Share

Menyusun Balas Dendam

Author: Senja Berpena
last update Last Updated: 2025-03-27 10:07:14

"Aku minta maaf karena sudah mengakuimu sebagai calon tunanganku," ucapnya lirih setelah mereka tiba di rumah megah milik Julia dan Mike mengantarnya pulang ke sana.

Mike hanya terkekeh kecil, seolah kegetiran Julia bukanlah sesuatu yang perlu disesali. Ia menepuk pundak wanita itu dengan kelembutan yang tak dibuat-buat.

"Bukankah kau yang meminta bantuanku? Lakukanlah sesuai dengan keinginanmu. Tidak masalah, mau menganggapnya sebagai calon tunangan pun."

Julia menatap Mike, menemukan sesuatu dalam sorot matanya yang membuat dadanya sedikit lebih ringan.

Pria itu tak memandangnya dengan kasihan, tidak pula dengan rasa menghakimi. Ia hanya ada di sana—mendengarkan, memahami, tanpa menuntut apapun darinya.

Senyum lega mengembang di bibir Julia. "Terima kasih, Mike. Aku benar-benar menghargai bantuanmu. Aku tidak tahu apa jadinya jika kau tidak ada tadi. Mungkin Kevin akan semakin mencemoohku karena duduk sendiri.”

Mike menatapnya lama, ekspresinya sulit diartikan—ada sesuatu yang bersinar di balik matanya, sesuatu yang Julia tak yakin ingin ia ketahui maknanya.

"Justru aku yang beruntung karena bisa membantu seseorang sepertimu, Julia. Aku tahu kau ingin mencari harga dirimu kembali setelah apa yang Kevin lakukan padamu."

Julia terdiam. Ucapan Mike tepat mengenai sasarannya—begitu dalam, begitu menelanjangi perasaannya.

Kevin bukan hanya mengkhianatinya; ia telah menghancurkan sesuatu yang lebih berharga dari cinta—harga diri Julia.

Ia merendahkannya, memperlakukannya seolah ia bukan siapa-siapa, seolah seluruh keberadaannya tak lebih dari angin lalu yang bisa diabaikan.

Dan yang paling menyakitkan...

"Kau tidak pantas menjadi putri tunggal The Gold Company."

Kata-kata Kevin bergaung di kepalanya, menggema seperti hantaman palu yang berkali-kali memukul hatinya.

Ia mengembuskan napas panjang, matanya kembali menatap rumah itu—rumah yang menjadi saksi bisu atas setiap luka, setiap penghinaan, tetapi juga setiap tekad yang mulai membara dalam dirinya.

Ia mengepalkan tangannya.

Tidak.

Ia tidak akan membiarkan Kevin menang. Ia tidak akan membiarkan dirinya selamanya menjadi korban. Ia akan berdiri, ia akan membuktikan bahwa dirinya lebih dari sekadar bayangan masa lalu Kevin.

Mike, yang sejak tadi mengamati perubahan ekspresinya, memecah kesunyian dengan nada yang lebih santai. "Oh iya, satu hal lagi. Aku tidak memiliki kekasih, jadi ini aman."

Julia tersentak dari lamunannya, menoleh ke arah Mike dengan alis sedikit terangkat. "Syukurlah. Jika kau memiliki kekasih, maka derajatku akan sama seperti Kevin yang telah mengkhianatiku. Bahkan wanita itu telah hamil anaknya."

Mike mengernyitkan dahi, keterkejutan tersirat dalam suaranya. "Cindy sudah hamil?"

Julia mengangguk pelan, matanya menerawang seolah mencari jawaban yang tak pernah ia temukan.

"Ya, dan itu yang membuatku semakin bertanya-tanya. Kenapa Cindy bisa hamil, sedangkan aku tidak pernah hamil selama menikah dengan Kevin? Padahal aku tak pernah menjaganya..."

Keheningan sejenak menggantung di antara mereka.

Mike menatap Julia, ekspresinya berubah menjadi lebih serius, lebih dalam. "Apa yang kau khawatirkan?"

