Share

5. Aku Mulai Bangun

Penulis: Banyu Biru
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-05 15:04:47

Mataku mengerjap. Mencoba untuk membuka perlahan meski terasa berat. Seketika bau yang tak asing mulai memenuhi rongga hidung.

"Nada?" Aku mendengar sesorang memanggil namaku, tapi bukan Mas Danar. Suara itu terdengar lebih berat dan dalam.

"Aku membuka mata dan menatap seseorang yang duduk di sisi ranjang dengan wajah penuh kekhawatiran.

"Nada, akhirnya kamu bangun juga! Syukurlah!" Kata-kata lembut itu terdengar menenangkan. Aku mengangguk lemah.

Mataku memindai seluruh ruangan sambil mengingat kejadian demi kejadian yang membuatku terbaring di sini.

Tak kutemukan sosok Mas Danar. Hatiku mencelos. Justru orang lain yang tampak berbinar saat melihatku kembali sadar.

"Aku senang kita bisa kembali berjumpa. Tapi bukan perjumpaan seperti ini yang kuharapkan!" Aku menatap lekat manik matanya.

"Saka? Saka Banyu Aji?" Aku membaca name tag yang ada di seragam putihnya juga menatap wajahnya lekat-lekat. Ya. Dia Saka.

Laki-laki itu tersenyum dan mengangguk. Kami saling kenal saat masih menjadi mahasiswa kedokteran. Kebetulan fakultas kedokteran gigi jurusanku berdampingan dengan fakultas kedokteran umum jurusan Saka. Praktis, kami selalu bertemu dalam acara seminar-seminar yang membahas tentang kesehatan.

"Alhamdulillah, kamu masih mengingatku dengan baik. Kukira kau sudah lupa padaku. Apalagi setelah benturan di kepalamu itu!" Kami tertawa kecil.

"Aku tak selemah itu!" Jawabku. Saka hanya mengangguk, senang.

"Em, kau yang merawatku?" Tanyaku basa basi.

"Ya, setelah pemeriksaan di awal. Lukamu tak menunjukkan tanda-tanda cedera yang serius. Tapi tetap saja akan ada serangkaian pemeriksaan ke depannya. Jika kondisimu benar-benar baik, maka kau bisa segera pulang.. Em.. Suamimu yang mengantarmu tapi sepertinya sedang ada urusan yang tak bisa tinggal. Dia buru-buru pergi setelah meninggalkan kontaknya! Aku akan menghubunginya!" Aku cepat-cepat menggeleng. Saka melihatku dengan tatapan aneh lalu kembali memasukkan ponselnya di saku jasnya.

"Ada sesuatu? Apa ada masalah antara kau dan suamimu? Kau bisa menceritakannya padaku, Nada! Aku akan senang hati mendengarnya!" Aku lagi-lagi menggeleng.

"Terima kasih atas tawaranmu Saka. Tapi aku sedang tak ingin berbagi kisah denganmu tentang suamiku. Selama kita berteman, kau selalu menjadi pendengar setiaku. Aku takut kau bosan!" Aku mencoba memberi alasan.

"Selama cerita itu tentangmu, aku tak pernah merasa bosan Nada! Bahkan aku selalu menantinya setiap waktu. Sayangnya kau malah memilih laki-laki lain untuk berbagi kisah hidupmu!" Aku terdiam beberapa saat lalu menghalau pikiran yang mulai bergelayut.

"Kau ini. Masih saja sama seperti dulu Saka. Terima kasih selalu menjadi teman terbaikku!" Saka menggeleng.

"Aku senang melakukannya. Baiklah. Istirahatlah lebih dulu. Aku akan datang lagi saat selesai tugas. Kau tak keberatan bukan, jadi pasien VIP Dokter Saka, Dokter Gigi Nada Pramesthi?" Kami tertawa bersama.

"Terima kash, Dokter!" Aku mengucapkannya dengan tulus. Saka mengangguk lalu meninggalkanku di ruangan sendirian.

Untunglah jika cederaku tak parah, karena aku akan segera menyusun langkah selanjutnya. Aku tak sabar ingin melihat bagaimana reaksi Mas Danar, juga mertuaku saat mereka tahu siapa aku yang sebenarnya.

Aku pastikan mereka akan menyesalinya dan saat itu adalah saat yang paling aku tunggu.

****

"Nada?" Aku berbalik menatap arah pintu. Saka kembali masuk. Kali ini tanpa jas dokternya. Saka tampak segar dengan outfit casual yang melekat di tubuh atletisnya dengan membawa paper bag di tangan kiri.

Sejak kapan Saka memperhatikan penampilannya sedemikian rupa? Jika diperhatikan lebih seksama, Saka juga tak kalah dengan Mas Danar. Apalagi dia seorang dokter, jauh diatas Mas Danar. Astaga, pikiranku mulai kacau karena benturan!

Aku meringis ketika Saka menautkan kedua alisnya sambil terus memperhatikanku yang melihatnya tanpa henti. Sepertinya Saka tahu jika aku sedang mengaguminya saat ini.

