Share

Lakukan Sekarang Juga!

Author: Senja Berpena
last update Last Updated: 2025-03-28 13:39:01

Mike melirik arlojinya sejenak sebelum memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Waktu sudah berlalu lebih cepat dari yang ia kira.

Dengan langkah mantap, ia menuju restoran kecil yang terletak tak jauh dari kantor The Gold Company.

Aroma kopi yang baru diseduh bercampur dengan keharuman roti panggang yang baru keluar dari oven menyambutnya begitu ia mendorong pintu kaca restoran.

Di dekat jendela besar yang menghadap ke jalan, Julia sudah menunggu. Cahaya matahari yang menembus kaca membingkai wajahnya dengan kilauan keemasan, menciptakan siluet yang hampir tak nyata.

Ia tampak anggun dalam setelan formalnya, meskipun ada sedikit kelelahan yang tersembunyi dalam sorot matanya.

"Maaf menunggu lama, Julia," ujar Mike dengan senyum tipis, nada suaranya penuh kehangatan.

Julia mengangkat wajahnya, tersenyum samar. "Tidak apa-apa, aku juga baru saja datang. Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk makan siang bersamaku."

Mike menarik kursinya dan duduk, kedua sikunya bertumpu ringan di atas meja. “Sebagai calon tunangan, tentu aku harus memiliki waktu untuk wanitaku, bukan?" katanya dengan nada main-main, senyum khasnya masih melekat di bibirnya. “Aku tak ingin membuatmu merasa diabaikan.”

Julia tergelak kecil, tetapi rona merah yang menjalar di pipinya tak bisa ia sembunyikan. Ada sesuatu dalam caranya berbicara yang selalu berhasil membuat hatinya berdebar tanpa ia sadari.

Mereka mulai memesan makanan, dan percakapan pun mengalir begitu saja—ringan, penuh tawa, seolah tidak ada beban yang membebani hati mereka.

Namun, saat Julia mengangkat sendoknya, suaranya berubah lebih serius. "Ternyata Kevin juga datang ke sana," ujarnya sambil mengaduk supnya perlahan. "Dan dia sudah kalah telak olehnya."

Mike mengangkat alisnya, ketertarikan jelas tergambar di wajahnya. "Oh, ya? Itu kabar yang bagus! Aku sangat bangga padamu, Julia. Kau bisa bangkit dan berdiri tegak setelah dicampakkan oleh Kevin."

Julia menghela napas panjang, matanya menatap kosong ke permukaan meja kayu di hadapannya. "Dia yang memulai lebih dulu, maka aku pun harus melakukan apa yang sudah dia lakukan padaku."

Ada sesuatu dalam suaranya—kegetiran yang samar, luka yang belum sepenuhnya sembuh meskipun ia berusaha menutupinya dengan sikap percaya diri.

Tanpa berpikir panjang, Mike meraih tangan Julia yang tergeletak di atas meja, menggenggamnya dengan lembut. Julia tersentak, tubuhnya menegang sesaat.

Namun, ketika mata mereka bertemu, ia melihat sesuatu dalam tatapan Mike—ketulusan, keteduhan, dan janjinya yang tanpa suara.

"Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya," ujar Mike dengan nada yang lebih dalam, lebih pelan. "Aku akan membantumu membalaskan rasa sakit hatimu. Kau tidak sendiri dalam hal ini."

Julia menatapnya dalam diam, lalu perlahan, bibirnya melengkung dalam senyum kecil yang nyaris rapuh. "Terima kasih, Mike."

Momen itu terasa menggantung di udara, seolah-olah dunia luar menghilang dan hanya menyisakan mereka berdua di dalam gelembung waktu yang tenang.

Namun, Julia akhirnya menarik tangannya perlahan, kembali pada kesadarannya. Setelah beberapa saat berbincang, ia bangkit dari kursinya. "Aku pergi ke toilet sebentar," ujarnya sebelum berjalan menuju lorong kecil di sudut restoran.

Namun, sebelum Julia sempat mendorong pintu toilet dan melangkah masuk, sebuah gerakan tiba-tiba menyerobot ke arahnya. Seseorang menyenggol tubuhnya dengan kasar, hampir membuatnya kehilangan keseimbangan.

"Hei! Kau tidak punya sopan santun sama sekali, ya?!" seru Julia, nadanya tajam dan berapi-api.

Sosok yang baru saja menyenggolnya itu berbalik dengan senyum penuh ejekan. Cindy.