Julia menggigit bibirnya, keraguan terlihat jelas dalam sorot matanya yang biasanya penuh percaya diri. Kemudian, dengan suara yang hampir tak terdengar, ia mengakui ketakutannya yang selama ini bersembunyi di sudut hatinya.

"Bagaimana jika ternyata benar... bahwa aku tidak bisa hamil?"

Mike menaikkan satu alis, ekspresinya menyiratkan ketertarikan sekaligus kebingungan. Sorot matanya menelisik wajah Julia, mencoba memahami beban yang tersembunyi di balik kata-kata yang baru saja meluncur dari bibirnya. "Maksudmu?"

Julia menghela napas panjang, seolah mencoba mengusir keraguan yang telah lama bersarang di dalam hatinya.

Ia melangkah menuju jendela besar di ruang tamunya, menatap langit malam yang bertabur bintang seakan mencari jawaban di antara kegelapan yang tak berujung.

"Aku tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi atau menjaga kehamilan selama bersama Kevin," suaranya terdengar nyaris berbisik, seolah ia tengah mengakui rahasia yang bahkan dirinya sendiri takut untuk mengutarakan.

"Tapi aku tidak pernah hamil. Sedangkan Cindy... dia langsung mengandung begitu cepat. Itu membuatku berpikir... bagaimana jika masalahnya ada padaku?"

Mike terdiam, memahami bahwa pertanyaan itu bukan sekadar keluhan biasa, melainkan ketakutan terdalam yang menggerogoti kepercayaan diri Julia sedikit demi sedikit.

Sejenak, ia menatapnya—wanita yang selama ini dikenal kuat dan tak tergoyahkan, kini terlihat rapuh dalam kebisuannya.

Namun, Mike bukan tipe pria yang membiarkan seseorang terpuruk dalam keraguannya sendiri.

Ia melangkah mendekat, suaranya terdengar tenang namun tegas. "Dengar, Julia. Jangan pikirkan itu dulu."

Julia menoleh, menatap Mike dengan mata penuh kebimbangan.

"Ada hal yang lebih penting sekarang," lanjut Mike, matanya menyala penuh semangat. "Yaitu balas dendammu. Aku rasa, ucapan Kevin tadi cukup menghinamu. Jika aku jadi dirimu, mungkin saat itu juga aku akan menghancurkannya."

Julia terdiam sesaat, lalu tawa kecil meluncur dari bibirnya—tipis, getir, namun penuh tekad.

"Kau benar. Aku harus fokus pada rencanaku." Ia memutar tubuhnya sepenuhnya, kini menghadap Mike dengan sorot mata tajam yang kembali menyala.

"Aku ingin membuatnya jatuh miskin! Aku ingin dia merasakan bagaimana rasanya kehilangan segalanya. Agar dia tahu bahwa selama ini dia hanyalah pria bodoh yang tidak tahu apa-apa!"

Mike tersenyum, sebuah senyum yang bukan sekadar hiburan, melainkan janji yang terpatri dalam diam. "Itu sangat mudah. Kita bisa lakukan itu bersama-sama."

Julia menatapnya lama, mencari sesuatu dalam sorot mata pria itu. Bukan sekadar dukungan, bukan hanya kerja sama, tetapi kepercayaan yang tak ia sangka akan hadir dari seseorang seperti Mike.

Perlahan, ia tersenyum. "Terima kasih, Mike. Aku benar-benar beruntung bertemu denganmu."