"Jangan bilang kalau sekarang kau jatuh hati padaku?" Tangannya meletakkan paper bag di meja lalu berjalan menghampiriku yang masih berdiri di sisi jendela.

Spontan kata-kata Saka membuatku tergelak mendengarnya. Saka memang selalu bisa mencairkan suasana. Hanya saja, aku tak bisa membalas gurauannya. Aku tahu, jika sekarang keadaan kami telah jauh berbeda.

"Ayo, jangan kebanyakan melamun. Cukup cedera ringan saja jangan tambah lagi dengan penyakit lainnya!"

Aku tersenyum dan menurut ketika Saka menuntunku kembali ke ranjang pasien.

"Em, aku membawakan makanan kesukaanmu!"

Saka segera membuka paper bag yang tadi dibawanya setelah membantuku bersandar. Tangannya dengan cekatan menyiapkan makanan dalam kotak tinwall. Seketika harumnya menguar menusuk hidung. Nasi merah dengan lauk tumis bumbu rempah.

"Aku ingat, kau sering membawanya saat ada materi tambahan. Aku pernah mencobanya. Kalau tak salah seperti ini rasanya. Coba kau makan. Apakah rasanya sama?" Aku penasaran. Saka masih saja mengingat semuanya dengan baik, hal-hal yang aku sendiri sudah melupakannya.

"Kamu, masih ingat?" Aku melihatnya yang kini sedang memegang sendok dan bermaksud untuk menyuapiku.

"Ya. Aku masih mengingatnya. Coba buka mulutmu dan rasakan sendiri. Apakah sama dengan yang kau bawa waktu itu?" Seperti tersihir, aku membuka mulutku dan mengunyahnya perlahan.

"Benar. Rasanya seperti ini. Bagaimana kau bisa memasaknya? Aku sendiri tak pernah bisa memasak seenak ini!"

"Ayahmu membocorkan bumbu rahasianya padaku!" Aku seketika terdiam. Jadi laki-laki yang diceritakan ayah adalah Saka? Bukan Mas Danar? Laki-laki yang selalu datang ke toko dengan sepeda jaman kolonial waktu itu, ternyata adalah Saka?

"Ehem. Sepertinya aku datang di saat yang kurang tepat!" Aku dan Saka menoleh bersamaan menatap sesosok laki-laki yang kini berdiri di ambang pintu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   82. Ada yang Beda

    Aroma tumis buncis dan telur dadar menguar dari dapur. Ibu dan Mbok Nah sudah menyiapkan sarapan sejak subuh, sementara aku duduk di meja makan, menunggu Saka yang masih terlelap sambil menatap layar ponselku. Melihat beberapa detail kebutuhan andai aku memang berencana untuk membuka toko baru. sesuai dengan apa yang kusampaikan pada Fitri. "Suamimu belum bangun, Nada?" Ibu muncul sambil membawakanku secangkir teh hangat. Tangan ibu mengelus ranbutku yang terurai. "Belum bu!" Aku hanya menjawab pendek lalu menikmati teh melati yang kini ada di tanganku. "Beberapa hari ini, ibu mau ke Jogja. Ada tawaran untuk mengirim barang ke luar negeri dalam jumlah besar. Ibu mau pastikan sendiri kualitas batiknya. Kamu gak papa kan, ditemani Mbok Nah dulu?" Ibu duduk di depanku sambil menata hidangan di meja makan. "Hem, gak papa Bu. Aku juga santai beberapa hari ini. Ke klinik kalau insidentil aja. Dokter baru lumayan cekatan juga jadi bisa tenang!" Ibu mengangguk, "Syukurlah. Ata

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   81. Suara Livia di ponsel Saka

    Setelah puas ngobrol dengan Fitri. aku kembali pulang dengan mobil online. Tak kulihat mobil Saka di garasi, artinya Saka belum pulang. "Baru pulang. Nada?" Aku mengangguk saat ibu yang keluar menyambut. "Saka gak jemput?" Ibu menatap halaman lalu melihatku dengan tanda tanya. "Pagi tadi pamitnya mau lembur, Bu. Rumah sakit mau akreditasi!" jawabku sambil mencium tangan ibu dan kedua pipinya. "Kamu sendiri, kenapa sampai jam segini?" Ibu menjajari langkahku. "Tadi cuma sebentar di klinik, Bu. Sudah ada dua dokter yang bisa bantu jadi aku bisa lebih santai di masa kehamilan. Yang lama ngobrol sama Fitri!" Terangku panjang kali lebar. "Oh. begitu! Ya sudah, bersih-bersih dulu, ibu sama Mbok Nah mau siapin makan dulu!" aku mengangguk lalu masuk kamar. Setelah mandi dan mengganti pakaian, aku menyusul ibu dan Mbok Nah di ruang makan. Mataku mengedar sekitar. "Bu Asa mana, Bu?" Aku menuang teh hangat ke cangkir yang disodorkan Mbok Nah. "Mertuamu pamit pulang tad