Gaun mahal yang membalut tubuh wanita itu tampak sempurna, tetapi ekspresi angkuhnya membuatnya terlihat seperti aktris buruk dalam sebuah drama murahan.

Mata Cindy berbinar dengan kilatan penuh kesombongan saat ia menatap Julia dari ujung kepala hingga kaki, seolah ingin meremehkannya.

"Ups! Sorry," Cindy berkata dengan nada ringan, bibirnya melengkung dalam senyuman pura-pura. "Aku pikir tidak ada orang tadi. Karena… tidak terlihat."

Sebuah sindiran tajam yang jelas ditujukan untuk menyulut emosi Julia.

Julia mengeraskan rahangnya, merasakan percikan kemarahan mulai membakar dadanya. Tidak. Ia tidak akan membiarkan Cindy menang.

Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menekan emosi yang bergejolak di dalam dirinya. Cindy bukan seseorang yang layak mendapat perhatiannya, dan Julia tahu bahwa terlibat dalam perdebatan dengannya hanya akan menjadi sia-sia.

Namun, sebelum ia sempat memalingkan wajah dan melanjutkan langkahnya, Cindy tiba-tiba melirik ke arah pintu masuk restoran.

Julia mengikuti arah pandang Cindy, dan saat itulah ia melihatnya.

Kevin.

Pria itu berjalan mendekat dengan langkah cepat, alisnya berkerut dalam ketidaksabaran. Dan sebelum Julia sempat bereaksi, sesuatu yang tidak masuk akal terjadi.

"Ah! Aw!"

Dengan gerakan teatrikal yang berlebihan, Cindy tiba-tiba terhuyung dan jatuh ke lantai tepat di sampingnya.

Julia membelalakkan mata, hatinya menjerit dalam ketidakpercayaan. Sungguh?! Ia bahkan tidak menyentuh wanita itu sama sekali!

"Cindy!"

Kevin langsung berlari ke arah mereka, wajahnya berubah panik saat ia berlutut dan meraih tubuh Cindy. Tatapannya kemudian beralih pada Julia—tatapan penuh kemarahan yang membakar.

"Apa yang kau lakukan padanya?!"

Julia mendengus, menatap Kevin dengan ekspresi tak percaya. "Aku tidak melakukan apa pun pada istrimu ini!"

Namun, drama murahan Cindy belum berakhir. Dengan raut wajah penuh penderitaan, ia menggigit bibirnya dan mulai terisak pelan.

Tangannya yang ramping bergerak ke perutnya, seolah-olah sedang melindungi sesuatu yang berharga.

"Bohong!" ratap Cindy dengan suara bergetar. "Dia telah mendorongku! Sepertinya… dia ingin melukai calon bayi kita…"

Julia hampir tertawa keras. Ini benar-benar absurd!

Ia memutar bola matanya dengan gerakan dramatis. "Astaga, Cindy. Kau serius dengan drama ini? Jika aku harus menilai aktingmu, mungkin hanya mendapat nilai dua dari sepuluh."

Namun, Kevin tampaknya sudah termakan sepenuhnya oleh sandiwara istrinya. Ia menatap Julia seolah-olah ia adalah monster keji yang baru saja mencoba mencelakai seorang wanita hamil yang tak berdaya.

"Aku tidak menyangka kau sekejam ini, Julia!" desisnya, suara penuh tuduhan. "Kau masih belum bisa menerima kenyataan, ya?"

Sesuatu di dalam dada Julia meledak seperti api yang tersulut oleh bensin.

"Aku bahkan tidak menyentuhnya!" katanya, suaranya naik satu oktaf. "Kalau dia benar-benar hamil, dia harusnya lebih berhati-hati, bukan malah menjatuhkan dirinya sendiri demi membuatku terlihat buruk!"

Tetapi Kevin sudah kehilangan akal sehatnya. Tanpa menggubris perkataan Julia, ia memapah Cindy dengan hati-hati, memperlakukannya seperti kaca yang bisa pecah kapan saja.

Saat mereka berjalan menuju pintu keluar, Cindy menoleh dan memberikan Julia senyuman kemenangan—sebuah ekspresi penuh kepuasan yang membuat darah Julia mendidih.

Julia berdiri diam, napasnya tersengal karena menahan amarah yang membara di dadanya. Ia mengepalkan tangannya erat, kukunya hampir menembus telapak tangannya sendiri.

"Penghinaan yang benar-benar menjengkelkan!" gumamnya di antara giginya yang terkatup rapat.