Mike menggeleng kecil, lalu menyandarkan tubuhnya ke sofa dengan santai. "Jangan berterima kasih dulu," katanya dengan nada menggoda, bibirnya melengkung dalam seringai penuh misteri. "Kita masih harus menyusun strategi. Aku yakin, Kevin tidak akan tinggal diam."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Lala Khanafi
goo mike goo.. pasangan serasi baru mah ini sama2 kaya hehehe
goodnovel comment avatar
Diajheng
bagus deh mike nggak punya pacar kalo dia punya pacar nanti julia dituduh jadi pelak0r
goodnovel comment avatar
Diajheng
lakukan jul. . bal4skan sakit hati mu jangan kasih kevin celah sedikitpun hancurkan sampe bernafas pun rasanya dia rak akan mampu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bangkitnya Istri Tertindas Setelah Bercerai   Kau adalah Berlian

    "Hi, Bu," sapa Julia ramah.Amelia, sang ibu, tersenyum hangat. Ia berjalan menghampiri lalu duduk di samping putri semata wayangnya itu."Bagaimana? Kau nyaman dengan pekerjaan di kantor?" tanyanya, menatap Julia dengan penuh perhatian.Julia menghela napas panjang sebelum menjawab. "Mengurus berkas dan laporan perusahaan memang cukup membuatku pusing, Bu. Tapi..." Ia tersenyum tipis. "Setidaknya harga diriku tidak jatuh."Amelia tertawa kecil mendengar jawaban anaknya. Ia merasa bangga melihat Julia yang kini telah kembali menjadi wanita tegas dan mandiri, bukan lagi sosok yang terjebak dalam cinta buta."Ini baru anakku," puji Amelia, membelai lengan Julia dengan penuh kasih sayang."Kau tegas, berani, dan mandiri. Andai kau sadar sejak lama, mungkin sekarang kau sudah menikah dengan pria kaya raya yang derajatnya sesuai denganmu."Julia sontak tertawa mendengar ucapan ibunya. Tawa yang penuh kelegaan sekaligus sedikit rasa malu."Anggap saja tiga tahun ini aku bereksperimen, Ibu,"

  • Bangkitnya Istri Tertindas Setelah Bercerai   Lihat Saja Nanti

    “Kau masih marah?” tanya Mike hati-hati, memperhatikan ekspresi Julia yang tampak murung.Julia menoleh perlahan, lalu tersenyum tipis ke arah lelaki itu. Senyumnya tidak benar-benar sampai ke matanya. “Kenapa kau bertanya seperti itu?” sahutnya, nadanya ringan tapi mengandung kelelahan.Mike menyandarkan punggungnya di kursi, menatap Julia dengan cermat. “Wajahmu tampak tidak bersahabat, Julia. Dan aku masih ingat pertemuanmu dengan Cindy juga Kevin di restoran—yang membuatmu sangat marah,” jelas Mike, mencoba mengingatkan.Julia terkekeh pelan, suara tawanya terdengar getir. “Sudah tidak terlalu marah, Mike. Aku malah sudah sedikit lega. Karena aku sudah membuat Kevin marah tadi siang.”Mike mengangkat alisnya, penasaran. “Aku tidak bisa membayangkan betapa marahnya Kevin saat kau membatalkan kontrak kerja itu, Julia.”Julia menyunggingkan senyum tipis, matanya berbinar nakal. “Andai kau melihat wajahnya, Mike... Aku yakin kau pasti ingin tertawa. Dia tampak seperti bocah yang maina

  • Bangkitnya Istri Tertindas Setelah Bercerai   Meminta Bantuan Cindy

    Di sore yang tenang, cahaya matahari mengalir lembut lewat jendela besar ruang tengah rumah mereka.Cindy duduk santai di atas sofa, mengenakan gaun santai berwarna biru muda, sebuah majalah di pangkuannya.Saat mendengar langkah kaki yang mendekat, ia mendongak dan mendapati Kevin, suaminya, berjalan ke arahnya. Senyum sumringah langsung menghiasi wajah Cindy."Hey, kau pulang lebih cepat hari ini," sapa Cindy ceria, meletakkan majalah di meja.Kevin tersenyum tipis, tetapi sorot matanya mengisyaratkan kegelisahan. Ia duduk di samping Cindy, tanpa basa-basi, langsung menatapnya dalam-dalam."Cindy, aku butuh bantuanmu," kata Kevin, suaranya berat.Cindy mengerutkan keningnya mendengarnya. “Bantuan? Bantuan apa, Kevin?” tanyanya dengan nada ingin tahu."Aku ingin kau membantuku membuat Julia menyesal... karena dia telah membatalkan kontrak kerja sama dengan perusahaanku."Cindy membelalak. Bola matanya membulat seketika. Ia memiringkan tubuhnya, menatap Kevin dengan ekspresi tidak per