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   80. Semua Menata Rencana

    Hari inii, jadwal Saka di rumah sakit Harapan Kita. Rumah sakit yang Delia wariskan untuk Saka yang arahnya melewati klinik gigiku, itu sebabnya aku berinisiatif untuk ikut mobil Saka. "Jangan banyak aktifitas, Nada!" Saka kembali mengingatkan saat berhenti di lampu merah. "Tenang saja. aku hanya ingin menyapa dokter baru di klinik. Setelahnya aku akan ke toko sebentar. Gak capek, kok!" Jawabku. Saka hanya memgangguk sambil tersenyum. "Kapan kontrol kehamilan?" Tanya Saka sambil kembali fokus menatap jalanan. Aku mengecek ponselku lalu msnatapnya kembali. "Beberapa hari lagi!" Saka mengantar sampai halaman klinik, meskipun ia sibuk dengan aktifitasnya di rumah sakit. Ia tak pernah lupa mengingatkanku tentang kehamikanku yang harus di jaga dengan ekstra. Baik.soal vitamin, atau janji rutin kontrol kehamilan. “Jangan terlalu banyak berdiri. Dan jangan sungkan untuk meminta mereka bantu kamu, ya,” katanya sambil mencubit pipiku ringan. “Iya, Dokter Saka yang cerewet,”

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   79. Warisan Cinta

    Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, pagi ini adalah hari di mana Saka kembali dikukuhkan sebagai direktur di rumah sakit yang Delia wariskan. Banyak wajah lama yang menyambutnya dengan senyum haru, tapi tidak sedikit pula yang menatapnya dengan curiga. Ada rasa kaku yang belum sepenuhnya mencair. Mungkin karena desas desus yang pernah berhembus dan tak pernah ada yang mengklarifikasinya.“Direktur Saka… kami tak menyangka Anda akan kembali,” ujar Pak Rudi, salah satu anggota dewan, dengan senyum datar.Saka membalas dengan sopan. “Saya kembali bukan untuk mengulang masa lalu. Tapi jika kehadiran saya bisa membantu rumah sakit ini tumbuh lebih baik, maka saya bersedia.”Nada suaranya tenang, tapi aku bisa melihat ketegangan dari gerak tangannya yang menggenggam dokumen cukup erat. Ia selalu begitu. Memendam segala masalah dalam ketenangan.Setelah semua selesai, seorang wanita muda berambut sebahu menghampiriku. Wajahnya ramah, tapi sorot matanya tajam. Wanita yang sejak tadi k

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   78. Berbesar Hati

    Malamnya, kami makan malam seperti biasa. Hanya saja, kali ini berbeda karena ada Tante Asa yang turut makan bersama. Setelahnya, Mbok Nah lebih dulu undur diri untuk istirahat. Sementara aku, Saka, Ibu dan Tante Asa berkumpul di ruang tengah. “Ibu, Bu Rahma,” Saka memulai pelan, menatap dua perempuan penting dalam hidup kami. “Aku... ingin bicara soal tawaran keluarga Delia.” Ibu mengangguk tenang, sedang Tante Asa hanya menatap Saka dengan senyum lembut. Aku ikut duduk di sebelahnya, meraih tangan Saka, mencoba untuk memberi semangat. “Mereka memintaku kembali ke rumah sakit,” lanjutnya. “Mengembalikan posisiku sebagai direktur utama. Tapi aku tahu keputusan ini bukan hanya soal aku pribadi, tapi juga tentang kalian… tentang kita.” “Apa yang membuatmu ragu, Nak?” tanya Ibu mencoba untuk memahami pilihan Saka. Saka menunduk sebentar sebelum menjawab, “Aku takut dianggap memanfaatkan keadaan. Aku takut dianggap menggunakan perasaan keluarga Delia dan hanya menjadinya jembat

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   77. Bimo Membawa Istri

    Sorenya, saat Saka datang, aku menceritakan kehadiran Sasi sambil menemaninya di ruang makan. Saka terlihat antusias meski berkali-kali kembali mengingatkanku untuk tidak menjalin kedekatan dengan Sasi. Bagaimanapun, kita tidak bisa mempercayainya mentah-mentah meskipun kesempatan untuk mereka tetap harus kita berikan. Aku hanya mengangguk sesekali waktu karena apa yang dikatakan Saka memang ada benarnya. Setiap kali Sasi datang, setelahnya pasti muncul masalah baru. Sesuai janjiku pada Sasi, aku segera menghubungi teman yang ada di dinas sosial dan untungnya, dia bersedia untuk datang ke alamat yang Sasi berikan. "Nada, Mas Saka ada tamu!" Mbok Nah yang ijin menyiram di depan tergopoh-gopoh masuk. "Siapa Mbok?" Tanyaku sambil membenahi pashmina dan daster panjangku. "Mas Bimo sama istrinya!" Mbok Nah tersenyum lalu berjalan ke belakang. Aku dan Saka saling pandang. "Bimo dan istrinya?" Setahuku Bimo ke luar negeri untuk profesinya. Aku dan Saka segera bergegas ke ru

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status