Dengan langkah tegas, ia berbalik dan kembali ke meja tempat Mike menunggunya. Pria itu mengangkat alis saat melihat ekspresi gelap yang menghiasi wajah Julia.

Julia menarik napas dalam, lalu menatap Mike dengan mata yang berkilat penuh determinasi.

"Mike," katanya dengan suara rendah namun tegas. "Aku ingin memintamu menggunakan koneksimu untuk membatalkan semua proyek yang sedang berjalan di perusahaan Kevin. Sekarang juga."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Lala Khanafi
iyuhhhh nenek lampir gak tau dirii...
goodnovel comment avatar
Diajheng
biarkan mereka berakting sepuasnya jul nanti tinggal liat lagi drama selanjunya... apakah mer3ka akan meraung2 ditengah keramaian atau malah akan menari2 ditengah perempatan jalan.... kita tunggu saatnya drama mereka dimulai
goodnovel comment avatar
Diajheng
kalo mereka bisa berakting kamu juga bisa bertindak jul.. ngga perlu akting ngga perlu sandiwara... lakukan dengan tegas... HANCURKAN kevin cindy... ga perlu diampuni manusia tak beradab macam mereka
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bangkitnya Istri Tertindas Setelah Bercerai   Kau adalah Berlian

    "Hi, Bu," sapa Julia ramah.Amelia, sang ibu, tersenyum hangat. Ia berjalan menghampiri lalu duduk di samping putri semata wayangnya itu."Bagaimana? Kau nyaman dengan pekerjaan di kantor?" tanyanya, menatap Julia dengan penuh perhatian.Julia menghela napas panjang sebelum menjawab. "Mengurus berkas dan laporan perusahaan memang cukup membuatku pusing, Bu. Tapi..." Ia tersenyum tipis. "Setidaknya harga diriku tidak jatuh."Amelia tertawa kecil mendengar jawaban anaknya. Ia merasa bangga melihat Julia yang kini telah kembali menjadi wanita tegas dan mandiri, bukan lagi sosok yang terjebak dalam cinta buta."Ini baru anakku," puji Amelia, membelai lengan Julia dengan penuh kasih sayang."Kau tegas, berani, dan mandiri. Andai kau sadar sejak lama, mungkin sekarang kau sudah menikah dengan pria kaya raya yang derajatnya sesuai denganmu."Julia sontak tertawa mendengar ucapan ibunya. Tawa yang penuh kelegaan sekaligus sedikit rasa malu."Anggap saja tiga tahun ini aku bereksperimen, Ibu,"

  • Bangkitnya Istri Tertindas Setelah Bercerai   Lihat Saja Nanti

    “Kau masih marah?” tanya Mike hati-hati, memperhatikan ekspresi Julia yang tampak murung.Julia menoleh perlahan, lalu tersenyum tipis ke arah lelaki itu. Senyumnya tidak benar-benar sampai ke matanya. “Kenapa kau bertanya seperti itu?” sahutnya, nadanya ringan tapi mengandung kelelahan.Mike menyandarkan punggungnya di kursi, menatap Julia dengan cermat. “Wajahmu tampak tidak bersahabat, Julia. Dan aku masih ingat pertemuanmu dengan Cindy juga Kevin di restoran—yang membuatmu sangat marah,” jelas Mike, mencoba mengingatkan.Julia terkekeh pelan, suara tawanya terdengar getir. “Sudah tidak terlalu marah, Mike. Aku malah sudah sedikit lega. Karena aku sudah membuat Kevin marah tadi siang.”Mike mengangkat alisnya, penasaran. “Aku tidak bisa membayangkan betapa marahnya Kevin saat kau membatalkan kontrak kerja itu, Julia.”Julia menyunggingkan senyum tipis, matanya berbinar nakal. “Andai kau melihat wajahnya, Mike... Aku yakin kau pasti ingin tertawa. Dia tampak seperti bocah yang maina