  • Bangkitnya Istri Tertindas Setelah Bercerai    Babak Baru Dimulai

    Kevin bersandar di kursinya, mengusap permukaan meja kayu mahoni yang mengilap dengan ujung jarinya, seolah merasakan denyut kemenangan yang bergetar di setiap seratnya.Senyum tipis bertengger di sudut bibirnya saat tinta emas pena menggoreskan tanda tangannya di atas kontrak yang menjanjikan masa depan gemilang bagi perusahaannya.Ini bukan sekadar kesepakatan biasa, melainkan puncak dari perjalanan panjang yang penuh lika-liku. Sebuah mahakarya diplomasi bisnis yang akhirnya terwujud dalam lembaran perjanjian resmi.Namun, euforia itu buyar dalam sekejap. Seperti kaca kristal yang terlepas dari genggaman, jatuh dan hancur berkeping-keping di lantai realitas yang kejam.Notifikasi email menyala di sudut layar laptopnya, seperti pertanda kehancuran yang menanti. Alisnya mengernyit, jemarinya bergerak membuka pesan dengan perasaan yang tiba-tiba diliputi firasat buruk.Begitu matanya menyapu isi surat elektronik itu, denyut nadinya melonjak, dan perutnya seakan dihantam gelombang ding

  • Bangkitnya Istri Tertindas Setelah Bercerai   Lakukan Sekarang Juga!

    Mike melirik arlojinya sejenak sebelum memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Waktu sudah berlalu lebih cepat dari yang ia kira.Dengan langkah mantap, ia menuju restoran kecil yang terletak tak jauh dari kantor The Gold Company.Aroma kopi yang baru diseduh bercampur dengan keharuman roti panggang yang baru keluar dari oven menyambutnya begitu ia mendorong pintu kaca restoran.Di dekat jendela besar yang menghadap ke jalan, Julia sudah menunggu. Cahaya matahari yang menembus kaca membingkai wajahnya dengan kilauan keemasan, menciptakan siluet yang hampir tak nyata.Ia tampak anggun dalam setelan formalnya, meskipun ada sedikit kelelahan yang tersembunyi dalam sorot matanya."Maaf menunggu lama, Julia," ujar Mike dengan senyum tipis, nada suaranya penuh kehangatan.Julia mengangkat wajahnya, tersenyum samar. "Tidak apa-apa, aku juga baru saja datang. Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk makan siang bersamaku."Mike menarik kursinya dan duduk, kedua sikunya bertumpu ringan

  • Bangkitnya Istri Tertindas Setelah Bercerai   Tidak akan Tinggal Diam!

    Kevin mengerutkan keningnya saat sosok anggun itu melangkah masuk ke dalam ruang pertemuan. Cahaya lampu kristal yang menggantung megah di langit-langit memantulkan kilauan halus di atas setelan jas navy yang membalut tubuh Julia dengan sempurna.Matanya menyipit, mengamati wanita yang pernah menjadi bagian dari hidupnya—sekarang berdiri di hadapannya dengan aura yang jauh lebih mengintimidasi.“Untuk apa kau kemari? Ada urusan apa?” suaranya terdengar tajam, sarat dengan ketidaksenangan yang tak berusaha ia sembunyikan.Julia tetap melangkah maju dengan percaya diri, langkahnya mantap seperti seorang ratu yang memasuki medan pertempuran yang telah dikuasainya.Ia menyunggingkan senyum tipis, seolah menikmati ketidaknyamanan yang jelas terlihat di wajah Kevin.“Kolegamu adalah kolegaku juga, Kevin,” ucapnya ringan, suaranya lembut namun menusuk. “Aku hanya penasaran… apa yang akan terjadi dengan perusahaanmu jika tidak ada aku yang membantumu!”Kevin terkekeh sinis, melipat kedua tang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status