapi di rumah sakit.” jawab Saka, berusaha tetap tenang. Matanya sempat melirik Mas Danar, lalu kembali

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   39. Ingin Rujuk

    Jarum jam menunjukkan pukul lima sore saat aku membereskan mejaku, mengakhiri sesi praktik terakhirku hari ini. Suara riuh staf yang baru tiga orang, cukup membuat ramai suasana menjadi hangat. Aku tersenyum saat mereka pun berpamitan dan bersiap untuk pulang. "Duluan ya, Mbak!" Sapa mereka bergantian.. Aku mengangguk dan melambaikan tangan. Sambil sesekali aku berbalas pesan dengan Saka yang sedang menemani Delia yang kembali terapi. Aku bernafas lega meski rasa lelah menyelimuti. Segera kuraih tasku dan melangkah keluar ruangan. Tapi langkahku terhenti saat aku hendak mengunci pintu klinik. Ada Mas Danar yang duduk di halaman depan. Diam dan menatap dengan tatapan kosong ke depan. Jantungku mendadak berdebar lebih kencang, bukan karena rindu, tapi karena gejolak emosi yang tak kumengerti. Ia berbalik saat aku mendekat, tatapan matanya yang biasanya penuh semangat kini terlihat sendu dan bengkak.Wajahku langsung mengeras. "Nada, aku menunggu sejak tadi!" Aku tidak menyangka d

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   38. Aku yang Salah atau Mereka?

    Aku berdiri mematung menatap Sasi. Sasi, perempuan yang dulu merebut semuanya dariku, kini berdiri di ambang pintu dengan wajah tak seperti dulu. Wajah itu tak lagi segar dan penuh percaya diri seperti saat pertama kali aku tahu dia masuk ke dalam hidup Mas Danar. Kini dia pucat, bibirnya kering, dan matanya sembab seolah tak tidur berhari-hari. “Nada…” suaranya nyaris tenggelam, “Aku… nggak tahu harus ke mana lagi.” Aku menghela nafas. Meskipun dalam hati aku tak ingin menyuruhnya masuk, tapi ruangan ini hangat dan penuh kursi. Meskipun hatiku belum siap untuk memberinya tempat, tapi aku tak ingin menanggung dendam berkepanjangan. Bukankah aku yang memilih pergi dan ingin mengikhlaskan semua untuknya? "Masuklah!" Kataku. setelah beberapa saat. Aku membawanya ke ruang pribadiku. “Sebenarnya. aku bukan tempat yang tepat untuk kau cari,” jawabku dingin. “Apa yang membuatmu mencariku?" Ia menunduk. Bahunya gemetar. Tangisnya pelan, tak bersuara. T

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   37. Pelukan yang Tak Seharusnya

    Pagi ini, seperti biasa. Aktifitas baru yang kini menjadi rutininitasku, ke klinik. Kebetulan ada janji dengan anak-anak sekolah dasar untuk cek kesehatan gigi. Setelah bersiap, aku segera keluar kamar dan mendapati Mbok Nah yang sedang menyiapkan bekal makan untukku. "Mau Mbok ambilkan, Nduk?" Tawar Mbok Nah saat melihatku mendekat. "Gak usah, Mbok. Aku ambil sendiri aja!" Mbok Nah mengangguk lalu kembali dengan kesibukannya. "Oh ya, Mbok. Tolong tambah lagi kotak makannya. Aku bawa buat Mas Danar!" Ijinku. Mbok Nah berhenti lalu berbalik menatapku. "Laki-laki itu lagi? Kenapa dia, Nduk. Tadi malam mau tanya tapi Mbok Lupa!" Mbok Nah mengambil tinwall di loker. Aku memgambil ponsel di saku lalu mengetikkan sesuatu di layar ponsel. Pagi ini, aku harus memakai monil online karena mobil masih di rumah ibu. "Sakit maag akut, Mbok!" Terdengar Mbok Nah membuang nafas kasar. "Baru berapa hari ndak jadi suamimu, kok sudah maag akut!" Aku tersedak mendengar Mbok Nah. Mbok Nah

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   36. Kenapa Aku Masih Mencintainya

    Suara dering ponsel memecah keseruan cerita ibu, dan kini terhenti karena suara derung ponselmu di atas meja. Aku terdiam sesaat ketika membaca nama yang terpampang di layarnya. Ibu mertua. Bahkan kontak itu belum kuhapus. Aku mengernyit sesaat. "Siapa, Nada?" Ibu mendekat dan menatap ponselku. "Ibunya Mas Danar, Bu!" Ibu hanya mengangguk. Tak berniat untuk menahanku. Mungkin ibu paham, ini adalah kendaliku. Ibu kemudian beranjak untuk memberiku ruang. Dengan sedikit ragu, aku menjawab. “Halo, Bu?” “Nada…” Suaranya lirih, terdengar lelah. “Maaf, Ibu menganggumu malam-malam, Nada!" Aku menarik nafas. Tak ada lagi teriakan dan kata-kata kasar yang kini kudengar. "Ibu.. ibu mau bilang kalau Danar... kalau Danar sekarang dirawat di rumah sakit.” Aku tercekat. “Apa… kenapa?” Maag-nya kambuh parah. Tadi pagi pingsan, langsung dibawa ke IGD. Sekarang masih diinfus. Ibu cuma… cuma kepikiran kamu perlu

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   35. Mendekat pada Ibu

    Mobil kuarahkan pada perumahan elit sesuai dengan alamat yang kubaca. Rumah yang jauh dari hiruk pikuk dan kebisingan Surabaya. Sebuah kawasan perumahan yang asri, dengan pagar kayu tinggi dan pepohonan trembesi yang menaungi jalan setapaknya. Di tengah gemuruh pikiranku, tempat ini terasa seperti oasis yang diam-diam memberiku warna lain. Aku memarkir mobil di halaman luas dan merapikan jilbabku di kaca spion. Lalu, dengan napas yang kuatur perlahan, aku melangkah ke teras rumah. Pintu sudah terbuka sebelum sempat aku mengetuk. “Ibu senang akhirnya kamu mau datang!" Suara Ibu lembut tapi berwibawa, seperti biasanya. Rahmawati—perempuan yang awalnya kupikir egois karena meninggalkanku dan ayah. Tapi apapun itu, dia pasti punya alasan lain yang aku tak tahu. Yah, meskipun penjelasan telah diberikan tapi aku masih belum bisa menerima sepenuhnya. Aku tersenyum kecil dan mengangguk. Bukankah aku sudah bertekad untuk memberi semua kesempatan? Ia merengkuhku ke dalam pelukan, e

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status