  • Bangkitnya Istri Tertindas Setelah Bercerai   Meminta Bantuan Cindy

    Di sore yang tenang, cahaya matahari mengalir lembut lewat jendela besar ruang tengah rumah mereka.Cindy duduk santai di atas sofa, mengenakan gaun santai berwarna biru muda, sebuah majalah di pangkuannya.Saat mendengar langkah kaki yang mendekat, ia mendongak dan mendapati Kevin, suaminya, berjalan ke arahnya. Senyum sumringah langsung menghiasi wajah Cindy."Hey, kau pulang lebih cepat hari ini," sapa Cindy ceria, meletakkan majalah di meja.Kevin tersenyum tipis, tetapi sorot matanya mengisyaratkan kegelisahan. Ia duduk di samping Cindy, tanpa basa-basi, langsung menatapnya dalam-dalam."Cindy, aku butuh bantuanmu," kata Kevin, suaranya berat.Cindy mengerutkan keningnya mendengarnya. “Bantuan? Bantuan apa, Kevin?” tanyanya dengan nada ingin tahu."Aku ingin kau membantuku membuat Julia menyesal... karena dia telah membatalkan kontrak kerja sama dengan perusahaanku."Cindy membelalak. Bola matanya membulat seketika. Ia memiringkan tubuhnya, menatap Kevin dengan ekspresi tidak per

  • Bangkitnya Istri Tertindas Setelah Bercerai    Babak Baru Dimulai

    Kevin bersandar di kursinya, mengusap permukaan meja kayu mahoni yang mengilap dengan ujung jarinya, seolah merasakan denyut kemenangan yang bergetar di setiap seratnya.Senyum tipis bertengger di sudut bibirnya saat tinta emas pena menggoreskan tanda tangannya di atas kontrak yang menjanjikan masa depan gemilang bagi perusahaannya.Ini bukan sekadar kesepakatan biasa, melainkan puncak dari perjalanan panjang yang penuh lika-liku. Sebuah mahakarya diplomasi bisnis yang akhirnya terwujud dalam lembaran perjanjian resmi.Namun, euforia itu buyar dalam sekejap. Seperti kaca kristal yang terlepas dari genggaman, jatuh dan hancur berkeping-keping di lantai realitas yang kejam.Notifikasi email menyala di sudut layar laptopnya, seperti pertanda kehancuran yang menanti. Alisnya mengernyit, jemarinya bergerak membuka pesan dengan perasaan yang tiba-tiba diliputi firasat buruk.Begitu matanya menyapu isi surat elektronik itu, denyut nadinya melonjak, dan perutnya seakan dihantam gelombang ding

  • Bangkitnya Istri Tertindas Setelah Bercerai   Lakukan Sekarang Juga!

    Mike melirik arlojinya sejenak sebelum memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Waktu sudah berlalu lebih cepat dari yang ia kira.Dengan langkah mantap, ia menuju restoran kecil yang terletak tak jauh dari kantor The Gold Company.Aroma kopi yang baru diseduh bercampur dengan keharuman roti panggang yang baru keluar dari oven menyambutnya begitu ia mendorong pintu kaca restoran.Di dekat jendela besar yang menghadap ke jalan, Julia sudah menunggu. Cahaya matahari yang menembus kaca membingkai wajahnya dengan kilauan keemasan, menciptakan siluet yang hampir tak nyata.Ia tampak anggun dalam setelan formalnya, meskipun ada sedikit kelelahan yang tersembunyi dalam sorot matanya."Maaf menunggu lama, Julia," ujar Mike dengan senyum tipis, nada suaranya penuh kehangatan.Julia mengangkat wajahnya, tersenyum samar. "Tidak apa-apa, aku juga baru saja datang. Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk makan siang bersamaku."Mike menarik kursinya dan duduk, kedua sikunya bertumpu ringan

  • Bangkitnya Istri Tertindas Setelah Bercerai   Tidak akan Tinggal Diam!

    Kevin mengerutkan keningnya saat sosok anggun itu melangkah masuk ke dalam ruang pertemuan. Cahaya lampu kristal yang menggantung megah di langit-langit memantulkan kilauan halus di atas setelan jas navy yang membalut tubuh Julia dengan sempurna.Matanya menyipit, mengamati wanita yang pernah menjadi bagian dari hidupnya—sekarang berdiri di hadapannya dengan aura yang jauh lebih mengintimidasi.“Untuk apa kau kemari? Ada urusan apa?” suaranya terdengar tajam, sarat dengan ketidaksenangan yang tak berusaha ia sembunyikan.Julia tetap melangkah maju dengan percaya diri, langkahnya mantap seperti seorang ratu yang memasuki medan pertempuran yang telah dikuasainya.Ia menyunggingkan senyum tipis, seolah menikmati ketidaknyamanan yang jelas terlihat di wajah Kevin.“Kolegamu adalah kolegaku juga, Kevin,” ucapnya ringan, suaranya lembut namun menusuk. “Aku hanya penasaran… apa yang akan terjadi dengan perusahaanmu jika tidak ada aku yang membantumu!”Kevin terkekeh sinis, melipat kedua tang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status